UGM Akan Polisikan Mahasiswanya Diduga melakukan perkosaan ke mahasiswi saat KKN di Maluku
Kepala Bagian Humas dan Protokol Universitas Gadjah Mada (UGM) Iva Ariani mengatakan pihaknya akan melaporkan kasus dugaan perkosaan mahasiswi UGM saat Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Maluku, 2017, ke kepolisian.
JAKARTA, NusaBali
Soal sanksi kepada terduga pelaku yang merupakan rekan korban, pihaknya akan menanti hasil penyidikan. "Memang kita akan membawa persoalan ini ke ranah hukum agar siapapun yang menjadi korban bisa mendapatkan keadilan yang diharapkan," ujar dia seperti dilansir cnnindonesia, Rabu (7/11).
Hal itu dikatakannya terkait tulisan yang diterbitkan oleh Badan Penerbitan dan Pers Mahasiswa (BPPM) Balairung pada 5 November dengan judul 'Nalar Pincang UGM atas Kasus Perkosaan'. Disebutkan bahwa pelaku HS sedang dalam proses kelulusan dan pihak UGM tak menjalankan rekomendasi tim investigasi internal kasus itu.
Menurut tulisan BPPM Balairung, kasus tersebut terjadi pada KKN di Pulau Seram, Maluku, Juni 2017. Ketika itu, korban A disebut mengalami kekerasan seksual dari rekannya sesama mahasiswa UGM, HS, saat menginap di rumah yang sama.
A melaporkannya ke pihak universitas yang kemudian ditindaklanjuti dengan pembentukan tim investigasi. Tim ini lantas mengeluarkan rekomendasi berupa, di antaranya, kewajiban konseling 2-6 bulan kepada HS dan surat permohonan maaf yang ditandatangani orang tuanya.
Padahal, dalam Peraturan Rektor UGM No. 711/P/SK/HT/2013 tentang Tata Perilaku Mahasiwa UGM disebutkan bahwa mahasiswa yang melakukan perbuatan asusila disanksi sedang sampai berat. Sanksi sedang berupa surat peringatan I-II, pembatalan nilai mata kuliah, skorsing selama 1-2 semester. Sementara, sanksi berat diberhentikan secara tidak hormat sebagai mahasiswa.
Iva menyebut UGM sudah menjalankan sebagaian besar rekomendasi tim. "Semua itu akan dibuktikan jika sudah melewati proses penyidikan yang lebih tepat, nanti UGM mengikuti hasil penyidikan tersebut," ucap dia.
Saat ditanyai soal proses wisuda pelaku, Iva mengatakan pelaku belum bisa diwisuda karena terkait sanksi yang sedang dijalankan.
Permintaan Korban
Kasus perkosaan mahasiswi UGM tak langsung dibawa ke kepolisian karena pihak korban meminta pihak universitas menyelesaikannya lebih dulu lewat investigasi tim independen demi mendapatkan keadilan.
"Awalnya sudah ditawarkan oleh UGM, agar dibawa ke jalur hukum. Tetapi atas diskusi tim yang ada korban juga di dalamnya, minta jangan dulu dibawa ke ranah hukum," kata Iva.
LSM Rifka Annisa menjelaskan bahwa A yang diduga menjadi korban pemerkosaan kini dalam kondisi depresi berat. Korban sedang dalam pendampingan Rifka Annisa untuk menjalani program pemulihan kondisi psikologis.
Direktur Rifka Annisa, Suharti lewat keterangan tertulisnya yang diterima detik, Rabu (7/11) menjelaskan, korban mulai mengakses layanan di Rifka Annisa sejak September 2017 lalu. Setelah itu, Rifka Annisa rutin melakukan pendampingan dan mencoba menyelesaikan kasus kekerasan seksual tersebut dengan membawanya ke ranah hukum.
