Perbekel Dipolisikan Anggota Dewan
Karena Persempit Akses Jalan Pura Bingin di Desa Pergung
NEGARA, NusaBali
Anggota Fraksi Demokrat DPRD Jembrana, I Putu Kama Wijaya alias Tu Kama, laporkan Perbekel Pergung, Kecamatan Menydoyo, I Ketut Wimantra, ke Polsek Mendoyo, Rabu (21/11) pagi. Perbekel Ketut Wimantra dipolisikan atas tuduhan membangun tembok panyengker rumah hingga mempersempit akses jalan menuju Pura Bingin di Banjar Baler Pasar, Desa Pergung.
Tu Kama melaporkan kasus ini ke polisi dalam kapasitasnya sebagai Ketua Pangempon Pura Bingin. Tu Kama menilai tindakan Perbekel Pergung dengan menutup hampir setengah badan jalan umum berupa ra-bat beton yang sebelumnya dibangun menggunakan dana pemerintah, telah melanggar hukum dan bikin resah pamadek (umat yang tangkil sembahyang) ke Pura Bingin.
Politisi Demokrat asal Desa Pergung ini datang ke Polsek Mendoyo untuk melaporkan sang Perbekel, Rabu pagi pukul 10.00 Wita. Saat melapor, Tu Kama mengajak Sekretaris Pangempon Pura Bingin, I Made Susena. Hanya saja, laporan tersebut buat sementara belum dimasukan sebagai laporan resmi, namun tetap ditampung pihak kepolisian sebagai pengaduan masyarakat.
“Saya laporkan yang bersangkutan (Perbekel Pergung, Ketut Wimantra, Red) karena telah melakukan tindakan melawan hukum menutup akses umum pamedalan (jalan) Pura Bingin, yang berakibat mengganggu pelaksanaan aktivitas keagamaan,” ujar Tu Kama saat ditemui NusaBali di Kantor DPRD Jembrana, kemarin siang.
Menurut Tu Kama, akibat penyempitan akses jalan umum tersebut, pamadek yang hendak tangkil ke Pura Bingin tidak bisa lagi naik kendaraan roda empat. Pamedek terpaksa harus berjalan kaki sejauh 200 meter dan menaruh kendaraan di pinggiran jalan umum, untuk tangkil ke Pura Bingin---yang diempon 6 dadia dari Desa Pergung, serta beberapa dadia dari Desa Medewi, Kecamatan Pekutatan, Jembrana. Pa-dahal, kata dia, di depan Pura Bingin tersedia lahan yang cukup luas untuk parkir kendaraan roda empat.
“Itu jelas mengganggu. Seperti odalan di Pura Bingin hari ini (Budha Keliwon Gumbreg, Rabu kemarin, Red), kami kesulitan membawa barang-barang persiapan, seperti banten, bale, dan terob. Apalagi, nanti ada pamedek dari Desa Madewi mau menampilkan igel-igelan (tarian),” sesal Tu Karma.
Tembok penyengker rumah Perbekel Pergung yang memakan hampir setengah badan jalan ke Pura Bingin, kata Tu Kama, baru dibangun beberapa waktu lalu. Tu Kama mengaku tidak mengerti apa tujuan Perbekel Ketut Wimantra menutup akses umum menuju pura. Yang jelas, pihaknya tidak terima dengan tindakan Perbekel Wimantra yang telah mengusik kenyamanan umat bersembahyang, sehingga pilih melapor ke polisi. Harapannya, jangan sampai masalah ini mengundang tindakan anarkis dari masyarakat.
“Ini kan masalah sensitif. Harusnya dia mengerti, apalagi sebagai Perbekel. Kalaupun yang ditembok itu diklaim hak pribadinya, kenapa proyek rabat beton dari anggaran pemerintah dibawa ke milik pribadi? Kalau seperti itu, kan sama saja dia memperkaya diri sendiri,” sindir Tu Kama.
