Lolak: Jangan Ada Upaya Benturkan Polisi dengan Desa Adat
Terkait Indikasi Kasus Pungli di Desa Pakraman
DENPASAR, NusaBali
Permasalahan hukum di desa adat seperti pungutan-pungutan liar kini kembali muncul. Adanya pungutan di beberapa lokasi seperti di Pantai Matahari Terbit Sanur dan Tirta Empul Tampaksiring dinilai melanggar sehingga terkena Tim Saber Pungli aparat penegak hukum. Sebelumnya beberapa bendesa desa pakraman juga dijerat dalam kasus dugaan pungutan liar (pungli) di wilayah desanya.
Terkait hal tersebut, Anggota DPD RI yang juga seniman Bali, I Kadek Arimbawa turut bersuara. “Terlepas dari adanya penangkapan beberapa pegawai Bumdes (yang sebelumnya dikabarkan pecalang) di Matahari Terbit, saya berpendapat bahwa pihak kepolisian tentu memiliki dasar yang kuat untuk melakukan penangkapan” ungkapnya.
Hanya saja isu yang berkembang saat ini seolah digeneralisir bahwa desa adat dan awig-awignya kini mulai terancam. Menurut pria yang terkenal dengan nama Lolak ini, desa pakraman dapat memungut asalkan subjeknya jelas, objeknya jelas, pengelolaan dana jelas dan dapat dipertanggungjawabkan serta tujuannya digunakan dalam pembinaan krama desa dan lingkungan.
“Desa pakraman dilindungi berdasarkan Perda No 3 Tahun 2003 dan perda ini adalah satu diantara dasar hukum yang berada di bawah Undang-Undang, jadi sah-sah saja desa adat memperoleh pendapatan melalui retribusi maupun sumber lain yang berada di wilayahnya,” ungkapnya
Meskipun demikian, untuk menjalankan asas keadilan dan pemerataan, Lolak berharap negara melalui pemerintah daerah juga turut andil dalam pengelolaan objek-objek wisata yang ada di desa adat. “Tidak semua desa adat memiliki objek wisata sehingga adanya badan pengelola oleh pemda juga dapat memberikan semacam dana bagi hasil bagi desa adat di sekitarnya,” katanya.
Lolak juga mengingatkan agar jangan sampai ada upaya untuk membenturkan kepolisian dan desa adat. Ia menilai kehadiran Perpres 87 Tahun 2016 tertanggal 20 Oktober 2016 tentang satuan tugas sapu bersih pungutan liar (Satgas saber pungli) sudah sangat baik.
Aturan ini kemudian diturunkan ke dalam instruksi Mendagri No 180/3935/SJ tentang pengawasan pungutan liar dalam penyelenggaraan pemerintah daerah yang menginstruksikan gubernur dan bupati/wali kota seluruh Indonesia untuk memberantas pungli dan sasarannya kepada aparatur sipil negara dan penyelenggara negara.
Suami dari penyanyi Dek Ulik meminta masyarakat melihat konteks permasalahan secara jelas dan tidak menjustifikasi bahwa ini adalah bentuk pelemahan desa adat.
Saat ini aturan pendapatan desa pakraman diatur dalam Pasal 10 ayat 1 Perda No 3 Tahun 2003 yang berbunyi bahwa pendapatan desa pakraman diperoleh dari urunan krama desa pakraman, hasil pengelolaan kekayaan desa pakraman, hasil usaha Lembaga Perkreditan Desa (LPD), bantuan dari pemerintah dan pemerintah daerah, pendapatan lainnya yang sah, sumbangan pihak ketiga yang tidak mengikat.
Sudah saatnya pemerintah daerah, aparat penegak hukum MUDP, tokoh adat dan akademisi menyatukan pemikiran dan memberi batasan yang jelas, mana-mana saja yang masuk pungutan liar sehingga kasus ini tidak lagi terulang.