Sementara itu, muncul petisi online di situs change.org berjudul 'usut tuntas kasus pemerkosaan KKN UGM'. Hingga pukul 12.28 WIB, petisi yang dibuat Selasa (6/11) tersebut sudah ditandatangani sebanyak 57.162 orang. Lantas, bagaimana tanggapan UGM? "Kita mengapresiasi itu (petisi). Karena memang kita juga akan mengusut tuntas kok," ujar Iva Aryani, Rabu (7/11) seperti dilansir detik.*
Soal sanksi kepada terduga pelaku yang merupakan rekan korban, pihaknya akan menanti hasil penyidikan. "Memang kita akan membawa persoalan ini ke ranah hukum agar siapapun yang menjadi korban bisa mendapatkan keadilan yang diharapkan," ujar dia seperti dilansir cnnindonesia, Rabu (7/11).
Hal itu dikatakannya terkait tulisan yang diterbitkan oleh Badan Penerbitan dan Pers Mahasiswa (BPPM) Balairung pada 5 November dengan judul 'Nalar Pincang UGM atas Kasus Perkosaan'. Disebutkan bahwa pelaku HS sedang dalam proses kelulusan dan pihak UGM tak menjalankan rekomendasi tim investigasi internal kasus itu.
Menurut tulisan BPPM Balairung, kasus tersebut terjadi pada KKN di Pulau Seram, Maluku, Juni 2017. Ketika itu, korban A disebut mengalami kekerasan seksual dari rekannya sesama mahasiswa UGM, HS, saat menginap di rumah yang sama.
A melaporkannya ke pihak universitas yang kemudian ditindaklanjuti dengan pembentukan tim investigasi. Tim ini lantas mengeluarkan rekomendasi berupa, di antaranya, kewajiban konseling 2-6 bulan kepada HS dan surat permohonan maaf yang ditandatangani orang tuanya.
Padahal, dalam Peraturan Rektor UGM No. 711/P/SK/HT/2013 tentang Tata Perilaku Mahasiwa UGM disebutkan bahwa mahasiswa yang melakukan perbuatan asusila disanksi sedang sampai berat. Sanksi sedang berupa surat peringatan I-II, pembatalan nilai mata kuliah, skorsing selama 1-2 semester. Sementara, sanksi berat diberhentikan secara tidak hormat sebagai mahasiswa.
Iva menyebut UGM sudah menjalankan sebagaian besar rekomendasi tim. "Semua itu akan dibuktikan jika sudah melewati proses penyidikan yang lebih tepat, nanti UGM mengikuti hasil penyidikan tersebut," ucap dia.
Saat ditanyai soal proses wisuda pelaku, Iva mengatakan pelaku belum bisa diwisuda karena terkait sanksi yang sedang dijalankan.
Permintaan Korban
Kasus perkosaan mahasiswi UGM tak langsung dibawa ke kepolisian karena pihak korban meminta pihak universitas menyelesaikannya lebih dulu lewat investigasi tim independen demi mendapatkan keadilan.
"Awalnya sudah ditawarkan oleh UGM, agar dibawa ke jalur hukum. Tetapi atas diskusi tim yang ada korban juga di dalamnya, minta jangan dulu dibawa ke ranah hukum," kata Iva.
LSM Rifka Annisa menjelaskan bahwa A yang diduga menjadi korban pemerkosaan kini dalam kondisi depresi berat. Korban sedang dalam pendampingan Rifka Annisa untuk menjalani program pemulihan kondisi psikologis.
Direktur Rifka Annisa, Suharti lewat keterangan tertulisnya yang diterima detik, Rabu (7/11) menjelaskan, korban mulai mengakses layanan di Rifka Annisa sejak September 2017 lalu. Setelah itu, Rifka Annisa rutin melakukan pendampingan dan mencoba menyelesaikan kasus kekerasan seksual tersebut dengan membawanya ke ranah hukum.
Sementara itu, muncul petisi online di situs change.org berjudul 'usut tuntas kasus pemerkosaan KKN UGM'. Hingga pukul 12.28 WIB, petisi yang dibuat Selasa (6/11) tersebut sudah ditandatangani sebanyak 57.162 orang. Lantas, bagaimana tanggapan UGM? "Kita mengapresiasi itu (petisi). Karena memang kita juga akan mengusut tuntas kok," ujar Iva Aryani, Rabu (7/11) seperti dilansir detik.*
1
Komentar