Kargo Bandara Ngurah Rai Hanya Berkapasitas 50 Ton
Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Tuban, Kecamatan Kuta, Badung masih mengalami kendala utama dalam hal fasilitas dan kapasitas kargo.
MANGUPURA, NusaBali
Bandara ini hanya memiliki satu gudang kargo dengan kapasitas 50 ton per hari. Kepala Otoritas Bandar Udara Wilayah IV Herson dikonfirmasi di sela acara focus group discussion (FGD) yang digelar Puslitbang Udara di Hotel Discovery, Jalan Kartika Plaza, Kuta, Kamis (29/11), mengatakan Bandara Ngurah Rai sebenarnya memiliki keunggulan bila dibanding dengan Singapura. Analisa menunjukkan bahwa mengirim kargo dari Australia ke Jepang melalui Denpasar memiliki keunggulan waktu bila dibandingkan lewat Singapura.
Namun demikian Bandara Ngurah Rai belum memiliki kesiapan yang memadai. Kapastitas gudang kargo hanya 50 ton per hari. Selain itu hanya terdapat satu gudang kargo. Idealnya tiga gudang kargo, yaitu gudang kargo internasional, domestik, dan transshipment (kargo angkut lanjut).
Sementara dari sisi kapasitas belly cargo, lanjut Herson, di Bandara Ngurah Rai sangat memadai, yakni 2.000 ton per hari. Namun, yang baru bisa dimanfaatkan hanya 150 ton per hari atau utilitasnya hanya sekitar 6 persen. Artinya pemanfaatan terhadap kapasitas belly pesawat masih sangat kurang.
“Mengapa baru bisa mencapai 150 ton? Pertama masalah gudang kargo. Gudang kargo di Ngurah Rai kapasitasnya hanya 50 ton per hari. Kedua, masalah koneksitas regulasi. Saat ini belum ada kesesuaian antara karantina, bea cukai, dan Otoritas Bandar Udara yang mengawasi. Artinya harus ada kesesuaian keseluruhannya sehingga rancangan untuk menjadikan 2.000 ton per hari bisa tercapai,” ungkap Herson.
Sementara itu, Ruli Tri Cahyono yang hadir sebagai narasumber dalam FGD kemarin mengatakan Indonesia tak diminati oleh konsumen kargo. Ruli mengatakan dalam bisnis kargo konsumen melihat fasilitas dan nilai value for money yang tinggi. “Untuk menggapai potensi seperti Singapura misalnya, tentu saja yang harus diperhatikan adalah fasilitas. Bukannya kita tak mau (baik pemerintah maupun operator) tetapi kita harus bekerja keras sehingga konsumen itu dengan sendirinya mau untuk di Bali,” tutur dosen Teknik Industri ITB, ini.
Director Cargo Terminals and Regulated Agents PT Angkasa Pura Logistics Akhmad Munir, menambahkan selain masalah fasilitas Indonesia tak dipilih lantaran letak geografis. Akhmad Munir mengatakan letak geografis yang membuat bandara Singapura rute ke seluruh dunia ada semua. Sementara di Indonesia, bandara yang memiliki rute ke seluruh dunia masih kurang, padahal distribusi barang ke seluruh dunia. Itulah keuntungan dari letak geografis.
Namun, untuk Indonesia bisa menyaingi Singapura melalui bandara di Batam, Jakarta, Makassar, dan Bali kalau rutenya bertambah, tarif murah, dan cepat, pasti bisa mengalahkan Singapura. “Di Singapura ground timenya cukup lama. Karena banyak yang antre dan faktor lainya. Selain itu tempat kargonya jauh dari parkir. Kalau bandara di Indonesia lebih mempercepat waktu dan diiringi dengan fasilitas yang memadai, Indonesia akan bisa bersaing dengan negara lain,” kata Akhmad Munir. *po
Bandara ini hanya memiliki satu gudang kargo dengan kapasitas 50 ton per hari. Kepala Otoritas Bandar Udara Wilayah IV Herson dikonfirmasi di sela acara focus group discussion (FGD) yang digelar Puslitbang Udara di Hotel Discovery, Jalan Kartika Plaza, Kuta, Kamis (29/11), mengatakan Bandara Ngurah Rai sebenarnya memiliki keunggulan bila dibanding dengan Singapura. Analisa menunjukkan bahwa mengirim kargo dari Australia ke Jepang melalui Denpasar memiliki keunggulan waktu bila dibandingkan lewat Singapura.
Namun demikian Bandara Ngurah Rai belum memiliki kesiapan yang memadai. Kapastitas gudang kargo hanya 50 ton per hari. Selain itu hanya terdapat satu gudang kargo. Idealnya tiga gudang kargo, yaitu gudang kargo internasional, domestik, dan transshipment (kargo angkut lanjut).
Sementara dari sisi kapasitas belly cargo, lanjut Herson, di Bandara Ngurah Rai sangat memadai, yakni 2.000 ton per hari. Namun, yang baru bisa dimanfaatkan hanya 150 ton per hari atau utilitasnya hanya sekitar 6 persen. Artinya pemanfaatan terhadap kapasitas belly pesawat masih sangat kurang.
“Mengapa baru bisa mencapai 150 ton? Pertama masalah gudang kargo. Gudang kargo di Ngurah Rai kapasitasnya hanya 50 ton per hari. Kedua, masalah koneksitas regulasi. Saat ini belum ada kesesuaian antara karantina, bea cukai, dan Otoritas Bandar Udara yang mengawasi. Artinya harus ada kesesuaian keseluruhannya sehingga rancangan untuk menjadikan 2.000 ton per hari bisa tercapai,” ungkap Herson.
Sementara itu, Ruli Tri Cahyono yang hadir sebagai narasumber dalam FGD kemarin mengatakan Indonesia tak diminati oleh konsumen kargo. Ruli mengatakan dalam bisnis kargo konsumen melihat fasilitas dan nilai value for money yang tinggi. “Untuk menggapai potensi seperti Singapura misalnya, tentu saja yang harus diperhatikan adalah fasilitas. Bukannya kita tak mau (baik pemerintah maupun operator) tetapi kita harus bekerja keras sehingga konsumen itu dengan sendirinya mau untuk di Bali,” tutur dosen Teknik Industri ITB, ini.
Director Cargo Terminals and Regulated Agents PT Angkasa Pura Logistics Akhmad Munir, menambahkan selain masalah fasilitas Indonesia tak dipilih lantaran letak geografis. Akhmad Munir mengatakan letak geografis yang membuat bandara Singapura rute ke seluruh dunia ada semua. Sementara di Indonesia, bandara yang memiliki rute ke seluruh dunia masih kurang, padahal distribusi barang ke seluruh dunia. Itulah keuntungan dari letak geografis.
Namun, untuk Indonesia bisa menyaingi Singapura melalui bandara di Batam, Jakarta, Makassar, dan Bali kalau rutenya bertambah, tarif murah, dan cepat, pasti bisa mengalahkan Singapura. “Di Singapura ground timenya cukup lama. Karena banyak yang antre dan faktor lainya. Selain itu tempat kargonya jauh dari parkir. Kalau bandara di Indonesia lebih mempercepat waktu dan diiringi dengan fasilitas yang memadai, Indonesia akan bisa bersaing dengan negara lain,” kata Akhmad Munir. *po
Komentar