Alami Kelainan Saraf Motorik, Gede Raka Tidak Bisa Berdiri dan Bicara
Sungguh malang nasib Gede Raka Aditya Pratama. Bocah 5 tahun asal Padangsambian Kelod, Denpasar ini sejak kecil mengalami kelainan di pusat saraf motorik pada otaknya yang mengakibatkan tumbuh kembangnya tidak normal.
DENPASAR, NusaBali
Gede Raka tidak bisa berdiri dan duduk. Berbicara tidak bisa, menelan makanan juga sulit. Sang ayah, Gede Sugiarta, 30, dengan setia mendampingi buah hati kesayangannya itu terbaring di Ruang Cempaka 3 RSUP Sanglah Denpasar. Sugiarta menuturkan, buah hatinya yang lahir 5 Maret 2013 ini sebenarnya terlahir kembar. Namun sayang, hanya Gede Raka yang selamat. Sementara kembarannya meninggal dari dalam kandungan saat pecah ketuban. “Sewaktu lahir biasa saja, sempat gemuk. Tapi selang setahun tulang leher dan punggung itu lemah. Lehernya tidak mau kekeh, seperti bayi lainnya. Ndak bisa nguntuk (menunduk, red),” tutur Sugiarta.
Dikatakan, menurut dokter, anaknya kurang asupan gizi. Secara medis, disebabkan karena saraf motoriknya terganggu, sehingga berpengaruh ke seluruh organ. Asupan gizi tidak bisa diserap tubuh. “Tumbuh kembangnya tidak normal, tidak bisa gemuk, gak bisa berdiri, gak bisa ngomong, duduk juga gak bisa. Bergerak bisa, cuma ke kiri dan kanan. Di atas tempat tidur saja,” ceritanya.
Seminggu terakhir, kondisi Gede Raka drop. Berat badannya semakin menurun dan makin lemes. Sugiarta sebagai orang tua sangat khawatir dengan kondisi buah hatinya. Ia segera melarikan ke puskesmas sebelum akhirnya dirujuk ke RSUP Sanglah. “Kemarin masuk Sanglah tanggal 22 November, karena kondisinya sempat drop. Kami khawatir. Akhirnya kami larikan ke puskesmas dan dirujuk ke Sanglah. Sekarang perlahan sudah mulai membaik. Berat badannya juga mulai naik. Nafasnya tersengal-sengal, memang kondisinya begitu,” tambahnya.
Selama ini, Sugiarta mengaku juga menempuh pengobatan alternatif karena keterbelakangan ekonomi. Meski demikian ia bersyukur, karena pengobatan anaknya kini sudah bisa tercover JKN. “Tapi yang saya takutkan, pengobatan sebatas mana saja yang ditanggung BPJS kan belum tahu. Takutnya tidak tertanggung semua. Yang ada, nanti saya bingung bakal cari uang kemana kalau itu terjadi,” keluhnya.
Sementara ia juga harus menanggung biaya hidup istri dan anak ketiganya yang baru berusia sembilan bulan. Sugiarta selama ini juga sempat gonta-ganti kerjaan, mulai dari laundry, kuli bangunan, hingga security. “Gaji saya sudah habis buat kebutuhan sehari-hari,” ucapnya, sedih. *ind
Gede Raka tidak bisa berdiri dan duduk. Berbicara tidak bisa, menelan makanan juga sulit. Sang ayah, Gede Sugiarta, 30, dengan setia mendampingi buah hati kesayangannya itu terbaring di Ruang Cempaka 3 RSUP Sanglah Denpasar. Sugiarta menuturkan, buah hatinya yang lahir 5 Maret 2013 ini sebenarnya terlahir kembar. Namun sayang, hanya Gede Raka yang selamat. Sementara kembarannya meninggal dari dalam kandungan saat pecah ketuban. “Sewaktu lahir biasa saja, sempat gemuk. Tapi selang setahun tulang leher dan punggung itu lemah. Lehernya tidak mau kekeh, seperti bayi lainnya. Ndak bisa nguntuk (menunduk, red),” tutur Sugiarta.
Dikatakan, menurut dokter, anaknya kurang asupan gizi. Secara medis, disebabkan karena saraf motoriknya terganggu, sehingga berpengaruh ke seluruh organ. Asupan gizi tidak bisa diserap tubuh. “Tumbuh kembangnya tidak normal, tidak bisa gemuk, gak bisa berdiri, gak bisa ngomong, duduk juga gak bisa. Bergerak bisa, cuma ke kiri dan kanan. Di atas tempat tidur saja,” ceritanya.
Seminggu terakhir, kondisi Gede Raka drop. Berat badannya semakin menurun dan makin lemes. Sugiarta sebagai orang tua sangat khawatir dengan kondisi buah hatinya. Ia segera melarikan ke puskesmas sebelum akhirnya dirujuk ke RSUP Sanglah. “Kemarin masuk Sanglah tanggal 22 November, karena kondisinya sempat drop. Kami khawatir. Akhirnya kami larikan ke puskesmas dan dirujuk ke Sanglah. Sekarang perlahan sudah mulai membaik. Berat badannya juga mulai naik. Nafasnya tersengal-sengal, memang kondisinya begitu,” tambahnya.
Selama ini, Sugiarta mengaku juga menempuh pengobatan alternatif karena keterbelakangan ekonomi. Meski demikian ia bersyukur, karena pengobatan anaknya kini sudah bisa tercover JKN. “Tapi yang saya takutkan, pengobatan sebatas mana saja yang ditanggung BPJS kan belum tahu. Takutnya tidak tertanggung semua. Yang ada, nanti saya bingung bakal cari uang kemana kalau itu terjadi,” keluhnya.
Sementara ia juga harus menanggung biaya hidup istri dan anak ketiganya yang baru berusia sembilan bulan. Sugiarta selama ini juga sempat gonta-ganti kerjaan, mulai dari laundry, kuli bangunan, hingga security. “Gaji saya sudah habis buat kebutuhan sehari-hari,” ucapnya, sedih. *ind
Komentar