Dikaji, Wajib Sapi Bali
Regulasi penggunaan daging sapi Bali sudah ada, namun kualitas yang dibutuhkan industri masih ada kesenjangan.
DENPASAR, NusaBali
Dinas Peternakan Provinsi Bali, menyatakan akan segera melakukan kajian terkait produksi sapi Bali dalam kaitannya dengan kewajiban industri yakni hotel, restoran, katering dan industri olahan memanfaatkan daging sapi lokal Bali.
Rencana kajian tersebut diutarakan Kabid Produksi dan Pembibitan Dinas Peternakan Provinsi Bali IGK Nata Kesuma, Minggu (18/11). Hal itu disampaikan Nata Kesuma, ketika dikonfirmasi tentang produksi sapi dan daging sapi Bali, serta serapannya oleh hotel, restoran dan katering (Horeka) sebagaimana diatur Perda 10/2017 dan Pergub Bali Nomor 77/2017. ”Kami akan lakukan kajian untuk itu,” ujar Nata Kesuma.
Memang jelasnya, mengacu Perda dan maupun Pergub semua sudah jelas. Maksudnya regulasinya sudah pasti. Diantaranya untuk hotel wajib menyerap 30 persen daging sapi lokal (Bali) dari seluruh kebutuhannya. Suplier wajib minimal 15 persen, industri pengolahan 10 persen dan seterusnya. ”Persoalannya, apakah kualitas dan standar daging produk kita (Bali) sudah sesuai dengan standar yang dibutuhkan pihak hotel dan industri lainnya,” kata Nata Kesuma. Itulah menurut Nata Kesuma yang masih belum bisa dipastikan.
Sesungguhnya, pemerintah, dalam hal ini Dinas Peternakan lanjut Nata Kesuma sudah melakukan langkah-langkah, dari hulu, tengah dan hilir untuk peningkatan kualitas produk daging sapi Bali, sehingga bisa memenuhi standar atau kriteria yang dibutuhkan pihak hotel dan restoran.
Untuk langkah atau pembinaan di hulu, kata Nata Kesuma kepada peternak diminta melakukan budidaya dengan pola pakan yang berimbang. ”Jangan hanya hijauan saja (rumput), tetapi juga diimbangi pola nutrisi yang memadai, sehingga menghasilkan daging sapi Bali yang empuk,” beber Nata Kesuma.
Artinya, harus ada intervensi terhadap budidaya, khususnya pola pakan. Sedangkan untuk di tengah, pembinaan dan penerapan teknologi aging atau menuakan daging, sudah dilakukan di RPH di Mambal. ”Namun memang baru satu RPH,” ungkapnya. Sedangkan untuk dihillir, tegas Nata Kesuma sudah jelas dengan Pergub 77/2017. ”Berapa kuota serap wajib bagi industri sudah jelas angka-angkanya.”.
Untuk kejelasan produk dan wajib serap itulah, lanjut Nata Kesuma akan dilakukan kajian nanti. ”Jangan hanya meminta (untuk diserap), namun kualitas daging kita belum mampu memenuhi standar yang diharapkan.
Meski demikian pihaknya yakin sudah ada pihak hotel dan industri lainnya yang sudah memanfaatkan produk daging sapi Bali. Hanya berapa jumlahnya, Nata Kesuma mengaku tidak memiliki data. Namun dari fakta di lapangan, dia yakin sudah ada pemanfaatan produk daging sapi Bali.
Terkait hal tersebut, mantan Ketua Pansus Ranperda Pengelolaan Sapi Bali I Nyoman Parta, mengatakan memang masih terkendala dengan ketersediaan daging sapi Bali yang empuk,juga kendala teknologi cara pemotongan dan setelah pemotongan. Selain kata Parta juga karena faktor juga faktor persaingan bisnis. Importir dan distributor sudah keenakannya menggunakan daging impor. ”Gubernur harus kumpulkan para pemilik hotel dan restoran serta swalayan agar mau menggunakan daging sapi Bali,” ujar Parta, politisi asal Desa Guwang, Sukawati, Gianyar.
Sebelumnya Kabid Produksi dan Pembibitan Disnak Bali IGK Nata Kesuma, memaparkan populasi sapi Bali 507.794 ekor , dengan produksi daging sekitar : 11,3 ribu ton atau setara dengan : 83.822 ekor sapi. Dari jumlah sapi tersebut sekitar 31.190 ekor dipotong untuk konsumsi lokal dan sebanyak 52.632 persediaan untuk kuota mensuplay kebutuhan nasional. Berdasarkan data produksi tersebut menunjukkan bahwa neraca suplay demand daging di Bali pada posisi surplus . Namun demikian dalam tiga tahun terakhir ada pemasukan rata – rata sekitar 1.428.693 kg ( 1,4 ribu ton )/tahun dan produk olahan daging sapi sekitar : 479.837 kg ( 479,8 ton )/tahun.Dari total jumlah pemasukan daging beku diperkirakan 40 persen merupakan daging katagori prime cut untuk kebutuhan usaha HOREKA ( Hotel,Restaurant dan Catering ) dan sisanya sekitar 60 % daging katagori scundery cutyang dibutuhkan industri pengolahan. *K17
Dinas Peternakan Provinsi Bali, menyatakan akan segera melakukan kajian terkait produksi sapi Bali dalam kaitannya dengan kewajiban industri yakni hotel, restoran, katering dan industri olahan memanfaatkan daging sapi lokal Bali.
