'Ada Benturan Norma Hukum'
Kalau desa pakraman dihadapkan dengan hukum positif maka akan terjadi banyak masalah dan benturan norma.
Bendesa Agung: Hati-hati Atasnamakan Pacalang
DENPASAR, NusaBali
Ditangkapnya 11 pacalang (petugas keamanan desa adat/pakraman) karena diduga melakukan pungutan liar (pungli) parkir di pintu masuk Pantai Matahari Terbit, Jalan Matahari Terbit, Desa Sanur Kaja, Kecamatan Denpasar Selatan mendapatkan sorotan Komisi IV DPRD Bali membidangi adat dan budaya. Ketua Komisi IV Nyoman Parta, di Denpasar, Rabu (7/11) mengatakan, ada benturan norma antara norma hukum positif dengan norma hukum adat, sehingga kasus serupa tidak menutup kemungkinan akan terjadi lagi di desa pakraman lainnya di Bali.
Parta mengatakan, persoalan pacalang ditangkap polisi ini akan terus muncul karena adanya dualisme pendapat dalam penyikapan tentang sumber hukum positif dan sumber hukum adat. “Ketika kita berbicara hukum positif maka di sini mulai ada persoalan. Hukum positif yang saya maksud adalah hukum formal yang dikeluarkan negara. Sedangkan diakui juga ada hukum yang hidup ditengah-tengah masyarakat yaitu awig-awig dan perarem,” ujar Parta.
Kata dia, dampak kebimbangan masyarakat Bali ini terlihat ketika disodori pilihan menyikapi rancangan UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yang saat itu memberikan pilihan, mau mendaftarkan desa adat atau desa dinas. Banyak yang tidak setuju memasukkan atau mendaftarkan desa adat. “Ya akhirnya seperti ini,” ungkap politis PDI Perjuangan asal Desa Guwang, Kecamatan Sukawati Gianyar yang juga Caleg DPR RI 2019 dapil Bali ini.
Saat ini kata Parta, tidak dipungkiri ada satu-dua kasus pengelolaan keuangan desa yang tidak transparan dengan pengadministrasiannya dari pungutan di wilayahnya. Kemudian pertanggungjawaban yang tidak rutin. “Pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan di wilayah desa pakraman ini harus diperbaiki bersama-sama,” tegas Parta.
Mantan Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Bali ini berharap, semua pihak harus bersama-sama tetap menjaga kewibawaan desa adat/desa pakraman. Kalau desa pakraman dihadapkan dengan hukum positif maka akan terjadi banyak masalah dan benturan norma. “Saya berharap gubernur Bali, DPR, Majelis Utama Desa Pakraman dan pihak penegak hukum duduk bersama mencari solusi atas benturan norma hukum ini, melibatkan stakeholder terkait,” tegas Parta.
Sementara Bendesa Agung (Ketua) Majelis Utama Desa Pakraman Provinsi Bali Jro Gede Suwena Putus Upadesa secara terpisah kepada NusaBali, mengatakan, MUDP masih mengecek kasus pacalang yang ditangkap Polda Bali karena dugaan pungli di Pantai Matahari Terbit Sanur. “Kami sedang mengecek persoalan dan kasus yang sebenarnya dengan mencari informasi dan penelusuran fakta di lapangan,” ujar Jro Suwena.
Dalam kasus hukum yang diduga menjerat pacalang ini, menurut Jro Suwena, tentu petugas kepolisian tidak bertindak tanpa dasar hukum. Kata dia, pastilah ada alasan kuat sehingga mereka digulung. Kalau pungutan yang dilakukan di Pantai Matahari terbit berdasarkan perarem-awig-awig dan ada kerjasama dengan PD Perusahaan Parkir maka itu tidak masalah. “Kalau sudah ada perarem, awig-awig dan kerjasama dengan PD Parkir mereka ditangkap polisi, kami dari MUDP juga keberatan dan protes,” kata Jro Suwena.
Sebaliknya kalau tidak ada kerjasama dengan PD Parkir Kota Denpasar, tidak ada perarem dan awig-awig, tidak ada pertanggungjawaban administrasi yang jelas kepada desa pakraman/desa adat, MUDP tidak bisa bersikap. “Ya kalau itu memang pungli tidak ada kerjasama, tidak diatur awig-awig dan perarem kita tidak bisa membantah. Apalagi tidak ada pertanggungjawaban dan administrasi itu sama dengan pemerasan,” ujar mantan Karo Ops Polda Bali dengan pangkat terakhir Kombes (melati tiga).