‘Lolak’ Arimbawa juga berharap masyarakat tetap menghormati kepolisian sebagai aparat penegak hukum. “Jangan ada bahasa-bahasa yang menyudutkan kepolisian bahwa polisi melemahkan desa adat, kita patut mengapresiasi kinerja Kapolda dan jajaran dalam pemberantasan narkoba, premanisme, stabilitas keamanan selama IMF Meeting dan semua itu sudah kita rasakan bersama” pungkasnya. *
Permasalahan hukum di desa adat seperti pungutan-pungutan liar kini kembali muncul. Adanya pungutan di beberapa lokasi seperti di Pantai Matahari Terbit Sanur dan Tirta Empul Tampaksiring dinilai melanggar sehingga terkena Tim Saber Pungli aparat penegak hukum. Sebelumnya beberapa bendesa desa pakraman juga dijerat dalam kasus dugaan pungutan liar (pungli) di wilayah desanya.
Terkait hal tersebut, Anggota DPD RI yang juga seniman Bali, I Kadek Arimbawa turut bersuara. “Terlepas dari adanya penangkapan beberapa pegawai Bumdes (yang sebelumnya dikabarkan pecalang) di Matahari Terbit, saya berpendapat bahwa pihak kepolisian tentu memiliki dasar yang kuat untuk melakukan penangkapan” ungkapnya.
Hanya saja isu yang berkembang saat ini seolah digeneralisir bahwa desa adat dan awig-awignya kini mulai terancam. Menurut pria yang terkenal dengan nama Lolak ini, desa pakraman dapat memungut asalkan subjeknya jelas, objeknya jelas, pengelolaan dana jelas dan dapat dipertanggungjawabkan serta tujuannya digunakan dalam pembinaan krama desa dan lingkungan.
“Desa pakraman dilindungi berdasarkan Perda No 3 Tahun 2003 dan perda ini adalah satu diantara dasar hukum yang berada di bawah Undang-Undang, jadi sah-sah saja desa adat memperoleh pendapatan melalui retribusi maupun sumber lain yang berada di wilayahnya,” ungkapnya
Meskipun demikian, untuk menjalankan asas keadilan dan pemerataan, Lolak berharap negara melalui pemerintah daerah juga turut andil dalam pengelolaan objek-objek wisata yang ada di desa adat. “Tidak semua desa adat memiliki objek wisata sehingga adanya badan pengelola oleh pemda juga dapat memberikan semacam dana bagi hasil bagi desa adat di sekitarnya,” katanya.
Lolak juga mengingatkan agar jangan sampai ada upaya untuk membenturkan kepolisian dan desa adat. Ia menilai kehadiran Perpres 87 Tahun 2016 tertanggal 20 Oktober 2016 tentang satuan tugas sapu bersih pungutan liar (Satgas saber pungli) sudah sangat baik.
Aturan ini kemudian diturunkan ke dalam instruksi Mendagri No 180/3935/SJ tentang pengawasan pungutan liar dalam penyelenggaraan pemerintah daerah yang menginstruksikan gubernur dan bupati/wali kota seluruh Indonesia untuk memberantas pungli dan sasarannya kepada aparatur sipil negara dan penyelenggara negara.
Suami dari penyanyi Dek Ulik meminta masyarakat melihat konteks permasalahan secara jelas dan tidak menjustifikasi bahwa ini adalah bentuk pelemahan desa adat.
Saat ini aturan pendapatan desa pakraman diatur dalam Pasal 10 ayat 1 Perda No 3 Tahun 2003 yang berbunyi bahwa pendapatan desa pakraman diperoleh dari urunan krama desa pakraman, hasil pengelolaan kekayaan desa pakraman, hasil usaha Lembaga Perkreditan Desa (LPD), bantuan dari pemerintah dan pemerintah daerah, pendapatan lainnya yang sah, sumbangan pihak ketiga yang tidak mengikat.
Sudah saatnya pemerintah daerah, aparat penegak hukum MUDP, tokoh adat dan akademisi menyatukan pemikiran dan memberi batasan yang jelas, mana-mana saja yang masuk pungutan liar sehingga kasus ini tidak lagi terulang.
‘Lolak’ Arimbawa juga berharap masyarakat tetap menghormati kepolisian sebagai aparat penegak hukum. “Jangan ada bahasa-bahasa yang menyudutkan kepolisian bahwa polisi melemahkan desa adat, kita patut mengapresiasi kinerja Kapolda dan jajaran dalam pemberantasan narkoba, premanisme, stabilitas keamanan selama IMF Meeting dan semua itu sudah kita rasakan bersama” pungkasnya. *
Komentar