nusabali

Bendesa Manukaya Let Calon Tersangka

  • www.nusabali.com-bendesa-manukaya-let-calon-tersangka

Versi Kapolres Gianyar, pendapatan secara sepihak Desa Pakraman Manukaya Let dari take over tiket objek wisata Tirta Empul selama 5 tahun tembus Rp 18 miliar

Kasus OTT Petugas Tiket Objek Wisata Tirta Empul

GIANYAR, NusaBali
Bendesa Pakraman Manukaya Let, Desa Manukaya, Kecamatan Tampaksiring, Gianyar, I Made Mawi Arnata, 67, mengarah sebagai calon tersangka dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) Satgas Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli) di objek wisata Tirta Empul, Selasa (6/11) lalu. Ini setelah penyidik Polres Gianyar memeriksa 12 saksi berikut barang bukti.

Isyarat penetapan Bendesa Made Mawi Arnata sebagai calon tersangka ini disampaikan Kapolres Gianyar, AKBP Priyanto Priyo Hutomo, dalam rilis perkara di Mapolres Gianyar, Senin (12/11). Disebutkan, 12 saksi yang telah diperiksa intensif oleh penyidik Polres Gianyar, termasuk dua petugas karcis dari Desa Pakraman Manukaya Let di objek wisata Tirta Empul yang terjaring OTT, Selasa pekan lalu pukul 17.00 Wita, yakni I Wayan Gerindra, 48, dan Dewa Putu Degdeg, 78.

Sedangkan 10 saksi lainnya terdiri dari prajuru Desa Pakraman Manukaya Let, Bendahara LPD Desa Pakraman Manukaya Let, petugas kacis dari Dinas Pariwisata Kabupaten Gianyar, Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Gianyar, serta Inspektorat Kabupaten Gianyar.

Kapolres AKBP Priyanto Priyo Hutomo mengatakan, hasil penyidikan mengarah ada dugaan tindak pidana korupsi. Hal itu berdasarkan Perda Gianyar Nomor 8 Tahun 2010 tentang Retribusi Pungutan Rekreasi dan Olahraga. “Karena Bupati punya kewenangan menggali potensi daerah untuk kesejahteraan rakyat, di situ ada objek wisata yang bisa dikelola. Salah satunya, Tirta Empul, sehingga dibuat perjanjian kerjasama antara Dinas Pariwisata Gianyar dan Bendesa Pakraman Manukaya Let,” jelas AKBP Priyanto yang dalam rilis perkara kemarin didampingi Kasat Reskrim Polres Gianyar, AKP Denni Septiawan, serta Bid Humas Polda Bali Kompol Ismi Rahayu.

Menurut AKBP Priyanto, perjanjian kerjasama ini sudah berlangsung sejak sejak tahun 2013. Kemudian, dilakukan perpanjangan kerjasama tahap kedua, 6 April 2018 lalu. “Di sini (dalam perjanjian) disepakati penjualan tiket dilakukan pukul 07.00 Wita sampai 18.00 Wita. Namun, secara sepihak Bendesa Pakraman Manukaya Let perintahkan bawahannya untuk mengambil-alih tiket di objek wisata Tirta Empul dari pukul 15.00 Wita sampai 18.00 Wita. Uangnya tidak disetorkan ke pemerintah daerah, tapi masuk ke desa adat,” terang AKBP Priyanto.

Seharusnya, kata dia, seluruh hasil penjualan tiket dari pagi pukul 07.00 Wita sampai petang pukul 18.00 Wita disetor ke kas negara, namun hanya uang penjualan tiket dari Dinas Pariwisata saja (pukul 07.00 Wita hingga 15.00 Wita) yang distor. “Ini permasalahan hukumnya,” tegas AKBP Priyanto.

Padahal, lanjut AKBP Priyanto, 40 persen keuntungan dari penjualan tiket yang dilakukan pemerintah sebetulnya sudah diserahkan kepada desa pakraman, sesuai perjanjian kerjasama. “Desa adat sudah menerima 40 persen keuntungan dari penjualan tiket pukul 07.00 Wita sampai pukul 15.00 Wita, selama 5 tahun. Ini sudah tidak ada problem,” jelasnya.

Tapi, yang jadi permasalahan adalah penjualan tiket masuk objek wisata Tirta Empul berlogo desa adat yang dijual dari pukul 15.00 Wita sampai 18.00 Wita. Hasil itu selama 5 tahun dikuasai sepenuhnya oleh desa pakraman. “Di sini Pemda Gianyar merasa dirugikan. Ini permasalahan hukumnya,” tandas AKBP Priyanto.

Menurut AKBP Priyanto, pendapatan secara sepihak Desa Pakraman Manukaya Let selama 5 tahun mencapai Rp 18 miliar. Seharusnya, sesuai kerjasama, desa pakraman hanya dapat sekitar Rp 7 miliar. “Jadi, sisanya adalah kerugian negara sekitar Rp 11 miliar. Ini selama 5 tahun,” jelasnya.

Bukti-bukti inilah yang kemudian menjadi petunjuk dan alat bukti pemenuhan tindak pidana korupsi. Pasal yang dilanggar adalah Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 dan atau Pasal 3 Jo Pasal 18 dan atau Pasal 12 huruf e Jo 18 dan  atau pasal 11 Jo 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 Jo UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. “Ancaman hukumannya minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun penjara. Sebagai tindak lanjut, kami sudah panggil 12 saksi. Dan sampai saat ini belum ada yang ditetapkan sebagai tersangka,” papar AKBP Priyanto.

