Tersangka Pungli Praperadilan-kan Polresta
Kasus pungutan liar (pungli) terkait kompensasi Jalan Mina Utama, Suwung Batan Kendal, Sesetan, Denpasar Selatan yang ditangani Polresta Denpasar dengan dua tersangka, yaitu Hartono, 45 dan I Gusti Arya Dirawan, 67 terancam buyar.
DENPASAR, NusaBali
Kedua tersangka resmi mengajukan praperadilan untuk surat penangkapan dan penahanan karena tidak sah dan tidak berdasarkan hukum. Dalam sidang perdana di PN Denpasar, Senin (12/11) dengan hakim tunggal Ni Made Purnami, tersangka Hartono dan Dirawan diwakili kuasa hukumnya, Made Sudana dan I Wayan Adnyana. Namun sayangnya, termohon dalam hal ini Polresta Denpasar dan Kejari Denpasar mangkir dalam sidang dengan alasan tidak jelas. Hakim kembali menjadwalkan sidang kedua pada, Selasa (13/11) hari ini.
Dijelaskan, perkara ini berawal saat seorang pengusaha properti bernama I Gusti Made Suryawan membeli satu unit rumah di Perum Sambada yang berada di Jalan Mina Utama.
Namun rumah tersebut dibongkar oleh Suryawan dan dijadikan akses jalan menuju tanah yang berada di belakang perumahan tersebut. Setelah itu, Suryawan mulai melakukan aktivitas pembangunan perumahan elite di belakang perumahan tersebut dengan menggunakan Jalan Mina Utama. Warga yang resah dan terganggu melakukan rapat warga menyikapi penggunaan jalan oleh pengusaha properti ini. “Jalan ini milik warga perumahan. Makanya mereka merasa terganggu dan minta truk dan pengangkut bahan bangunan tidak melewati Jalan Mina Utama,” jelas Sudana usai sidang.
Lalu dilakukan rapat warga pada 28 Desember 2017 dan membentuk Kelompok Warga Mina Utama dengan tersangka I Gusti Arya Dirawan sebagai Ketua dan Hartono sebagai Humas. Selanjutnya dilakukan pembicaraan dengan Suryawan sebagai pemilik proyek. Suryawan yang selama ini diwakili pengacaranya Made Dwi Yoga Satria akhirnya menyepakati pembayaran kompensasi jalan untuk Kelompok Warga Mina Utama sebesar Rp 5 miliar. “Pembayaran kompensasi ini disepakati kedua belah pihak,” jelas Sudana.
Pada 5 Agustus dilakukan pertemuan di Warung Mina, Renon untuk membayar kompensasi tersebut. Saat itu pemilik proyek Suryawan datang bersama pengacaranya. Sementara Kelompok Warga Mina Utama diwakili tersangka Hartono dan Dirawan. Saat itu diserahkan uang tunai Rp 100 juta dan dua buah cek Rp 2,4 miliar dan Rp 2,5 miliar sebagai pembayaran kompensasi. Usai menerima kompensasi tersebut, kedua tersangka ditangkap oleh petugas Polresta Denpasar. “Kami menganggap proses penangkapan hingga penahanan tidak sah dan tidak berdasarkan hukum,” tegasnya.
Salah satu pertimbangan, yaitu pembuktian yang dilakukan tidak berdasarkan adanya bukti yang sah terhadap unsur dalam pasal tersebut, yaitu adanya paksaan atau ancaman kekerasan. “Kompesansi adalah istilah yang menggambarkan ganti rugi. Maka sudah jelas kalau kompensasi tersebut karena adanya ganti rugi dan ada pihak yang dirugikan. Pemberian kompensasi juga sudah berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak. Sehingga jika ada permasalahan dalam pemberian kompensasi adalah menyangkut hukum keperdataan,” lanjutnya.
