nusabali

Krama Lanang Jalan Kaki Keliling Desa dengan Riasan Wajah Seram

  • www.nusabali.com-krama-lanang-jalan-kaki-keliling-desa-dengan-riasan-wajah-seram

Versi Bendesa Pakraman Tengkulak Kelod, Dewa Ngakan Ketut Suarbawa, tradisi ritual Ngerebeg bermakna sebagai tolak bala untuk memohon keharmonisan jagat, serta menetralisir aura yang bersifat negatif

Krama Desa Pakraman Tengkulak Kelod, Kecamatan Sukawati Gelar Tradisi Ritual Ngerebeg


GIANYAR, NusaBali
Krama Desa Pakraman Tengkulak Kelod, Desa Kemenuh, Kecamatan Sukawati, Gianyar menggelar tradisi ritual Ngerebeg pada Budha Kliwon Gumbreg, Rabu (21/11) siang. Ritual jalan kaki keliling desa yang bermakna untuk tolak bala ini, melibatkan ratusan kaum lanang (laki-laki) mulai anak-anak, remaja, dewasa, hingga lanjut usia yang semuanya merias wajah hingga tampak seram.

Krama lanang yang merias diri beragam rupa, warna, dan bentuk ini melakukan ritual jalan keliling wilayah Desa Pakraman Tengkulak Kelod dengan diiringi tabuh baleganjur dan kulkul dari bambu. Mereka juga ikut mundut sarana upakara seperti pasepan, canang rebong, tedung, hingga umbul-umbul. Keunikan tradisi ritual Ngerebeg ini menjadi daya tarik tersendiri dan tontonan bagi pengguna jalan maupun wisatawan asing.

Menurut Bendesa Pakraman Tengkulak Kelod, Dewa Ngakan Ketut Suarbawa,  tradisi ritual Ngerebeg ini merupakan warisan leluhur yang rutin digelar setahun sekali. Rangkaian tradisi ritual Ngerebeg dimulai saat awal sasih Kalima (bulan kelima sistem penanggalan Bali). Rangkaian dimulai pada rahina Kajeng Kliwon pertama sasih Kalima, di mana krama Desa Pakraman Tengkulak Kelod nunas pasikepan berupa benang tridatu dan melaksanakan upacara pecaruan.

Sedangkan pada rahina Kajeng Kliwon kedua sasih Kalima, krama Desa Pakraman Tengkulak Kelod kembali menggelar upacara pecaruan di pura maupun rumah masing-masing. Barulah pada rahina Kajeng Kliwon selanjutnya yang sudah masuk sasih Kanem (bulan keenam sistem penanggalan Bali), Rabu kemarin, dilaksanakan puncak tradisi ritual Ngerebeg.

Dewa Ngakan Suarbawa mengatakan, tradisi ritual Ngerebeg ini bermakna sebagai tolak bala untuk memohon keharmonisan jagat serta menetralisir aura yang bersifat negatif. “Sesuai keyakinan, tradisi ini bertujuan untuk nyomia bhuta kala,” jelas Ngakan Suarbawa kepada NusaBali di sela-sela prosesi ritual Ngerebeg, Rabu kemarin.

Berdasarkan tradisi yang diwarisi secara turun temurut, kata Ngakan Suarbawa, tradisi ritual Ngerebeg ini harus dilakukan saat siang hari. Seluruh krama Desa Pakraman Tengkulak Kelod sudah berdatangan ke Pura Dalem mulai pukul 11.00 Wita. Kemudian, mereka bersama-sama menghaturkan sembah bhakti mohon anugerah.

Saat datang ke Pura Dalem, krama lanang sudah merias diri dengan beragam rupa, bentuk, dan warna. Bagi krama yang tidak berhias dengan cat warna, mereka cukup menorehkan pamor (kapur sirih) pada dahi dan belakang kedua telinganya. “Ini semacam tanda agar dalam prosesi Ngerebeg, mereka dilindungi,” jelas Dewa Ngakan Suarbaya.

Menurut Ngakan Suarbawa, dalam iring-iringan Ngerebeg diyakini ada makhluk gaib yang ikut serta. Nah, krama harus dilindungi dari pengaruh negatif makhluk gaib tersebut dengan colek pamor. “Kami yakin makhluk gaib ikut serta saat ritual Ngerebeg. Makanya, di setiap perempatan dihaturkan banten segehan yang bertujuan untuk menetralisir,” katanya.

Prosesi ritual Ngerebeg jalan kaki keliling desa dimulai pukul 12.00 Wita. Prosesi berlangsung selama 2 jam hingga pukul 14.00 Wita, dimulai dari posisi start di Pura Dalem Desa Pakraman Tengkulan kelod. Dari Pura Dalem, iring-iringan bergerak ke arah selatan menuju batas selatan desa di perbatasan Banjar Batu Sepih, Desa Kemenuh. Dari sana, iring-iringan kembali ke arah utara hingga perbatasan dengan Ban-jar Tengkulak Tengah, Desa Kemenuh. Selanjutnya, iring-iringan berge-rak hingga finish kembali di areal Pura Dalem.

Ngakan Suarbawa mengatakan, tradisi ritual Ngerebeg ini sekaligus untuk mengiringi Ida Batara Sesuhunan Pura Dalem Tengkulak Kelod, berupa Barong dan Rangda, yang tedun napak pertiwi. Krama lanang yang berhias seram pun tampak ikut mundut sarana upakara seperti pasepan, canang rebong, tedung, hingga umbul-umbul.

Ketika prosesi Ngerebeg berakhir sekitar pukul 14.00 Wita, seluruh krama lanang yang berhias seram-seram langsung berjalan kaki menuju Tukad Juga, yakni sungai sebelah barat, untuk membersihkan diri. Keringat yang bercucuran ketika mengikuti prosesi pun seketika hanyut di aliran sungai. “Dengan tubuh yang telah bersih dan segar, krama lanang kembali ke rumah masing-masing melanjutkan aktivitas keseharian mereka,” jelas Ngakan Suarbawa. *nvi

Komentar