Dikonfirmasi terpisah, Rabu kemarin, Kapolsek Mendoyo Kompol I Gusti Agung Sukasana membenarkan ada laporan menganai masalah penyempitan jalan ke Pura Bingin, Desa Pergung. Namun, pihaknya belum lengkap mengetahui persoalannya, sehingga belum dapat menerima secara resmi laporan tersebut. “Saya masih rapat, dan tadi saya dapat laporan dari Babhinkamtibmas, kalau ada orang melapor masalah jalan ke Pura Bingin. Tapi, belum lengkap, dan masih berusaha kami lihat persoalannya,” papar Kompol IGA Sukasana.
Sementara itu, Perbekel Ketut Wimantra mengaku sudah mendengar dirinya dilaporkan ke Polsek Mendoyo. Menurut Wimantra, akses jalan selebar 2 meter menuju Pura Bingin itu sepenuhnya merupakan hak milik pribadi dan telah bersertifikat atas nama sendiri. Sebelumnya, tanah selebar 2 meter itu dipinjamkan untuk jalan menuju Pura Bingin yang juga diempon keluarganya. Namun, sebagai pemberi tanah tersebut, belakangan dia merasa kecewa dengan peminjaman akses jalan yang tidak pernah dihargai pengurus Pura Bingin. Wimantra pun merasa terganggu dengan akses jalan yang juga sering digunakan membawa mobil pribadi maupun kerbau pakepungan, sehingga berulangkali merusak pojokan tembok panyengker maupun rumahnya.
Wimantra mengisahkan, setahun lalu dia berusaha mewacanakan rencana mempersempit akses jalan tersebut, dengan harapan warga di belakang rumahya maupun pengurus Pura Bingin sadar telah meminjam tanah pribadinya. Tapi, karena lama tidak ada respons, Wimantra putuskan untuk membangun tembok panyengker yang menonjol sepanjang 10 meter, dengan menutup selebar 0,5 meter dari total jalan selebar 2 meter tersebut.
“Jadi, tidak benar kalau saya menutup jalan ke Pura Bingin. Itu memang tanah saya, dan saya sudah sepakat melepaskan tanah sebelar 1,5 meter untuk jalan ke pura. Kalau mau, saya bisa saja tutup semua. Tapi, saya hanya menutup 50 centimeter sepanjang 10 meter,” beber Wimantra saat dikonfirmasi NusaBali secara terpisah, Rabu kemarin.
Menurut Wimantra, saat menggelar rapat terkait rencana mempersempit jalan, seminggu lalu, Putu Kamawijaya alias Tu Kama sempat menyampaikan jika tidak masalah, karena memang tanah pribadi. Karenanya, dalam rapat itu Wimantra merasa sudah tidak ada masalah. Namun, begitu tahu Tu Kama ternyata melaporkan dirinya ke Polsek Mendoyo kemarin, Wimantra pun kecewa.
“Dia sendiri (Tu Kama) yang bilang menghargai, karena itu hak saya. Tapi, sekarang dia malah berbalik melaporkan saya. Orang seperti itu apa tidak orang gila? Makanya saya harap nanti lebih baik diresmikan laporannya di kepolisian itu, biar jelas masalahnya,” tantang Wimastra.
Sebenarnya, lanjut Wimantra, jika dari awal sudah ada itikad baik untuk duduk bersama dari pihak pengurus Pura Bingin terkait akses jalan tersebut, dia siap merelakan tanah selebar 2 meter untuk jalan. Tapi, karena sejak Tu Kama menjadi Ketua Pangempon Pura Bingin tidak pernah berkoordinasi, maka Wismaya yang seorang Perbekel pun sangat tersinggung. Dia sangat ingin menyelesaikan masalah ini lewat jalur hukum.
“Kalau masalah rabat beton jalan menuju Pura Bingin, memang itu dulu saya ajukan ke desa untuk kebaikan pura, dibangun sekitar tahun 2011. Itu saya buat untuk kebaikan Pura Bingin, karena dari awal kakek, ayah, dan saya sendiri yang juga ikut memiliki pura itu. Tapi, setelah Tu Kama menjadi Ketua Pangempon Pura Bingin, kok malah saya terus diinjak-injak. Saya berani pastikan, dia ingin menjatuhkan saya, karena saya tidak bisa dirangkul untuk kepentingan politiknya. Itu jelas ada unsur politik, mau menginjak saya,” tegas Wimantra. *ode
Anggota Fraksi Demokrat DPRD Jembrana, I Putu Kama Wijaya alias Tu Kama, laporkan Perbekel Pergung, Kecamatan Menydoyo, I Ketut Wimantra, ke Polsek Mendoyo, Rabu (21/11) pagi. Perbekel Ketut Wimantra dipolisikan atas tuduhan membangun tembok panyengker rumah hingga mempersempit akses jalan menuju Pura Bingin di Banjar Baler Pasar, Desa Pergung.
