nusabali

Subak-Krama Saling Klaim Pelaba

  • www.nusabali.com-subak-krama-saling-klaim-pelaba

Di lahan itu terdapat mata air yang mengairi subak, peternakan, dan menjadi sumber kehidupan.

TABANAN, NusaBali
Pelaba Pura Ulun Suwi Buka sekitar 1,465 hektare di Banjar Bugbugan Kangin, Desa Senganan, Kecamatan Penebel, Tabanan, jadi sengketa. Sengketa melibatkan krama Subak Rum selaku pangempon Pura Ulun Suwi Buka  dengan warga, I Gusti Ngurah Kerta Negara.

Pihak I Gusti Ngurah Kerta Negara mengklaim tanah tersebut milik leluhurnya. Sehingga tanah itu sudah disertifikatkan dan dijual ke pihak ketiga asal Jakarta, Johan Budi Gunawan. Sedangkan krama Subak Rum mengklaim tanah tersebut dengan bukti pipil petok DD tahun 1977. Bahkan di lahan itu terdapat mata air yang mengairi subak, peternakan, dan menjadi sumber kehidupan. Khawatir lahan itu dikuasi pihak ketiga, krama subak dan pewakilan warga Desa Senganan tidak terima sehingga akan membawa kasus itu ke jalur hukum.

Atas kasus itu, DPRD Tabanan turun memediasi sengketa tersebut di Wantilan Desa Senganan, Kecamatan Penebel, Tabanan, Jumat (16/11). Wakil rakyat yang hadir yakni I Nyoman Arnawa selaku Ketua Fraksi PDIP, I Putu Eka Nurcahyadi selaku Ketus Komisi I DPRD Tabanan, I Wayan Lara selaku Ketua Komisi III, I Gusti Nyoman Wastana yang anggota komisi IV, dan I Wayan Edi Nugraha Giri selaku anggota Komisi I. Turut pula hadir jajaran Polsek Penebel, Kasat Intel Polres Tabanan, Koramil Penebel, dan pihak terkait lainnya.

Penganceng Pura Ulun Suwi Buka dari Puri Bongan, I Gusti Suka Rata mengatakan, pura yang sudah ada sejak dulu ini disungsung oleh leluhurnya. Namun tiba-tiba diklaim oleh pihak ketiga, maka ia pun tidak terima. "Kebetulan ada permasalahan sebagai penganceng pura, wajib ikut membela. Karena buta masalah hukum maka saya serahkan ke orang yang mengerti hukum," ujarnya.

Kata dia, pipil petok DD tanggal 10 November 1977 itu dulunya sempat hilang. Namun ditemukan sekitar empat tahun lalu setelah masa kepengurusan pekaseh sebelumnya. Setelah pipil ditemukan, sekarang I Nyoman Rum Sutarka ingin mensertifikatkan lahan itu menjadi pelaba pura, namun terjadi kendala. "Ada kendala saat mensertifikatkan itu, tidak ada respon, tidak dapat dukungan dan sulit mencari pendamping, akhirnya sayalah dicari," akunya.

Terlebih di  atas lahan seluas 1,465 hektara itu, lanjut dia, ada sumber air yang menjadi sumber kehidupan warga Senganan. Mulai dari mengairi sawah seluas 73 hektare, tempat mencari air minum, hingga keperluan ternak. Ternyata ada perlawanan dari pihak ketiga yang membeli lahan tersebut membawa surat akan segera membuat akses jalan masuk dan sumber mata air itu rencana dikuasi secara pribadi. "Yang memiliki adalah orang luar Bali, sehingga kami sepakat untuk ngayah dan mengembalikan lahan duwe pura ini," tegas Suka Rata.

Kuasa Hukum Subak Rum I Made Supartha mengatakan, pihaknya akan mulai mengumpulkan bukti-bukti supaya bisa mengembalikan kepemilikan lahan ini ke pemiliknya.  "Akan dicek ke BPN. Bagaimana proses sertifikat pribadi bisa keluar. Dari informasi, sertifikat diurus berbekal SPPT bukan berdasarkan pipil. Sehingga ada dugaan rekayasa data," ujarnya.  

Kata dia, tanah seluas 1.465 hektare telah disertifikatkan menjadi tiga buah sertifikat yang keluar tahun 2014. Masing-masing luas 30 are, 40 are, dan 53 are yang di dalamnya ada sumber mata air tersebut. Karena pensertifikatkan diduga tidak berdasarkan bukti outentik, kasus dilaporkan ke Polres Tabanan. "Dengan adanya bukti pipil ini, maka krama subak tidak hanya bisa selamatkan lahan 53 are, namun secara keseluruhan," tegasnya.

Ditemui terpisah, warga lokal pemilik sertifikat tanah Pura Ulun Suwi Buka, I Gusti Ngurah Kerta Negara mengaku tanah tersebut disertifikatkan karena tanah itu milik leluhurnya. Seluruh tanah telah dijual, namun seluas 53 are masih proses balik nama atas nama Johan asal Jakarta tersebut.

Dikatakan, sekitar tahun 1965 orangtuanya sempat berselisih paham dengan seseorang penguasa di desanya. Sehingga lahan tersebut diserahkan ke Subak Rum disamping memang dari dulu ada sumber mata air yang dimanfaatkan oleh petani untuk mengairi sawah.

Hanya saja tahun 1998 atau era reformasi, pihaknya kemudian mengumpulkan bukti-bukti jika tanah tersebut adalah milik leluhurnya. “Berkali-kali mediasi. Bahkan keluarga sayalah yang membayar pajaknya. Sejak tahun 1990-an. Kemudian tahun 2001 lewat musyarawah desa, tanah ini diakui sebagai milik keluarga saya,” ujarnya.

Dengan pengakuan ini, sertifikat pribadi kemudian dibuat yang kemudian dipecah tiga yaitu atas nama dirinya dan dua saudaranya. “Tanah bagian saudara saya, sudah lebih dulu dijual,” ujarnya.

Kerta Negara menambahkan jika lahan miliknya sempat dipermasalahkan pada tahun 2014. Saat itu bersedia memberikan lahan tersebut asal krama Subak Rum mau bersumpah dan meminum air suci di Pura Ulun Suwi Buka. “Tidak ada yang berani saat itu,” tuturnya. Bahkan sengketa tanah ini sempat menjalani persidangan di PN Tabanan dan dimenangkan oleh Kerta Negara.

Mengenai sumber mata air, kata Kerta Negara,  harusnya krama Subak Rum tidak usah takut. Karena ia menegaskan batas tanah yang ia jual itu tidak termasuk sumber mata air dan Pura Ulun Suwi Buka. “Batas tanah saya tidak termasuk mata air dan pura. Jadi jika memang ada klaim kepemilikan mata air, tidak bisa dilakukan karena tidak masuk dalam areal tanah yang saya jual. Dan tidak mungkin saya menjual sumber mata air, karena harus ada izin," tegas Kerta Negara.

Sementara itu I Nyoman Arnawa selaku anggota Komisi II mengatakan, akan mengkawal kasus  ini sampai tuntas, agar Subak Rum kembali memperoleh tanah milik yang sebenarnya. "Siapa pun yang bikin masalah, kami tidak pandang bulu. Kami tetap berjalan sesuai hukum," tandas Arnawa. *de

Komentar