nusabali

Pemilik Tanah Minta Penyesuaian Harga

  • www.nusabali.com-pemilik-tanah-minta-penyesuaian-harga

Total kebutuhan lahan yang dibebaskan untuk proyek Shortcut Titik 5-6 di wilayah Desa Pegayaman luasnya mencapai 10,8 hektare, dengan 30 bidang tanah

Pembebasan Lahan Shortcut Titik 5-6 di Wilayah Sukasada Masih Dalam Proses

SINGARAJA, NusaBali
Proyek Shortcut Titik 5-6 wilayah Desa Wanagiri-Desa Gitgit, Kecamatan Sukasada, Buleleng sudah mulai dikerjakan ditandai dengan ground breaking (peletakan batu pertama), Rabu (14/11). Namun, masalah lahan shortcut sepanjang 1,9 kilometer ini belum sepenuhnya tuntas. Saat ini, proses pembebasan lahan masih tahap sanggahan dari pihak-pihak terkait. Para pemilik lahan sendiri minta agar nilai ganti rugi disesuaikan dengan kondisi lapangan.

Proyek Shortcut Titik 5-6 sendiri dimulai dari Kilometer 57 tepatnya depan Pura Yeh Ketipat, Desa Wanagiri, masuk ke arah timur wilayah Desa Pegayaman (Kecamatan Sukasada), sampai ke Kilometer 59 perbatasan Desa Wanagiri-Desa Gitgit. Pembiayaan sepenuhnya dari APBN, dengan nilai kontrak sebesar Rp 140.684.958.700 atau Rp 140,69 miliar, yang dikerjakan PT ADHI-Cipta KSO. Shortcut Titik 5-6 ditarget sudah rampung 31 Desember 2019 mendatang.

Kepala Badan Pertanahan Negara (BPN) Kabupaten Buleleng, I Gusti Ngurah Pariatna Jaya, selaku Ketua Tim Pembebasan Lahan Shortcut Titik 5-6, mengatakan proses pembebasan lahan masih tahap pengumuman batas-batas bidang lahan. Pengumuman ini guna menegaskan tidak ada persoalan di kemudian hari, sehingga masyarakat atau pihak terkait diberikan waktu selama 14 hari untuk memberikan sanggahan.

“Kami sudah pasang pengumuman di Balai Desa Pegayaman. Kami memberikan waktu sanggahan selama 14 hari. Kalau tidak ada sanggahan, proses selanjutnya adalah pelepasan hak,” terang IGN Pariatna Jaya saat dikonfirmasi NusaBali di Singaraja, Kamis (15/11).

Pariatna Jaya menyebutkan, berdasarkan hasil pengukuran, total kebutuhan lahan yang dibebaskan dalam pembangunan Shortcut Titik 5-6 di wilayah Desa Pegayaman luasnya mencapai 10,8 hektare, dengan 30 bidang lahan. Dari luas tersebut, diketahui jumlah kepemilikan sebanyak 25 orang. “Hampir semua lahan ada sertifikatnya. Lahan yang kena proyek shortcut itu sebagian besar lahan tegalan, ada bebeberapa bagunan rumah,” papar Pariata.

Menurut Pariatna, setelah masa sanggah selama 14 hari, pihaknya akan memproses pelepasan hak. Dalam proses pelepasan hak tersbeut, Tim Appraisal (tim independen penaksir harga lahan) akan turun menilai harga tanah dan bangunan termasuk semua tanaman yang ada, sebagai proses ganti rugi. “Setelah masa sanggah, kalau tidak ada yang keberatan, data-data tersebut kami serahkan ke Pemkab Buleleng untuk segera dilakukan penilaian oleh Tim Appraisal. Nanti proses ganti ruginya ada di Pemkab Buleleng,” tandas Pariatna.