Tu Kama melaporkan kasus ini ke polisi dalam kapasitasnya sebagai Ketua Pangempon Pura Bingin. Tu Kama menilai tindakan Perbekel Pergung dengan menutup hampir setengah badan jalan umum berupa ra-bat beton yang sebelumnya dibangun menggunakan dana pemerintah, telah melanggar hukum dan bikin resah pamadek (umat yang tangkil sembahyang) ke Pura Bingin.
Politisi Demokrat asal Desa Pergung ini datang ke Polsek Mendoyo untuk melaporkan sang Perbekel, Rabu pagi pukul 10.00 Wita. Saat melapor, Tu Kama mengajak Sekretaris Pangempon Pura Bingin, I Made Susena. Hanya saja, laporan tersebut buat sementara belum dimasukan sebagai laporan resmi, namun tetap ditampung pihak kepolisian sebagai pengaduan masyarakat.
“Saya laporkan yang bersangkutan (Perbekel Pergung, Ketut Wimantra, Red) karena telah melakukan tindakan melawan hukum menutup akses umum pamedalan (jalan) Pura Bingin, yang berakibat mengganggu pelaksanaan aktivitas keagamaan,” ujar Tu Kama saat ditemui NusaBali di Kantor DPRD Jembrana, kemarin siang.
Menurut Tu Kama, akibat penyempitan akses jalan umum tersebut, pamadek yang hendak tangkil ke Pura Bingin tidak bisa lagi naik kendaraan roda empat. Pamedek terpaksa harus berjalan kaki sejauh 200 meter dan menaruh kendaraan di pinggiran jalan umum, untuk tangkil ke Pura Bingin---yang diempon 6 dadia dari Desa Pergung, serta beberapa dadia dari Desa Medewi, Kecamatan Pekutatan, Jembrana. Pa-dahal, kata dia, di depan Pura Bingin tersedia lahan yang cukup luas untuk parkir kendaraan roda empat.
“Itu jelas mengganggu. Seperti odalan di Pura Bingin hari ini (Budha Keliwon Gumbreg, Rabu kemarin, Red), kami kesulitan membawa barang-barang persiapan, seperti banten, bale, dan terob. Apalagi, nanti ada pamedek dari Desa Madewi mau menampilkan igel-igelan (tarian),” sesal Tu Karma.
Tembok penyengker rumah Perbekel Pergung yang memakan hampir setengah badan jalan ke Pura Bingin, kata Tu Kama, baru dibangun beberapa waktu lalu. Tu Kama mengaku tidak mengerti apa tujuan Perbekel Ketut Wimantra menutup akses umum menuju pura. Yang jelas, pihaknya tidak terima dengan tindakan Perbekel Wimantra yang telah mengusik kenyamanan umat bersembahyang, sehingga pilih melapor ke polisi. Harapannya, jangan sampai masalah ini mengundang tindakan anarkis dari masyarakat.
“Ini kan masalah sensitif. Harusnya dia mengerti, apalagi sebagai Perbekel. Kalaupun yang ditembok itu diklaim hak pribadinya, kenapa proyek rabat beton dari anggaran pemerintah dibawa ke milik pribadi? Kalau seperti itu, kan sama saja dia memperkaya diri sendiri,” sindir Tu Kama.
