Jalani Sidang Perdana, Ismaya Tolak Dakwaan JPU
Pentolan Ormas yang juga calon anggota DPD RI Dapil Bali, I Ketut Putra Ismaya Jaya, 40, menjalani sidang perdana sebagai terdakwa kasus dugaan penganiayaan dan pengancaman terhadap Satpol PP Provinsi Bali, di PN Denpasar, Kamis (8/11).
Sebelum Sidang, Matur Piuning di Depan Padmasana PN Denpasar
DENPASAR, NusaBali
Dalam sidang kemarin, terdakwa Ismaya menolak seluruh dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Denpasar. Pantauan NusaBali, sidang perdana dengan terdakwa Ismaya baru digelar di PN Den-pasar, Kamis sore pukul 16.30 Wita. Namun, sejak siang pukul 13.00 Wita, ratusan massa salah satu Ormas yang berpakaian adat madya sudah berkumpul di PN Denpasar untuk memberi dukungan moral kepada Ismaya, yang merupakan pimpinan di Ormas-nya.
Terdakwa Ismaya sendiri baru tiba di PN Denpasar, sore sekitar pukul 15.00 Wita, bersama dua terdakwa lainnya. Mereka dibawa dari tempat penahanannya di LP Keroboakan, Kecamatan Kuta Utara, Badung. Ismaya tampak mengenakan kemeja putih dan celana hitam, dengan rompi tahanan warna oranye dan memakai udeng poleng, dalam kondisi tangan diborgol.
Sebelum menjalani sidang, terdakwa Ismaya sempat melakukan ritual matur piuning di Padmasana PN Denpasar. Namun, polisi melarang Ismaya sembahyang di areal Padmasana. Ismaya hanya dibolehkan melakukan ritual matur piuning dari dalam pagar PN Denpasar yang berjarak sekitar 15 meter dengan Padmasana.
Saat ritual matur piuning itulah, terdakwa Ismaya sempat mengeluarkan sumpah tidak pernah melakukan penganiayaan atau pengancaman terhadap petugas Satpol PP, seperti yang dituduhkan. “Kalau saya salah, saya siap dihukum Ida Sang Hyang Widhi,” tegas Ismaya, yang yang kemarin menjalani persembahyangan bersama beberapa kerabatnya.
Sementara, dalam sidang dengan majelis hakim pimpinan Bambang Ekaputra di PN Denpasar, Kamis sore, mengangendakan pembacaan dakwaan oleh JPU Kejari Denpasar, I Made Lovi Pusnawan dan Kadek Wahyudi Ardika. Selain Ismaya, dua anak buahnya juga disidangkan pada saat bersamaan sebagai terdakwa kasus yang sama, yakni I Ketut Sutama, 51, dan I Gusti Ngurah Endrajaya alias Gung Wah, 28.
Ada tiga dakwaan yang diuraikan tim JPU dalam sidang perdana kemarin. Pertama, terdakwa Ismaya dan dua anak buahnya diduga melakukan tindak pidana kekerasan atau ancaman kekerasan melawan seorang pejabat yang sedang menjalankan tugas yang sah. Ini diatur dan diancam dalam Pasal 214 ayat (1) KUHP juncto Pasal 211 KUHP. Dakwaan kedua, Pasal 214 ayat (1) KUHP juncto Pasal 212 KUHP, serta Pasal 335 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Ancaman hukuman maksimal dalam pasal ini adalah 5 tahun penjara.
Usai pembacaan dakwaan oleh JPU, terdakwa Ismaya melalui kuasa hukumnya, Wayan Mudita cs, langsung menyatakan menolak dakwaan jaksa. Bahkan, Ismaya langsung menyatakan akan melakukan eksepsi (keberatan atas dakwaan). “Kami akan melakukan eksepsi,” tegas Wayan Mudita.
Ditemui seusai sidang kemarin sore, kuasa hukum terdakwa Ismaya, yakni Wayan Mudita, Agus Samijaya, I Gusti Ngurah Artana, mengatakan eksepsi yang akan diajukan ini sesuai dengan permintaan kliennya. Salah satu alasannya, tidak ada kajian dalam dakwaan tersebut yang disertai dengan Undang-undang Pemilu. “Bahwa di balik ini ada proses politik. Ini berawal dari pemasangan baliho. Ini yang akan kami tuangkan dalam eksepsi,” tegas Ngurah Artana.
Menurut Ngurah Artana, pihaknya menolak tegas isi dakwaan yang disampaikan jaksa tersebut. “Karena dalam pandangan kami dan setelah kami telusuri, tidak sesuai dengan fakta,” sambung Agus Samijaya.
Agus Samijaya juga membenarkan pihaknya mengajukan permohonan penangguhan dan pengalihan tahanan kliennya. Majelis hakim diharapkan mempertimbangkan permohonan penangguhan dan pengalihan penahanan ini. “Itu hak terdakwa. Jadi, kami manfaatkan dan semoga dipertimbangkan majelis hakim. Karena proses yang dilakukan penyidik, menurut kami, terlalu berlebihan,” tegas Agus Samijaya.
