Desa Adat Kerobokan Keluarkan SE
Bagi krama Desa Adat Kerobokan yang tak mengindahkan larangan dimaksud, maka krama bersangkutan bisa kena denda setara 5 ton beras.
Larangan Jual Beli, Perdagangkan, dan Konsumsi Daging Anjing
MANGUPURA, NusaBali
Desa Adat Kerobokan, Kecamatan Kuta Utara, mengeluarkan surat edaran (SE) meminta warganya untuk tidak memperjualbelikan, memperdagangkan, mengonsumsi daging anjing. Pasalnya, disinyalir masih adanya aktivitas yang berkaitan dengan perdagangan daging anjing di kawasan tersebut.
Surat edaran yang dikeluarkan pada 26 November 2018, ditandatangani Bendesa Adat Kerobokan AA Putu Sutarja tidak saja berisi pemberitahuan, tapi sekaligus instruksi agar krama Desa Adat Kerobokan mematuhinya. Bila krama tak mengindahkan, maka pihak Desa Adat Kerobokan mengancam akan mengenakan sanksi.
Putu Sutarja mengatakan, alasan mengeluarkan surat edaran ini karena disinyalir di Desa Adat Kerobokan masih ada aktivitas yang berkaitan dengan perdagangan daging anjing. Padahal, sudah ada aturan yang secara tegas melarang. Di antaranya UU Nomor 18 Tahun 2009 jo UU Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, Peraturan Pemerintah Nomor 95 Tahun 2012 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Kesejahteraan Hewan, Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2014 tentang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Hewan, Peraturan Presiden Nomor 48 Tahun 2013 tentang Budidaya Hewan, Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2000 tentang Karantina Hewan, Surat Edaran Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Nomor 9874/SE/pk.420/F/09/2018 tentang Peningkatan Pengawasan Peredaran/Perdagangan Daging Anjing, Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 15 Tahun 2009 tentang Penanggulangan Rabies, Surat Edaran Gubernur Nomor 524.3/9811/KKPP/Disnakkeswan tentang Isu Perdagangan Daging Anjing di Bali.
Di samping itu juga merujuk hasil rekomendasi Focus Group Discussion (FGD) Perdagangan Daging Anjing yang telah dilaksanakan di Kabupaten Badung pada 5 April 2018. Begitu juga, sesuai ajaran agama Hindu yang tertuang dalam sastra Prasasti Panca Dresta, dimana anjing adalah hewan peliharaan dan dapat memberikan tanda-tanda alam.
Dalam ajaran agama Hindu yang tertuang dalam lontar Putru Saji bahwa anjing termasuk dalam hewan-hewan yang tidak boleh dihaturkan dalam persembahyangan, sehingga tidak boleh dikonsumsi.
“Jadi, kepada seluruh krama Desa Adat Kerobokan agar tidak memperjualbelikan, memperdagangkan, mengonsumsi dan atau melakukan aktivitas lain yang berkaitan dengan daging anjing. Bagi yang melanggar akan dikenakan sanksi sesuai perarem Desa Adat Kerobokan,” tegasnya, Kamis (29/11).
“Tapi tentu saja, kami akan berikan peringatan pertama, kedua, dan ketiga. Kalau masih membandel maka kami akan kenakan denda setara 5.000 kilogram beras atau setara 5 ton (sama dengan 50 kwintal). Tinggal dikalikan berapa harga beras sekarang,” tegas Sutarja.
Tidak saja kepada krama Desa Adat Kerobokan, surat edaran ini disampaikan juga kepada Gubenur Bali, Bupati Badung, Camat Kuta Utara, Upasabha Desa Adat Kerobokan, Kertha Desa Adat Kerobokan, Prajuru Desa Adat Kerobokan, Kelian Banjar se-Desa Adat Kerobokan.
Pada bagian lain, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Badung Putu Oka Swadiana, menyambut positif Desa Adat Kerobokan yang telah mengeluarkan imbauan kepada warganya untuk tidak memperjualbelikan, memperdagangkan, mengonsumsi daging anjing. “Saya atas nama Pemerintah Kabupaten Badung, memberikan apresiasi positif kepada Bendesa Adat Kerobokan. Semoga desa-desa adat lainnya bisa segera mengikuti jejak Desa Adat Kerobokan,” katanya.
Dinas Pertanian dan Pangan Badung sampai sekarang tak berhenti melakukan pengawasan dan pembinaan untuk menekan peredaran daging anjing di masyarakat. “Di Badung saat ini sudah ada tim gabungan yang turun ke lapangan untuk memberikan pembinaan rutin kepada masyarakat. Kami sering mendapatkan complain dari organisasi penyayang binatang,” kata Oka Swadiana.
