nusabali

MUTIARA WEDA : Jalan Tiga Cabang

  • www.nusabali.com-mutiara-weda-jalan-tiga-cabang

Ada tiga cara untuk mencapai moksa, yakni jnanabhyudreka, indriyayayoga, dan trsnadosaksaya. Ketiga hal inilah yang harus dilaksanakan.

Jnānābhyudrekato moksa indriyāyogamārgatah,

Trsnādosaksaya caiva prāpyate kāranatrayāt.
(Wrhaspati Tattwa, 52)


Jnanabhyudreka dapat diartikan sebagai pengetahuan sempurna tentang tattwa. Indriyayayoga-marga artinya melampaui kenikmatan indriya. Sementara trsnadosaksaya berarti melepaskan semua hasil perbuatannya apakah baik atau buruk. Menurut teks di atas, jika ketiga hal ini bisa dikuasai, maka orang tersebut segera berada dalam tahapan moksa atau meraih kebebasan. Ibarat pohon, untuk sampai pada batang pohon utama moksa, ia harus melewati tiga cabang terakhir. Apa pun jenis ranting yang digunakan saat seseorang melaksanakan sadhana, terminal akhir yang masih bisa dikerjakan ada tiga, yakni living dalam tattwa, mengatasi atau melampaui indriya, dan tidak lagi terikat dengan hasil perbuatan. Ini pula indikasi yang bisa dijadikan rujukan apakah orang tersebut benar-benar telah mencapai Jivanmuktah atau belum.

Pertama, mengapa jnanabhyudreka? Mengapa berpusat pada tattwa? Artinya, mereka yang menguasai Tattwa, yang telah menjadikan tattwa tersebut hidup di dalam dirinya, maka orang itu akan berada sepenuhnya di dalam kesadaran. Teks-teks upanisad menyebutkan bahwa dia yang mengetahui Brahman akan menjadi Brahman. Di sini, kata ‘mengetahui’ berarti ‘menyadari’. ‘Menyadari’ berarti berada di dalam ‘kesadaran’. Dia yang berada di dalam ‘tattwa’ berarti berada di dalam ‘kesadaran’, yakni  kesadaran atas ke-tattwa-an tersebut. Apa ke-tattwa-an itu? Dialah Realitas tertinggi, Yang merupakan sumber dari segala sumber, yang merupakan sumber dari segala sumber cahaya, yang senantiasa bahagia. Dia yang sepenuhnya berada di dalam kesadaran ini tentu telah berada dalam moksa.

Kedua, indriyayayoga, yang meskipun panca indera masih aktif bersama objek-objeknya, tetapi hubungan di antara mereka tidak menjadikan dirinya terjebak di dalam kenikmatan-kenikmatannya. Walaupun dia berada di dalamnya, tetapi dia tetap terpisah, tak tersentuh. Hubungan indera dengan objeknya tidak membuat dirinya terlena dan melupakan kesadaran yang tertinggi yang merupakan sifatnya yang sejati. Di sini, indriyayayoga bukan berarti dia yang menjauhkan diri dari objek duniawi, sebab itu tidaklah mungkin, karena sepanjang badan masih hidup, indera yang ada di dalamnya akan tetap aktif, dan jika indera tetap aktif, artinya indera tersebut tetap bersentuhan dengan objeknya. Hanya saja, ada perbedaan mencolok antara orang yang telah mencapai pembebasan dengan orang biasa. Orang yang telah bebas mampu menguasai inderanya, kapan dia harus menikmati dan kapan harus tidak. Sementara itu, orang biasa sepenuhnya dikuasai oleh indera-inderanya. Dirinya tidak berdaya dengan godaan kenikmatan yang ditimbulkan oleh kontak indera dengan objeknya.

Ketiga, trsnadosaksaya, orang yang tidak lagi terikat akan buah dari karmanya. Setiap perbuatannya telah bebas dari motif pribadi. Tindakan apapun yang dikerjakannya itu semata-mata alam menghendakinya. Tindakannya itu selaras dengan hukum semesta. Dalam ajaran bhakti hal ini mungkin bisa disetarakan dengan pernyataan “setiap tindakan yang diakukan sepenuhnya atas kehendak-Nya, badan ini hanyalah alat Beliau”. Hal ini bisa diibaratkan dengan sekuntum bunga mawar. Di mana pun bunga mawar itu tumbuh, apakah di taman atau di hutan, apakah di tempat ramai atau di tempat sunyi, dia akan menebarkan bau semerbak yang sama. Bau semerbak mawar tidak pernah bertindak politis, artinya untuk menarik perhatian orang, dia baru menebarkan bau harumnya hanya ketika tumbuh di tempat ramai atau di taman, sementara saat tumbuh di hutan atau di tempat sunyi, dirinya ogah menebarkan bau harumnya.

Semesta telah memiliki kecerdasannya sendiri yang telah berjalan sedemikian adanya. Artinya, jika seseoang mampu mengaktualisasikan hukum semesta ini ke dalam dirinya, maka setiap tindakannya tidak akan meninggalkan bekas. Orang yang bertindak tanpa bekas tidak akan pernah lagi memiliki karma vasana. Orang yang tidak memiliki karma Vasana artinya orang yang tidak lagi ditarik untuk lahir kembali ke dunia. Dia telah tidak memiliki kewajiban lagi untuk lahir ke dunia. Semua tugasnya telah selesai, sehingga ketika kematiannya kelak, dirinya lebur ke dalam kesadaran kosmik. Inilah mengapa teks di atas menjadikan trsnadosaksaya sebagai salah satu kriteria moksa. *

I Gede Suwantana
Direktur Indra Udayana Institut of Vedanta  

Komentar