Pesankan Hati dan Kehidupan
Sanggar Bona Alit dan Sanggar Gita Semara memeriahkan pagelaran mingguan Gelar Seni Akhir Pekan (GSAP) Bali Mandara Nawanatya III di Gedung Ksirarnawa Taman Budaya-Art Center, Denpasar, Minggu (11/11) malam.
Sanggar Gita Semara dan Sanggar Bona Alit
DENPASAR, NusaBali
Keduanya sarat berbagi seni dan berbagi kehidupan. Sanggar Gita Semara menampilkan garapan musik dengan tema ‘Nata Hati’. Sesuai dengan tema yang dibawakan, ada empat instrumen yang ditampilkan memberikan nuansa tenang dan bermakna. Ada empat garapan dengan tambahan satu garapan yang difungsikan sebagai pengisi jeda dari satu garapan ke garapan lainnya. Keempat garapan itu diantaranya bertajuk, Gumam, Nada Nadi, Pemineh, Angkep, dan Bobotoh sebagai garapan yang menyatukan keempat garapan tersebut.
Menurut I Wayan Sudiarsa, selaku pemilik salah satu garapan, tema ‘Nata Hati’ merupakan kelanjutan dari tema nata hati pertama yang ditampilkan pada ajang yang sama tepatnya pada Bali Mandara Nawanatya II. “Menata hati yang kedua secara esensial sama, cuma dalam hal ini saya melibatkan anak-anak. Jadi mereka bangga punya bakat dan kita senang bisa memasukkan nilai-nilai karakter kepada anak-anak melalui seni,” ujar Sudiarsa.
Mengangkat tema nata hati yang artinya menata hati, memahami apa yang menjadi kebutuhan hati apalagi dalam seni. “Gumam itu dari hati, dari menggumam akan muncul nada yang mengalir dalam nadi, dari nada yang mengalir masuk dalam diri sehingga bisa memineh, terakhir semua itu akan angkep (menyatu, red) menjadi satu,” ungkapnya.
Menariknya, pada garapan Bobotoh, para penampil yang seluruhnya remaja dan anak-anak ini pun memainkan sebuah dadu. Kala dadu yang terlihat adalah angka 5 (lima) maka penabuh pun memainkan tepukan tangan sebanyak 5 (lima) kali dengan tepukan yang berbeda-beda. “Nanti semuanya itu natural, berapa angka yang muncul angka itulah yang mereka mainkan,” tambah Sudiarsa.
Sementara itu, Sanggar Bona Alit dari Blahbatuh, Gianyar pun menampilkan garapan bertajuk Nyat Nyit yang memiliki arti setelah terjadi kekeringan (nyat) akan muncul atau terpercik kehidupan (nyit). “Jadi kehidupan ini ditandai dengan munculnya berbagai tarian,” jelas I Gusti Made Rai Sumadi sebagai salah satu pemilik Sanggar Bona Alit.
Nyat Nyit mengisahkan kekhawatiran seorang guru yang khawatir akan keberadaan sebuah karya membuat keinginan untuk menjaganya semakin besar. Tak hanya melibatkan anggota Sanggar Bona Alit, kolaborasi pun melibatkan kru dari Dayak dan seorang pemusik dari Jawa Barat yakni Kang Ewok.*ind
DENPASAR, NusaBali
Keduanya sarat berbagi seni dan berbagi kehidupan. Sanggar Gita Semara menampilkan garapan musik dengan tema ‘Nata Hati’. Sesuai dengan tema yang dibawakan, ada empat instrumen yang ditampilkan memberikan nuansa tenang dan bermakna. Ada empat garapan dengan tambahan satu garapan yang difungsikan sebagai pengisi jeda dari satu garapan ke garapan lainnya. Keempat garapan itu diantaranya bertajuk, Gumam, Nada Nadi, Pemineh, Angkep, dan Bobotoh sebagai garapan yang menyatukan keempat garapan tersebut.
Menurut I Wayan Sudiarsa, selaku pemilik salah satu garapan, tema ‘Nata Hati’ merupakan kelanjutan dari tema nata hati pertama yang ditampilkan pada ajang yang sama tepatnya pada Bali Mandara Nawanatya II. “Menata hati yang kedua secara esensial sama, cuma dalam hal ini saya melibatkan anak-anak. Jadi mereka bangga punya bakat dan kita senang bisa memasukkan nilai-nilai karakter kepada anak-anak melalui seni,” ujar Sudiarsa.
Mengangkat tema nata hati yang artinya menata hati, memahami apa yang menjadi kebutuhan hati apalagi dalam seni. “Gumam itu dari hati, dari menggumam akan muncul nada yang mengalir dalam nadi, dari nada yang mengalir masuk dalam diri sehingga bisa memineh, terakhir semua itu akan angkep (menyatu, red) menjadi satu,” ungkapnya.
Menariknya, pada garapan Bobotoh, para penampil yang seluruhnya remaja dan anak-anak ini pun memainkan sebuah dadu. Kala dadu yang terlihat adalah angka 5 (lima) maka penabuh pun memainkan tepukan tangan sebanyak 5 (lima) kali dengan tepukan yang berbeda-beda. “Nanti semuanya itu natural, berapa angka yang muncul angka itulah yang mereka mainkan,” tambah Sudiarsa.
Sementara itu, Sanggar Bona Alit dari Blahbatuh, Gianyar pun menampilkan garapan bertajuk Nyat Nyit yang memiliki arti setelah terjadi kekeringan (nyat) akan muncul atau terpercik kehidupan (nyit). “Jadi kehidupan ini ditandai dengan munculnya berbagai tarian,” jelas I Gusti Made Rai Sumadi sebagai salah satu pemilik Sanggar Bona Alit.
Nyat Nyit mengisahkan kekhawatiran seorang guru yang khawatir akan keberadaan sebuah karya membuat keinginan untuk menjaganya semakin besar. Tak hanya melibatkan anggota Sanggar Bona Alit, kolaborasi pun melibatkan kru dari Dayak dan seorang pemusik dari Jawa Barat yakni Kang Ewok.*ind
1
Komentar