Sekolah Dwijendra Ricuh
Suasana di areal Sekolah dan Kantor Yayasan Dwijendra Denpasar, di Jalan Kamboja Denpasar, mendadak ricuh, Rabu (14/11) siang.
DENPASAR, NusaBali
Video kericuhan tersebut viral di media sosial. Kericuhan ini terjadi karena aksi menolak dua petinggi yayasan yang dilaporkan telah melakukan tindak pidana penyelewengan dana SPP, yakni I Ketut K selaku Ketua Pembina Yayasan Dwijendra dan I Nyoman SN selaku anggota, untuk masuk areal Yayasan Dwijendra. Mereka dilempari botol dan batang tanaman.
Menurut informasi, pada hari itu akan dilakukan pertemuan antara pengurus baru dengan pengurus lama yayasan. Seperti diketahui, ada permasalahan internal dalam Yayasan Dwijendra, menyusul setelah dilaporkannya I Ketut K dan I Nyoman SN yang diduga menyelewengkan dana yayasan yang berasal dari uang SPP para siswa. Dua petinggi Yayasan Dwijendra ini dilaporkan Ketua Komite Sekolah, I Nyoman Ledeng Asmara ke Mapolda Bali pada 26 Februari 2018.
Selama pertemuan berlangsung, rupanya siswa sudah banyak di areal halaman sekolah. Selain itu, ada juga spanduk yang bertuliskan tentang penolakan kedua petinggi tersebut. Setelah dua petinggi ini keluar dari ruang pertemuan, kericuhan pun tak terhindarkan. Keduanya dihadang dan dilempari botol serta batang tanaman oleh ratusan orang murid. Mengetahui ada kericuhan, sejumlah polisi pun berdatangan mengamankan dua orang tersebut dan menenangkan situasi.
NusaBali berusaha menghubungi Ketua Yayasan Dwijendra Pusat, MS Chandra Jaya, beberapa kali. Menurut Chandra, aksi menolak kedua petinggi yayasan ini disebutnya merupakan inisiatif siswa dan guru. “Inisiatif, spontanitas itu anak-anak. Murid menolak kedatangan mereka, orang yang telah mengambil uang SPP anak-anak,” ujarnya saat berhasil dikonfirmasi Rabu (14/11) malam.
Terkait dugaan penyelewengan dana, Chandra Jaya menyebut, I Ketut K menyelewengkan dana sekitar Rp 636 juta, sedangkan I Nyoman SN sekitar Rp 250 juta. Aliran dana yayasan yang diselewengkan ini berasal dari uang SPP para siswa. “Sudah dilaporkan, namun katanya masih dalam proses di kepolisian. Kami berharap bisa segera diselesaikan, sehingga nama lembaga pendidikan ini tidak rusak, dan anak-anak bisa belajar dengan tenang,” ungkapnya. *ind
Video kericuhan tersebut viral di media sosial. Kericuhan ini terjadi karena aksi menolak dua petinggi yayasan yang dilaporkan telah melakukan tindak pidana penyelewengan dana SPP, yakni I Ketut K selaku Ketua Pembina Yayasan Dwijendra dan I Nyoman SN selaku anggota, untuk masuk areal Yayasan Dwijendra. Mereka dilempari botol dan batang tanaman.
Menurut informasi, pada hari itu akan dilakukan pertemuan antara pengurus baru dengan pengurus lama yayasan. Seperti diketahui, ada permasalahan internal dalam Yayasan Dwijendra, menyusul setelah dilaporkannya I Ketut K dan I Nyoman SN yang diduga menyelewengkan dana yayasan yang berasal dari uang SPP para siswa. Dua petinggi Yayasan Dwijendra ini dilaporkan Ketua Komite Sekolah, I Nyoman Ledeng Asmara ke Mapolda Bali pada 26 Februari 2018.
Selama pertemuan berlangsung, rupanya siswa sudah banyak di areal halaman sekolah. Selain itu, ada juga spanduk yang bertuliskan tentang penolakan kedua petinggi tersebut. Setelah dua petinggi ini keluar dari ruang pertemuan, kericuhan pun tak terhindarkan. Keduanya dihadang dan dilempari botol serta batang tanaman oleh ratusan orang murid. Mengetahui ada kericuhan, sejumlah polisi pun berdatangan mengamankan dua orang tersebut dan menenangkan situasi.
NusaBali berusaha menghubungi Ketua Yayasan Dwijendra Pusat, MS Chandra Jaya, beberapa kali. Menurut Chandra, aksi menolak kedua petinggi yayasan ini disebutnya merupakan inisiatif siswa dan guru. “Inisiatif, spontanitas itu anak-anak. Murid menolak kedatangan mereka, orang yang telah mengambil uang SPP anak-anak,” ujarnya saat berhasil dikonfirmasi Rabu (14/11) malam.
Terkait dugaan penyelewengan dana, Chandra Jaya menyebut, I Ketut K menyelewengkan dana sekitar Rp 636 juta, sedangkan I Nyoman SN sekitar Rp 250 juta. Aliran dana yayasan yang diselewengkan ini berasal dari uang SPP para siswa. “Sudah dilaporkan, namun katanya masih dalam proses di kepolisian. Kami berharap bisa segera diselesaikan, sehingga nama lembaga pendidikan ini tidak rusak, dan anak-anak bisa belajar dengan tenang,” ungkapnya. *ind
1
Komentar