Disbud Dorong Desa Adat Bikin Perarem
Dinas Kebudayaan (Disbud) Kabupaten Badung ikut angkat bicara dengan sikap Desa Adat Kerobokan yang telah meminta warganya tidak memperjualbelikan, memperdagangkan, mengkonsumsi daging anjing.
Larang Memperjualbelikan Daging Anjing
MANGUPURA, NusaBali
Disbud menilai langkah ini sangat positif, dan diharapkan diikuti oleh desa-desa lainnya. “Begini, sejak awal memang kami di Dinas Kebudayaan mendorong agar desa adat ikut membuatkan aturan terkait peredaran daging anjing ini. Apalagi sudah ada aturan dari Provinsi Bali, jika daging anjing bukan bahan pangan,” kata Kepala Disbud Badung IB Anom Bhasma, Jumat (30/11) kemarin.
Desa Adat di Badung, lanjut Anom Bhasma, bisa memasukkan aturan terkait hal ini di perarem, sehingga bisa ditaati oleh masyarakat. “Dengan perarem lebih kuat dia, karena di sana ada sanksi secara adat juga,” imbuhnya.
Menurut birokrat asal Desa Taman, Kecamatan Abiansemal ini, awal tahun 2019 mendatang pihaknya sengaja juga akan menyinggung masalah ini dalam sebuah pertemuan dengan para bendesa adat se-Kabupaten Badung. “Sesungguhnya banyak yang akan dibahas di situ. Soal kebijakan bupati mengenai desa adat, masalah sampah, termasuk soal daging anjing yang kerap diperjualbelikan oleh masyarakat,” kata Anom Bhasma.
“Dalam pertemuan nanti kami akan dorong desa adat membuat perarem soal daging anjing. Apa yang dilakukan Desa Adat Kerobokan, kami sangat apresiasi. Mudah-mudahan desa adat lainnya bisa mengikutinya,” harapnya.
Diberitakan sebelumnya, Desa Adat Kerobokan di Kecamatan Kuta Utara mengeluarkan surat edaran (SE) meminta warganya untuk tidak memperjualbelikan, memperdagangkan, mengonsumsi daging anjing. Surat edaran yang dikeluarkan tanggal 26 November 2018, serta ditandatangani langsung Bendesa Adat Kerobokan AA Putu Sutarja tidak saja berisi pemberitahuan, tapi sekaligus instruksi agar krama Desa Adat Kerobokan menaatinya. Bila mana warga tak mengindahkan, maka pihak Desa Adat Kerobokan mengancam akan mengenakan sanksi. *asa
MANGUPURA, NusaBali
Disbud menilai langkah ini sangat positif, dan diharapkan diikuti oleh desa-desa lainnya. “Begini, sejak awal memang kami di Dinas Kebudayaan mendorong agar desa adat ikut membuatkan aturan terkait peredaran daging anjing ini. Apalagi sudah ada aturan dari Provinsi Bali, jika daging anjing bukan bahan pangan,” kata Kepala Disbud Badung IB Anom Bhasma, Jumat (30/11) kemarin.
Desa Adat di Badung, lanjut Anom Bhasma, bisa memasukkan aturan terkait hal ini di perarem, sehingga bisa ditaati oleh masyarakat. “Dengan perarem lebih kuat dia, karena di sana ada sanksi secara adat juga,” imbuhnya.
Menurut birokrat asal Desa Taman, Kecamatan Abiansemal ini, awal tahun 2019 mendatang pihaknya sengaja juga akan menyinggung masalah ini dalam sebuah pertemuan dengan para bendesa adat se-Kabupaten Badung. “Sesungguhnya banyak yang akan dibahas di situ. Soal kebijakan bupati mengenai desa adat, masalah sampah, termasuk soal daging anjing yang kerap diperjualbelikan oleh masyarakat,” kata Anom Bhasma.
“Dalam pertemuan nanti kami akan dorong desa adat membuat perarem soal daging anjing. Apa yang dilakukan Desa Adat Kerobokan, kami sangat apresiasi. Mudah-mudahan desa adat lainnya bisa mengikutinya,” harapnya.
Diberitakan sebelumnya, Desa Adat Kerobokan di Kecamatan Kuta Utara mengeluarkan surat edaran (SE) meminta warganya untuk tidak memperjualbelikan, memperdagangkan, mengonsumsi daging anjing. Surat edaran yang dikeluarkan tanggal 26 November 2018, serta ditandatangani langsung Bendesa Adat Kerobokan AA Putu Sutarja tidak saja berisi pemberitahuan, tapi sekaligus instruksi agar krama Desa Adat Kerobokan menaatinya. Bila mana warga tak mengindahkan, maka pihak Desa Adat Kerobokan mengancam akan mengenakan sanksi. *asa
1
Komentar