Sementara itu, dalam sidang kemarin JPU Made Lovi Pusnawan menguraikan bahwa perbuatan yang didakwakan terhadap Ismaya cs terjadi pada Senin, 13 Agustus 2018, sekitar pukul 15.30 Wita. Kejadiannya berlangsung di Kantor Satpol PP Provinsi Bali, Jalan DI Panjaitan Nomor 10 Niti Mandala Denpasar.
“Berawal sekitar pukul 12.30 Wita di Civic Center Renon, di Jalan Cok Agung Tresna, 10 personel Satpol PP Provinsi Bali melakukan penertiban baliho, spanduk kedaluwarsa, tanpa izin dan rusak, maupun alat pengenalan diri (ADP),” papar JPU Made Lovi.
Saat penurunan baliho dilakukan petugas Satpol PP, terdakwa I Ketut Sutama dan I Gusti Ngurah Endrajaya alias Gung Wah berada di Civic Center. Mereka melihat petugas Satpol PP menurunkan baliho calon DPD RI Dapil Bali atas nama Ketut Putra Ismaya Jaya. Saat itu, terdakwa menanyakan kepada salah satu petugas yang berstatus sebagai Danki Satpol PP. “Siapa yang menyuruh menurunkan baliho tersebut?” tanya terdakwa Ketut Sutama saat itu sebagaimana ditirukan JPU.
Oleh Danki Satpol PP, dijawab bahwa penurunan baliho itu atas perintah Kabid me-reka. Tidak terima dengan penurunan baliho Keris, terdakwa Gung Wah kemudian memberitahukan masalah ini kepada tetdakwa Ismaya melalui telepon. Kemudian, sore sekitar pukul 15.30 Wita terdakwa Ismaya bersama 12 orang tim sukses dan relawannya mendatangi Kantor Satpol PP Provinsi Bali. Mereka datang dengan naik dua mobil dan satu sepeda motor.
Saat protes itulah, ada dugaan terjadi kekerasan dan pengancaman yang dilakukan anggota Ormas terhadap petugas Satpol PP. Sepekan setelah aksi protes tersebut, Senin, 20 Agustus 2018, Polresta Denpasar keluarkan surat perintah penangkapan Ismaya yang beralamat di Jalan Seroja Denpasar Utara. Sehari setelah itu, Ismaya sempat dibebaskan, namun beberapa saat kemudian kembali ditangkap dan dijebloskan di Rutan Mako Brimob Polda Bali kawasan Tohpati, Denpasar Timur.
Ketut Putra Ismaya Jaya sendiri kemudian dilimpahkan penyidik kepolisian kepada kejaksaan di Kantor Kejari Denpasar, Selasa, 16 Oktober 2018. Sejak itu pula, Ismaya ditahan titip di LP Kerobokan. *rez
DENPASAR, NusaBali
Dalam sidang kemarin, terdakwa Ismaya menolak seluruh dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Denpasar. Pantauan NusaBali, sidang perdana dengan terdakwa Ismaya baru digelar di PN Den-pasar, Kamis sore pukul 16.30 Wita. Namun, sejak siang pukul 13.00 Wita, ratusan massa salah satu Ormas yang berpakaian adat madya sudah berkumpul di PN Denpasar untuk memberi dukungan moral kepada Ismaya, yang merupakan pimpinan di Ormas-nya.
Terdakwa Ismaya sendiri baru tiba di PN Denpasar, sore sekitar pukul 15.00 Wita, bersama dua terdakwa lainnya. Mereka dibawa dari tempat penahanannya di LP Keroboakan, Kecamatan Kuta Utara, Badung. Ismaya tampak mengenakan kemeja putih dan celana hitam, dengan rompi tahanan warna oranye dan memakai udeng poleng, dalam kondisi tangan diborgol.
Sebelum menjalani sidang, terdakwa Ismaya sempat melakukan ritual matur piuning di Padmasana PN Denpasar. Namun, polisi melarang Ismaya sembahyang di areal Padmasana. Ismaya hanya dibolehkan melakukan ritual matur piuning dari dalam pagar PN Denpasar yang berjarak sekitar 15 meter dengan Padmasana.
Saat ritual matur piuning itulah, terdakwa Ismaya sempat mengeluarkan sumpah tidak pernah melakukan penganiayaan atau pengancaman terhadap petugas Satpol PP, seperti yang dituduhkan. “Kalau saya salah, saya siap dihukum Ida Sang Hyang Widhi,” tegas Ismaya, yang yang kemarin menjalani persembahyangan bersama beberapa kerabatnya.
Sementara, dalam sidang dengan majelis hakim pimpinan Bambang Ekaputra di PN Denpasar, Kamis sore, mengangendakan pembacaan dakwaan oleh JPU Kejari Denpasar, I Made Lovi Pusnawan dan Kadek Wahyudi Ardika. Selain Ismaya, dua anak buahnya juga disidangkan pada saat bersamaan sebagai terdakwa kasus yang sama, yakni I Ketut Sutama, 51, dan I Gusti Ngurah Endrajaya alias Gung Wah, 28.
