nusabali

Rumah Gazebo Dari Sampah Kayu Kembali Dibuat

  • www.nusabali.com-rumah-gazebo-dari-sampah-kayu-kembali-dibuat

Pasca rumahnya tersapu ombak, Wayan Sumarta,55, di Pantai Kelating, Kecamatan Kerambitan, Tabanan, kembali membangun rumah.

TABANAN, NusaBali

Ia kini membangun rumah berbahan sampah pantai di lahan kosong milik I Dewa Gede Surya,55, di Banjar Dangin Jalan, desa setempat. Rumah tersebut akan dibuat menyerupai gazebo. Kini tengah dibuat bagian pintu masuk yang tampak unik dan alami. Pantauan di lokasi, Jumat (30/11) pagi, beberapa potongan limbah kayu mulai dari ranting, kayu besar maupun limbah kayu lain, yang didapat dari pantai setempat ditata sedemikan rupa. Sumarta memadukan potongan kayu yang satu dengan lainnya. Ketika dirasa cocok, potongan kayu itu dilem dan dipaku. Hasilnya menjadi karya bernilai seni.

Sumarta atau yang kerap disapa Sulok ini mengaku, aksi yang dilakukan tiada lain untuk menggugah masyarakat agar peduli dengan lingkungan. Karena saat ini kesadaran masyarakat terhadap sampah masih rendah. "Mengingat kalau di pantai buat hal serupa rawan dengan cuaca, sehingga kami memanfaatkan lahan kosong" ungkapnya.

Kata dia, rumah itu dibangun di lahan kosong milik rekannya, seluas 20 are. Rumah kayu limbah pantai ini akan dilengkapi permainan anak-anak yang juga dibuat dari sampah kayu. "Mengapa kami buat juga permaianan anak, karena kami ingin mengajarkan sejak usia dini anak tersebut peduli dengan lingkungan," jelasnya.

Pembangunan ini melibatkan sembilan warga desa yang menamakan diri komunitas peduli sampah. Mereka kini sedang menyempurnakan beberapa   hal pada bagian gazebo. Saat ini baru finis di bagian pintu masuk, termasuk pembuatan bale bengong dan tempat duduk untuk ngopi-ngopi.

"Namun dari sembilan orang di komunitas ini, yang aktif baru saya dengan pak dewa (Dewa Gede Surya)," tutur Sumarta pria dari Banjar Pekandelan, Desa/Kecamatan Kerambitan, Tabanan ini.

Sumarta yang juga aktivis lingkungan ini mengakui,  kini dirinya baru bisa memungut sampah jenis kayu saja. Ke depannya ketika komunitasnya sudah memiliki legalitas, ia berencana mengolah sampah plastik. Sekarang hal tersebut belum dilakukan karena modal untuk mengolah belum dimilikinya.  "Kami memang ada rencana itu, makanya akan melegalitaskan komunitas kami dulu agar ada perhatian dari pemerintah terkait dalam membantu mengolah sampah plastik," terang Sumerta.  

Sumarta pun menegaskan kembali, aksi unik yang dilakukan ini memang murni mengajak masyarakat untuk peduli lingkungan. Berawal dari banyak orang yang tidak sehat mental karena masih membuang sampah sembarangan di hulu kemudian sampah tersebut bermuara di pantai. "Jadi aksi ini semacam membahasakan mengajak masyarakat mari peduli untuk lingkungan," jelasnya.

Bahkan saking cintanya dengan alam, Sumarta juga membuat kerajinan dari limbah kayu. Yang paling dominan dibuat adalah asbak dan bingkai foto. Hasil karya asbak yang dibuat ternyata banyak diminati orang. Tak jarang banyak yang mencari kemudian membeli dengan harga kisaran Rp 200.000. Namun untuk bingkai belum ada yang melirik. Asbak sampah yang dibuat ini terbilang unik. Karena dipadukan dengan ranting dan batok kelapa. Bahan ini dipermak kemudian dilem atau dipaku. "Membuat seni ini hanya diperlukan kesabaran. Karena ide yang muncul secara otodidak tidak ada konsep apapun," tandasnya.*de

Komentar