Jro Suwena menegaskan, dalam Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2016 yang penegakan hukum terhadap pungutan liar ini menyasar ASN (Aparatur Sipil Negara), PNS, pejabat penyelenggara negara dalam rangka penegakan hukum, menjaga pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Jro Suwena juga akan memastikan yang ditangkap di Pantai Matahari Terbit adalah pacalang atau tidak. “Kalau terjadi tangkap tangan, tetapi sudah ada perarem-awig-awig itu prajuru atau bendesa adat yang menyelesaikan. Kalau pacalang itu bertugas pasti ada surat tugasnya. Jangan sampai orang per orang (oknum) berpakaian adat atau ala pacalang mengatasnamakan pacalang, ini harus dibenahi,” tegas mantan anggota Interpol yang lama bertugas di luar negeri ini. *nat
DENPASAR, NusaBali
Ditangkapnya 11 pacalang (petugas keamanan desa adat/pakraman) karena diduga melakukan pungutan liar (pungli) parkir di pintu masuk Pantai Matahari Terbit, Jalan Matahari Terbit, Desa Sanur Kaja, Kecamatan Denpasar Selatan mendapatkan sorotan Komisi IV DPRD Bali membidangi adat dan budaya. Ketua Komisi IV Nyoman Parta, di Denpasar, Rabu (7/11) mengatakan, ada benturan norma antara norma hukum positif dengan norma hukum adat, sehingga kasus serupa tidak menutup kemungkinan akan terjadi lagi di desa pakraman lainnya di Bali.
Parta mengatakan, persoalan pacalang ditangkap polisi ini akan terus muncul karena adanya dualisme pendapat dalam penyikapan tentang sumber hukum positif dan sumber hukum adat. “Ketika kita berbicara hukum positif maka di sini mulai ada persoalan. Hukum positif yang saya maksud adalah hukum formal yang dikeluarkan negara. Sedangkan diakui juga ada hukum yang hidup ditengah-tengah masyarakat yaitu awig-awig dan perarem,” ujar Parta.
Kata dia, dampak kebimbangan masyarakat Bali ini terlihat ketika disodori pilihan menyikapi rancangan UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yang saat itu memberikan pilihan, mau mendaftarkan desa adat atau desa dinas. Banyak yang tidak setuju memasukkan atau mendaftarkan desa adat. “Ya akhirnya seperti ini,” ungkap politis PDI Perjuangan asal Desa Guwang, Kecamatan Sukawati Gianyar yang juga Caleg DPR RI 2019 dapil Bali ini.
Saat ini kata Parta, tidak dipungkiri ada satu-dua kasus pengelolaan keuangan desa yang tidak transparan dengan pengadministrasiannya dari pungutan di wilayahnya. Kemudian pertanggungjawaban yang tidak rutin. “Pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan di wilayah desa pakraman ini harus diperbaiki bersama-sama,” tegas Parta.
Mantan Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Bali ini berharap, semua pihak harus bersama-sama tetap menjaga kewibawaan desa adat/desa pakraman. Kalau desa pakraman dihadapkan dengan hukum positif maka akan terjadi banyak masalah dan benturan norma. “Saya berharap gubernur Bali, DPR, Majelis Utama Desa Pakraman dan pihak penegak hukum duduk bersama mencari solusi atas benturan norma hukum ini, melibatkan stakeholder terkait,” tegas Parta.
Sementara Bendesa Agung (Ketua) Majelis Utama Desa Pakraman Provinsi Bali Jro Gede Suwena Putus Upadesa secara terpisah kepada NusaBali, mengatakan, MUDP masih mengecek kasus pacalang yang ditangkap Polda Bali karena dugaan pungli di Pantai Matahari Terbit Sanur. “Kami sedang mengecek persoalan dan kasus yang sebenarnya dengan mencari informasi dan penelusuran fakta di lapangan,” ujar Jro Suwena.
Dalam kasus hukum yang diduga menjerat pacalang ini, menurut Jro Suwena, tentu petugas kepolisian tidak bertindak tanpa dasar hukum. Kata dia, pastilah ada alasan kuat sehingga mereka digulung. Kalau pungutan yang dilakukan di Pantai Matahari terbit berdasarkan perarem-awig-awig dan ada kerjasama dengan PD Perusahaan Parkir maka itu tidak masalah. “Kalau sudah ada perarem, awig-awig dan kerjasama dengan PD Parkir mereka ditangkap polisi, kami dari MUDP juga keberatan dan protes,” kata Jro Suwena.
Sebaliknya kalau tidak ada kerjasama dengan PD Parkir Kota Denpasar, tidak ada perarem dan awig-awig, tidak ada pertanggungjawaban administrasi yang jelas kepada desa pakraman/desa adat, MUDP tidak bisa bersikap. “Ya kalau itu memang pungli tidak ada kerjasama, tidak diatur awig-awig dan perarem kita tidak bisa membantah. Apalagi tidak ada pertanggungjawaban dan administrasi itu sama dengan pemerasan,” ujar mantan Karo Ops Polda Bali dengan pangkat terakhir Kombes (melati tiga).
Jro Suwena menegaskan, dalam Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2016 yang penegakan hukum terhadap pungutan liar ini menyasar ASN (Aparatur Sipil Negara), PNS, pejabat penyelenggara negara dalam rangka penegakan hukum, menjaga pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Jro Suwena juga akan memastikan yang ditangkap di Pantai Matahari Terbit adalah pacalang atau tidak. “Kalau terjadi tangkap tangan, tetapi sudah ada perarem-awig-awig itu prajuru atau bendesa adat yang menyelesaikan. Kalau pacalang itu bertugas pasti ada surat tugasnya. Jangan sampai orang per orang (oknum) berpakaian adat atau ala pacalang mengatasnamakan pacalang, ini harus dibenahi,” tegas mantan anggota Interpol yang lama bertugas di luar negeri ini. *nat
1
Komentar