Ada tiga dakwaan yang diuraikan tim JPU dalam sidang perdana kemarin. Pertama, terdakwa Ismaya dan dua anak buahnya diduga melakukan tindak pidana kekerasan atau ancaman kekerasan melawan seorang pejabat yang sedang menjalankan tugas yang sah. Ini diatur dan diancam dalam Pasal 214 ayat (1) KUHP juncto Pasal 211 KUHP. Dakwaan kedua, Pasal 214 ayat (1) KUHP juncto Pasal 212 KUHP, serta Pasal 335 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Ancaman hukuman maksimal dalam pasal ini adalah 5 tahun penjara.
Usai pembacaan dakwaan oleh JPU, terdakwa Ismaya melalui kuasa hukumnya, Wayan Mudita cs, langsung menyatakan menolak dakwaan jaksa. Bahkan, Ismaya langsung menyatakan akan melakukan eksepsi (keberatan atas dakwaan). “Kami akan melakukan eksepsi,” tegas Wayan Mudita.
Ditemui seusai sidang kemarin sore, kuasa hukum terdakwa Ismaya, yakni Wayan Mudita, Agus Samijaya, I Gusti Ngurah Artana, mengatakan eksepsi yang akan diajukan ini sesuai dengan permintaan kliennya. Salah satu alasannya, tidak ada kajian dalam dakwaan tersebut yang disertai dengan Undang-undang Pemilu. “Bahwa di balik ini ada proses politik. Ini berawal dari pemasangan baliho. Ini yang akan kami tuangkan dalam eksepsi,” tegas Ngurah Artana.
Menurut Ngurah Artana, pihaknya menolak tegas isi dakwaan yang disampaikan jaksa tersebut. “Karena dalam pandangan kami dan setelah kami telusuri, tidak sesuai dengan fakta,” sambung Agus Samijaya.
Agus Samijaya juga membenarkan pihaknya mengajukan permohonan penangguhan dan pengalihan tahanan kliennya. Majelis hakim diharapkan mempertimbangkan permohonan penangguhan dan pengalihan penahanan ini. “Itu hak terdakwa. Jadi, kami manfaatkan dan semoga dipertimbangkan majelis hakim. Karena proses yang dilakukan penyidik, menurut kami, terlalu berlebihan,” tegas Agus Samijaya.
Sementara itu, dalam sidang kemarin JPU Made Lovi Pusnawan menguraikan bahwa perbuatan yang didakwakan terhadap Ismaya cs terjadi pada Senin, 13 Agustus 2018, sekitar pukul 15.30 Wita. Kejadiannya berlangsung di Kantor Satpol PP Provinsi Bali, Jalan DI Panjaitan Nomor 10 Niti Mandala Denpasar.
“Berawal sekitar pukul 12.30 Wita di Civic Center Renon, di Jalan Cok Agung Tresna, 10 personel Satpol PP Provinsi Bali melakukan penertiban baliho, spanduk kedaluwarsa, tanpa izin dan rusak, maupun alat pengenalan diri (ADP),” papar JPU Made Lovi.
Saat penurunan baliho dilakukan petugas Satpol PP, terdakwa I Ketut Sutama dan I Gusti Ngurah Endrajaya alias Gung Wah berada di Civic Center. Mereka melihat petugas Satpol PP menurunkan baliho calon DPD RI Dapil Bali atas nama Ketut Putra Ismaya Jaya. Saat itu, terdakwa menanyakan kepada salah satu petugas yang berstatus sebagai Danki Satpol PP. “Siapa yang menyuruh menurunkan baliho tersebut?” tanya terdakwa Ketut Sutama saat itu sebagaimana ditirukan JPU.
Oleh Danki Satpol PP, dijawab bahwa penurunan baliho itu atas perintah Kabid me-reka. Tidak terima dengan penurunan baliho Keris, terdakwa Gung Wah kemudian memberitahukan masalah ini kepada tetdakwa Ismaya melalui telepon. Kemudian, sore sekitar pukul 15.30 Wita terdakwa Ismaya bersama 12 orang tim sukses dan relawannya mendatangi Kantor Satpol PP Provinsi Bali. Mereka datang dengan naik dua mobil dan satu sepeda motor.
Saat protes itulah, ada dugaan terjadi kekerasan dan pengancaman yang dilakukan anggota Ormas terhadap petugas Satpol PP. Sepekan setelah aksi protes tersebut, Senin, 20 Agustus 2018, Polresta Denpasar keluarkan surat perintah penangkapan Ismaya yang beralamat di Jalan Seroja Denpasar Utara. Sehari setelah itu, Ismaya sempat dibebaskan, namun beberapa saat kemudian kembali ditangkap dan dijebloskan di Rutan Mako Brimob Polda Bali kawasan Tohpati, Denpasar Timur.
Ketut Putra Ismaya Jaya sendiri kemudian dilimpahkan penyidik kepolisian kepada kejaksaan di Kantor Kejari Denpasar, Selasa, 16 Oktober 2018. Sejak itu pula, Ismaya ditahan titip di LP Kerobokan. *rez
Komentar