Sementara itu, beberapa pemilik lahan yang sempat ditemui NusaBali menyatakan tidak masalah tanah mereka dibebaskan untuk pembangunan shortcut. Hanya saja, mereka ingin mendapatkan nilai ganti rugi yang pantas, sesuai dengan kondisi yang ada. Pasalnya, di lahan mereka yang kena proyek shortcut rata-rata berisi tanaman produktif, seperti kopi, pisang, dan lainnya. Ada pula bangunan tempat tinggal yang kena dalam pembebasan ini.

Salah satu pemilik lahan, Ketut Gede alias Pan Putu Yasa, 68, mengaku memiliki tanah seluas 3 hektare di wilayah Banjar Amerta Sari, Desa Pegayaman. Yang kena pembebasan lahan shortcut diperkirakan sekitar 1 hektare. Lahannya ini berada persis di Kilometer 57 depan Pura Yeh Ketipat, Desa Wanagiri, di pinggir ruas Jalan Utama Singaraja-Bedugul. Lahan inilah yang diinginkan mendapatkan harga yang layak.

“Yen ngidaang ane di sisin jalane hargane tegehan. Lamun jani pasang dijual harga Rp 100 juta, men sing kanti aminggu sube meggarang ane ngalih (Kalau bisa jalan di pinggir jalan harganya lebih tinggi. Kalau sekarang dijual dengan harga Rp 100 juta, banyak yang mau membeli, Red),” ujar Pan Putu Yasa kepada NusaBali.

Selain lahan, Pan Putu Yasa juga kehilangan tempat tinggal yang dihuni anak dan cucunya, serta warung milik anaknya. Di samping itu, sanggah keluarganya juga ikut terkena proyek shortcut. “Nyak je gaenange sanggah, nak sanggah tiyange kene abedik. Lamun umah kena sing masalah, ne sanggah, biayane nak gede masi, misi kemulan ditu (Apa dibuatkan sanggah lagi, karena sanggah saya kena sedikit. Kalau rumah tidak masalah, ini sanggah perlu biaya besar, ada kemulan disitu),” katanya.

Paparan senada juga disampaikan pemilik lahan lainnya, Jro Mangku Sang Ketut Putu Oka, 68. Meski tempat tinggalnya tidak kena proyek shortcut, namun kandang babinya ikut terkena. Jro Mangku Oka pun berharap nilai ganti rugi lahannya disesuaikan dengan kondisi yang ada. Sebab, lahannya berisi tanaman produktif yang selama ini menghidupi keluarganya, seperti kopi, pisang, keladi, dan bunga pecah seribu.

Luas lahan keluarga Jero Mangku Oka yang kena proyek shortcut sekitar 60 are. “Niki tanah waris, antuk harga sareng keluarga dumun, titiyang ten nainin numas utama ngadol. Durus pemerintah manten, titiyang sukserah sareng pemerintah (Tanah ini warisan, masalah harga sama keluarga dulu, saya tidak pernah membeli atau menjual. Jadi, silakan pemerintah saja, saya menyerahkan pada pemerintah),” papar Jro Mangku Oka.

Kedua pemilik lahan ini mengakui uang ganti rugi yang didapat nanti rencananya dibelikan lahan lagi. Selain untuk melanjutka kehidupannya sebagai petani, mereka juga ingin lahan yang dibeli nanti tidak mengurangi tanah warisannya.

Sementara, Gubernur Bali Wayan Koster menyatakan, dalam proses pembebasan lahan, pihaknya akan memperhatikan warga yang kena pembebasan. Gubernur Koster sempat menyebut akan membuatkan tempat tinggal, termasuk sanggah. “Kita akan memanusiakan pemilik lahan, tidak semena-mena. Nanti kami buatkan rumah dan sanggahnya, nanti kami yang menanggung,” ujar Koster saat acara ground breaking Shortcut Titik 5-6 yang digelar di dekat Mushola Baitul Amin, Banjar Amerta Sari, Desa Pegayaman, Rabu siang. *k19

Komentar