Kepolisian selanjutnya akan memanggil saksi ahli dari BPKP Provinsi Bali, saksi Ahli Hukum Pidana, pengurus Desa Pakraman Manukaya Let, beserta dengan krama Desa Pakraman Manukaya Let Adat yang ikut menyetujui/membuat perarem. Disebutkan, perarem terkait penjualan tiket berlogo desa adat ini memang dibuat tahun 2013 Namun, kenyataannya baru disahkan dengan membubuhkan tandatangan pasca terjadi OTT. “Pararem itu katanya dibuat tahun 2013, tapi baru ditan-datangani 7 November 2018 pasca OTT. Ini fakta yuridis yang kami peroleh,” tegas AKBP Priyanto.

Terkait pungutan di luar jam kerjasama (pukul 15.00 hingga 18.00 Wita), menurut AKBP Priyanto, berdasarkan ketentuan UU otomatis yang mengelola rekreasi ini adalah pihak Dinas Pariwisata Gianyar. “Jadi, orang lain tidak boleh. Kalau pekerjanya dari adat boleh saja, dengan digaji oleh desa adat dan Dinas Pariwisata. Nah ini di-take over dari pukul 15.00 Wita sampai pukul 18.00 Wita, di mana petugas tiket Dinas Pariwisata langsung disuruh pergi. Saya ambil jam 3, kamu pulang, itu awalnya tahun 2013,” katanya.

Atas pengusiran petugas tiket dari Dinas Pariwisata tersebut, Pemkab Gianyar sudah sempat melayangkan surat peringatan tahun 2013 silam. Maksudnya, agar pihak adat kembali mentaati perjanjian kerjasama. “Tapi, surat peringatan itu tidak diindahkan,” ungkap AKBP Priyanto. Walhasil, penjualan tiket berlogo desa pakraman di Tirta Empul pun berlangsung selama 5 tahun, sebelum akhirnya dilakukan OTT pada 6 November 2018 lalu.

AKBP Priyanto menyebutkan, penetapan tersangka dalam kasus ini masih tunggu hasil pemeriksaan dari saksi ahli dan BPKP Bali. Terkait kemungkinan ada lebih dari satu tersangka, hal itu akan ditentukan berdasarkan fakta dan keterangan yang disimpukan penyidik kepolisian. “Kan ada peran masing-masing. Bendahara tugasnya apa, bendesa, wakil, dan siapa yang memerintahkan untuk naruh uang di LPD hingga masuk transaksi sejak 2013 itu sebesar Rp 17 miliar lebih.”

Terungkap, seluruh hasil penjualan tiket diluar kerjasama dengan Pemkab Gianyar disimpan di LPD Desa Pakraman Manukaya Let, menggunakan 7 buku tabungan atas nama Desa Pakraman Manukaya Let. Polisi sudah menyita seluruh buku tabungan sekaligus membekukan saldo akhir yang tersisa cuma Rp 458.572.000 atau Rp 458,57 juta.

Dipakai apa hasil penjualan tiket Rp 17 miliar itu, AKBP Priyanto mengakui hal ini masih dalam penyelidikan. “Kami belum bisa ungkapkan dipakai apa? Yang jelas ada banyak kegiatan adat,” katanya.

Terkait dengan kekuatan perarem yang mengatur tentang penjualan tiket, menurut AKBP Priyanto, hal itu keliru. Sebab, berdasarkan tata urutan hukum perudang-undangan, tidak boleh melabrak aturan yang berlaku di atasnya. “Sebagai edukasi juga, bahwa perarem maupun Perdes tidak bisa nabrak Perda, karena bisa berarti perbuatan melawan hukum,” jelasnya.

Sementara itu, Bendesa Pakraman Manukaya Let, I Made Mawi Arnata, hingga Senin kemarin belum berhasil dikonfirmasi terkait penetapannya sebagai calon tersangka dugaan pungli di objek wisata Tirta Empul. Sedangkan Penyarikan Desa Pakraman Manukaya Let, I Made Kuntung, membenarkan memang telah menyepakati perpanjangan kerjasama dengan Dinas Pariwisata Gianyar.

“Perjanjian kerjasaa terakhir April 2018, sudah ditandatangani bendesa, tapi kami tidak tahu isinya apa. Takutnya kalau tidak tandatangan, nggak keluar bagi hasil. Makanya, buru-buru tandatangan tanpa baca isinya,” ungkap Made Kuntung saat ditemui NusaBali di Mapolres Gianyar, Senin kemarin.

Made Kuntung mengungkapkan, bagi hasil pungutan tiket masuk objek wisata Tirta Empul dilakukan setiap tri wulan (tiga bulan sekali). Namun, bagi hasil kerap lambat dari jadwal yang disepakati. “Lebih sering lambat sebulan-dua bulan,” katanya. Sedangkan terkait sejumlah prajuru Desa Pakraman Manukaya Let yang dipanggil polisi sebagai saksi, hal itu diakui Made Kuntung. Ada 12 orang diperiksa sebagai saksi. Mengenai kedatangannya ke Polres Gianyar, menurut Made Kun-tung, itu atas permintaan Kapolres AKBP Priyanto. *nvi

Komentar