Dikonfirmasi terpisah, Rabu kemarin, Kapolsek Mendoyo Kompol I Gusti Agung Sukasana membenarkan ada laporan menganai masalah penyempitan jalan ke Pura Bingin, Desa Pergung. Namun, pihaknya belum lengkap mengetahui persoalannya, sehingga belum dapat menerima secara resmi laporan tersebut. “Saya masih rapat, dan tadi saya dapat laporan dari Babhinkamtibmas, kalau ada orang melapor masalah jalan ke Pura Bingin. Tapi, belum lengkap, dan masih berusaha kami lihat persoalannya,” papar Kompol IGA Sukasana.
Sementara itu, Perbekel Ketut Wimantra mengaku sudah mendengar dirinya dilaporkan ke Polsek Mendoyo. Menurut Wimantra, akses jalan selebar 2 meter menuju Pura Bingin itu sepenuhnya merupakan hak milik pribadi dan telah bersertifikat atas nama sendiri. Sebelumnya, tanah selebar 2 meter itu dipinjamkan untuk jalan menuju Pura Bingin yang juga diempon keluarganya. Namun, sebagai pemberi tanah tersebut, belakangan dia merasa kecewa dengan peminjaman akses jalan yang tidak pernah dihargai pengurus Pura Bingin. Wimantra pun merasa terganggu dengan akses jalan yang juga sering digunakan membawa mobil pribadi maupun kerbau pakepungan, sehingga berulangkali merusak pojokan tembok panyengker maupun rumahnya.
Wimantra mengisahkan, setahun lalu dia berusaha mewacanakan rencana mempersempit akses jalan tersebut, dengan harapan warga di belakang rumahya maupun pengurus Pura Bingin sadar telah meminjam tanah pribadinya. Tapi, karena lama tidak ada respons, Wimantra putuskan untuk membangun tembok panyengker yang menonjol sepanjang 10 meter, dengan menutup selebar 0,5 meter dari total jalan selebar 2 meter tersebut.
“Jadi, tidak benar kalau saya menutup jalan ke Pura Bingin. Itu memang tanah saya, dan saya sudah sepakat melepaskan tanah sebelar 1,5 meter untuk jalan ke pura. Kalau mau, saya bisa saja tutup semua. Tapi, saya hanya menutup 50 centimeter sepanjang 10 meter,” beber Wimantra saat dikonfirmasi NusaBali secara terpisah, Rabu kemarin.
Menurut Wimantra, saat menggelar rapat terkait rencana mempersempit jalan, seminggu lalu, Putu Kamawijaya alias Tu Kama sempat menyampaikan jika tidak masalah, karena memang tanah pribadi. Karenanya, dalam rapat itu Wimantra merasa sudah tidak ada masalah. Namun, begitu tahu Tu Kama ternyata melaporkan dirinya ke Polsek Mendoyo kemarin, Wimantra pun kecewa.
“Dia sendiri (Tu Kama) yang bilang menghargai, karena itu hak saya. Tapi, sekarang dia malah berbalik melaporkan saya. Orang seperti itu apa tidak orang gila? Makanya saya harap nanti lebih baik diresmikan laporannya di kepolisian itu, biar jelas masalahnya,” tantang Wimastra.
Sebenarnya, lanjut Wimantra, jika dari awal sudah ada itikad baik untuk duduk bersama dari pihak pengurus Pura Bingin terkait akses jalan tersebut, dia siap merelakan tanah selebar 2 meter untuk jalan. Tapi, karena sejak Tu Kama menjadi Ketua Pangempon Pura Bingin tidak pernah berkoordinasi, maka Wismaya yang seorang Perbekel pun sangat tersinggung. Dia sangat ingin menyelesaikan masalah ini lewat jalur hukum.
“Kalau masalah rabat beton jalan menuju Pura Bingin, memang itu dulu saya ajukan ke desa untuk kebaikan pura, dibangun sekitar tahun 2011. Itu saya buat untuk kebaikan Pura Bingin, karena dari awal kakek, ayah, dan saya sendiri yang juga ikut memiliki pura itu. Tapi, setelah Tu Kama menjadi Ketua Pangempon Pura Bingin, kok malah saya terus diinjak-injak. Saya berani pastikan, dia ingin menjatuhkan saya, karena saya tidak bisa dirangkul untuk kepentingan politiknya. Itu jelas ada unsur politik, mau menginjak saya,” tegas Wimantra. *ode
Komentar