Rencana kajian tersebut diutarakan Kabid Produksi dan Pembibitan Dinas Peternakan Provinsi Bali IGK Nata Kesuma, Minggu (18/11). Hal itu disampaikan Nata Kesuma, ketika dikonfirmasi tentang produksi sapi dan daging sapi Bali, serta serapannya oleh hotel, restoran dan katering (Horeka) sebagaimana diatur Perda 10/2017 dan Pergub Bali Nomor 77/2017. ”Kami akan lakukan kajian untuk itu,” ujar Nata Kesuma.
Memang jelasnya, mengacu Perda dan maupun Pergub semua sudah jelas. Maksudnya regulasinya sudah pasti. Diantaranya untuk hotel wajib menyerap 30 persen daging sapi lokal (Bali) dari seluruh kebutuhannya. Suplier wajib minimal 15 persen, industri pengolahan 10 persen dan seterusnya. ”Persoalannya, apakah kualitas dan standar daging produk kita (Bali) sudah sesuai dengan standar yang dibutuhkan pihak hotel dan industri lainnya,” kata Nata Kesuma. Itulah menurut Nata Kesuma yang masih belum bisa dipastikan.
Sesungguhnya, pemerintah, dalam hal ini Dinas Peternakan lanjut Nata Kesuma sudah melakukan langkah-langkah, dari hulu, tengah dan hilir untuk peningkatan kualitas produk daging sapi Bali, sehingga bisa memenuhi standar atau kriteria yang dibutuhkan pihak hotel dan restoran.
Untuk langkah atau pembinaan di hulu, kata Nata Kesuma kepada peternak diminta melakukan budidaya dengan pola pakan yang berimbang. ”Jangan hanya hijauan saja (rumput), tetapi juga diimbangi pola nutrisi yang memadai, sehingga menghasilkan daging sapi Bali yang empuk,” beber Nata Kesuma.
Artinya, harus ada intervensi terhadap budidaya, khususnya pola pakan. Sedangkan untuk di tengah, pembinaan dan penerapan teknologi aging atau menuakan daging, sudah dilakukan di RPH di Mambal. ”Namun memang baru satu RPH,” ungkapnya. Sedangkan untuk dihillir, tegas Nata Kesuma sudah jelas dengan Pergub 77/2017. ”Berapa kuota serap wajib bagi industri sudah jelas angka-angkanya.”.
Untuk kejelasan produk dan wajib serap itulah, lanjut Nata Kesuma akan dilakukan kajian nanti. ”Jangan hanya meminta (untuk diserap), namun kualitas daging kita belum mampu memenuhi standar yang diharapkan.
Meski demikian pihaknya yakin sudah ada pihak hotel dan industri lainnya yang sudah memanfaatkan produk daging sapi Bali. Hanya berapa jumlahnya, Nata Kesuma mengaku tidak memiliki data. Namun dari fakta di lapangan, dia yakin sudah ada pemanfaatan produk daging sapi Bali.
Terkait hal tersebut, mantan Ketua Pansus Ranperda Pengelolaan Sapi Bali I Nyoman Parta, mengatakan memang masih terkendala dengan ketersediaan daging sapi Bali yang empuk,juga kendala teknologi cara pemotongan dan setelah pemotongan. Selain kata Parta juga karena faktor juga faktor persaingan bisnis. Importir dan distributor sudah keenakannya menggunakan daging impor. ”Gubernur harus kumpulkan para pemilik hotel dan restoran serta swalayan agar mau menggunakan daging sapi Bali,” ujar Parta, politisi asal Desa Guwang, Sukawati, Gianyar.
Sebelumnya Kabid Produksi dan Pembibitan Disnak Bali IGK Nata Kesuma, memaparkan populasi sapi Bali 507.794 ekor , dengan produksi daging sekitar : 11,3 ribu ton atau setara dengan : 83.822 ekor sapi. Dari jumlah sapi tersebut sekitar 31.190 ekor dipotong untuk konsumsi lokal dan sebanyak 52.632 persediaan untuk kuota mensuplay kebutuhan nasional. Berdasarkan data produksi tersebut menunjukkan bahwa neraca suplay demand daging di Bali pada posisi surplus . Namun demikian dalam tiga tahun terakhir ada pemasukan rata – rata sekitar 1.428.693 kg ( 1,4 ribu ton )/tahun dan produk olahan daging sapi sekitar : 479.837 kg ( 479,8 ton )/tahun.Dari total jumlah pemasukan daging beku diperkirakan 40 persen merupakan daging katagori prime cut untuk kebutuhan usaha HOREKA ( Hotel,Restaurant dan Catering ) dan sisanya sekitar 60 % daging katagori scundery cutyang dibutuhkan industri pengolahan. *K17
1
Komentar