Dalam permohonan praperadilan tersebut, memohon majelis menyatakan surat penangkapan dan penahanan untuk kedua tersangka tidak sah dan tidak berdasarkan hukum. “Memerintahkan termohon untuk menutup atau menghentikan penyidikan atas perkara ini,” pungkasnya. *rez
Kedua tersangka resmi mengajukan praperadilan untuk surat penangkapan dan penahanan karena tidak sah dan tidak berdasarkan hukum. Dalam sidang perdana di PN Denpasar, Senin (12/11) dengan hakim tunggal Ni Made Purnami, tersangka Hartono dan Dirawan diwakili kuasa hukumnya, Made Sudana dan I Wayan Adnyana. Namun sayangnya, termohon dalam hal ini Polresta Denpasar dan Kejari Denpasar mangkir dalam sidang dengan alasan tidak jelas. Hakim kembali menjadwalkan sidang kedua pada, Selasa (13/11) hari ini.
Dijelaskan, perkara ini berawal saat seorang pengusaha properti bernama I Gusti Made Suryawan membeli satu unit rumah di Perum Sambada yang berada di Jalan Mina Utama.
Namun rumah tersebut dibongkar oleh Suryawan dan dijadikan akses jalan menuju tanah yang berada di belakang perumahan tersebut. Setelah itu, Suryawan mulai melakukan aktivitas pembangunan perumahan elite di belakang perumahan tersebut dengan menggunakan Jalan Mina Utama. Warga yang resah dan terganggu melakukan rapat warga menyikapi penggunaan jalan oleh pengusaha properti ini. “Jalan ini milik warga perumahan. Makanya mereka merasa terganggu dan minta truk dan pengangkut bahan bangunan tidak melewati Jalan Mina Utama,” jelas Sudana usai sidang.
Lalu dilakukan rapat warga pada 28 Desember 2017 dan membentuk Kelompok Warga Mina Utama dengan tersangka I Gusti Arya Dirawan sebagai Ketua dan Hartono sebagai Humas. Selanjutnya dilakukan pembicaraan dengan Suryawan sebagai pemilik proyek. Suryawan yang selama ini diwakili pengacaranya Made Dwi Yoga Satria akhirnya menyepakati pembayaran kompensasi jalan untuk Kelompok Warga Mina Utama sebesar Rp 5 miliar. “Pembayaran kompensasi ini disepakati kedua belah pihak,” jelas Sudana.
Pada 5 Agustus dilakukan pertemuan di Warung Mina, Renon untuk membayar kompensasi tersebut. Saat itu pemilik proyek Suryawan datang bersama pengacaranya. Sementara Kelompok Warga Mina Utama diwakili tersangka Hartono dan Dirawan. Saat itu diserahkan uang tunai Rp 100 juta dan dua buah cek Rp 2,4 miliar dan Rp 2,5 miliar sebagai pembayaran kompensasi. Usai menerima kompensasi tersebut, kedua tersangka ditangkap oleh petugas Polresta Denpasar. “Kami menganggap proses penangkapan hingga penahanan tidak sah dan tidak berdasarkan hukum,” tegasnya.
Salah satu pertimbangan, yaitu pembuktian yang dilakukan tidak berdasarkan adanya bukti yang sah terhadap unsur dalam pasal tersebut, yaitu adanya paksaan atau ancaman kekerasan. “Kompesansi adalah istilah yang menggambarkan ganti rugi. Maka sudah jelas kalau kompensasi tersebut karena adanya ganti rugi dan ada pihak yang dirugikan. Pemberian kompensasi juga sudah berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak. Sehingga jika ada permasalahan dalam pemberian kompensasi adalah menyangkut hukum keperdataan,” lanjutnya.
Dalam permohonan praperadilan tersebut, memohon majelis menyatakan surat penangkapan dan penahanan untuk kedua tersangka tidak sah dan tidak berdasarkan hukum. “Memerintahkan termohon untuk menutup atau menghentikan penyidikan atas perkara ini,” pungkasnya. *rez
Komentar