“Mudah-mudahan dengan rutinnya tim ini turun untuk memberikan edukasi, tidak ada lagi daging anjing yang diperjualbelikan di Badung,” harap Oka Swadiana. Menurutnya, daging anjing bukanlah bahan pangan asal hewan sesuai Surat Edaran Gubernur Bali Nomor 524.3/9811/KKPP/Disnakkeswan tanggal 6 Juli 2017. *asa
MANGUPURA, NusaBali
Desa Adat Kerobokan, Kecamatan Kuta Utara, mengeluarkan surat edaran (SE) meminta warganya untuk tidak memperjualbelikan, memperdagangkan, mengonsumsi daging anjing. Pasalnya, disinyalir masih adanya aktivitas yang berkaitan dengan perdagangan daging anjing di kawasan tersebut.
Surat edaran yang dikeluarkan pada 26 November 2018, ditandatangani Bendesa Adat Kerobokan AA Putu Sutarja tidak saja berisi pemberitahuan, tapi sekaligus instruksi agar krama Desa Adat Kerobokan mematuhinya. Bila krama tak mengindahkan, maka pihak Desa Adat Kerobokan mengancam akan mengenakan sanksi.
Putu Sutarja mengatakan, alasan mengeluarkan surat edaran ini karena disinyalir di Desa Adat Kerobokan masih ada aktivitas yang berkaitan dengan perdagangan daging anjing. Padahal, sudah ada aturan yang secara tegas melarang. Di antaranya UU Nomor 18 Tahun 2009 jo UU Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, Peraturan Pemerintah Nomor 95 Tahun 2012 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Kesejahteraan Hewan, Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2014 tentang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Hewan, Peraturan Presiden Nomor 48 Tahun 2013 tentang Budidaya Hewan, Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2000 tentang Karantina Hewan, Surat Edaran Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Nomor 9874/SE/pk.420/F/09/2018 tentang Peningkatan Pengawasan Peredaran/Perdagangan Daging Anjing, Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 15 Tahun 2009 tentang Penanggulangan Rabies, Surat Edaran Gubernur Nomor 524.3/9811/KKPP/Disnakkeswan tentang Isu Perdagangan Daging Anjing di Bali.
Di samping itu juga merujuk hasil rekomendasi Focus Group Discussion (FGD) Perdagangan Daging Anjing yang telah dilaksanakan di Kabupaten Badung pada 5 April 2018. Begitu juga, sesuai ajaran agama Hindu yang tertuang dalam sastra Prasasti Panca Dresta, dimana anjing adalah hewan peliharaan dan dapat memberikan tanda-tanda alam.
Dalam ajaran agama Hindu yang tertuang dalam lontar Putru Saji bahwa anjing termasuk dalam hewan-hewan yang tidak boleh dihaturkan dalam persembahyangan, sehingga tidak boleh dikonsumsi.
“Jadi, kepada seluruh krama Desa Adat Kerobokan agar tidak memperjualbelikan, memperdagangkan, mengonsumsi dan atau melakukan aktivitas lain yang berkaitan dengan daging anjing. Bagi yang melanggar akan dikenakan sanksi sesuai perarem Desa Adat Kerobokan,” tegasnya, Kamis (29/11).
“Tapi tentu saja, kami akan berikan peringatan pertama, kedua, dan ketiga. Kalau masih membandel maka kami akan kenakan denda setara 5.000 kilogram beras atau setara 5 ton (sama dengan 50 kwintal). Tinggal dikalikan berapa harga beras sekarang,” tegas Sutarja.
Tidak saja kepada krama Desa Adat Kerobokan, surat edaran ini disampaikan juga kepada Gubenur Bali, Bupati Badung, Camat Kuta Utara, Upasabha Desa Adat Kerobokan, Kertha Desa Adat Kerobokan, Prajuru Desa Adat Kerobokan, Kelian Banjar se-Desa Adat Kerobokan.
Pada bagian lain, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Badung Putu Oka Swadiana, menyambut positif Desa Adat Kerobokan yang telah mengeluarkan imbauan kepada warganya untuk tidak memperjualbelikan, memperdagangkan, mengonsumsi daging anjing. “Saya atas nama Pemerintah Kabupaten Badung, memberikan apresiasi positif kepada Bendesa Adat Kerobokan. Semoga desa-desa adat lainnya bisa segera mengikuti jejak Desa Adat Kerobokan,” katanya.
Dinas Pertanian dan Pangan Badung sampai sekarang tak berhenti melakukan pengawasan dan pembinaan untuk menekan peredaran daging anjing di masyarakat. “Di Badung saat ini sudah ada tim gabungan yang turun ke lapangan untuk memberikan pembinaan rutin kepada masyarakat. Kami sering mendapatkan complain dari organisasi penyayang binatang,” kata Oka Swadiana.
“Mudah-mudahan dengan rutinnya tim ini turun untuk memberikan edukasi, tidak ada lagi daging anjing yang diperjualbelikan di Badung,” harap Oka Swadiana. Menurutnya, daging anjing bukanlah bahan pangan asal hewan sesuai Surat Edaran Gubernur Bali Nomor 524.3/9811/KKPP/Disnakkeswan tanggal 6 Juli 2017. *asa
1
Komentar