Aset Bank Pernigaan Umum Diburu
Sudah lama dilikuidasi, tapi aset-aset BPU disinyalir disalahgunakan sehingga dibentuk tim pemburu aset.
SINGARAJA, NusaBali
Bank Perniagaan Umum (BPU) Cabang Buleleng yang telah dilikuidasi tahun 2001 silam, diperkirakan memiliki aset tanah yang cukup banyak di wilayah Buleleng. Kini aset-aset tersebut tengah diburu oleh lembaga penyelamat aset negara, karena dugaan ada aset yang telah diperjualbelikan.
Konon lembaga penyelamat aset ini telah menunjuk salah satu pentolan LSM di Buleleng, I Gede Angastia. Gede Angastia ditemui di rumahnya di Desa/Kecamatan Kubutambahan, Minggu (2/12) tidak menampik dirinya menjadi salah satu pihak yang ditunjuk memburu aset-aset dari BPU yang ada di Buleleng.
Dikatakan, dirinya mendapat mandat surat tugas dari Lembaga Penyelamat Aset Negara per tanggal 4 Oktober 2018. Surat tersebut ditandatangani oleh Direktur Penyelamat Aset Negara, Prof dr Hanafi Siregar SH MH. “Ya saya bertindak atas nama Lembaga Penyelamat Aset Negara. Sesuai surat tugas, ada tiga bank yang asetnya harus saya selidiki keberadaannya; BPU, Bank Bali dan Bank Dagang Bali,” katanya sambil menunjukkan surat tugasnya.
Gede Angastia mengungkapkan, berdasarkan salinan data yang diberikan dari lembaga penyelamat aset negara, jumlah aset tanah dari BPU diperkirakan sebanyak 60 hektare, tersebar di 9 kecamatan yang ada di Buleleng. Aset tersebut merupakan jaminan pinjaman kredit yang tidak mampu dilunasi oleh para nasabah. “Sebenarnya aset-aset tersebut sudah disita oleh negara. Hanya saja, fisiknya kan masih di Buleleng, dokumennya dipegang oleh negara. Nah ini yang sedang kami telusuri,” terang petolan LSM Pemerhati Pembangunan Masyarakat Buleleng ini.
Menurut Angastia, dari data dan informasi yang berhasil dikumpulkan, tidak sedikit aset sitaan tersebut telah diperjualbelikan oleh pihak yang tidak bertanggungjawab. Bahkan, ada beberapa aset yang sudah dijadikan perumahan dan dikapling. “Saya sudah pegang datanya. Memang ada yang sudah diperjualbelikan. Ada yang sudah dijadikan perumahan. Nanti ini yang saya himpun datanya, saya masih kumpulkan semua bukti-buktinya,” aku Angastia.
Masih kata Angastia, dari data dan bukti-bukti yang sudah didapat, modus penjualan aset tersebut dengan membuatkan sertifikat hak milik baru. Ini sangat mungkin terjadi, karena anak atau cucu dari pemilik lahan tidak mengetahui kalau sertifikat yang terbit duluan sudah disita oleh bank. Nah ketika lahan itu hendak dijual, maka dibuatkan sertifikat dengan menyatakan sertifikat hilang. “Ada data yang saya dapatkan, ada perbekel yang terlibat juga. Mereka tahu kalau tanah itu adalah dijaminkan, tetapi tetap juga dibaliknama sehingga bisa dijual kepada orang lain. Nantinlah saya masih kumpulkan dulu semua data-datanya,” ungkap Anggastia.
Sekadar diketahui, Bank Perniagaan Umum Cabang Singaraja, berkantor di Jalan Gajah Mada. Sejak dilikuidasi, bangunan kantor BPU itu tidak terurus. Konon lahan itu merupakan tanah negara. *k19
Bank Perniagaan Umum (BPU) Cabang Buleleng yang telah dilikuidasi tahun 2001 silam, diperkirakan memiliki aset tanah yang cukup banyak di wilayah Buleleng. Kini aset-aset tersebut tengah diburu oleh lembaga penyelamat aset negara, karena dugaan ada aset yang telah diperjualbelikan.
Konon lembaga penyelamat aset ini telah menunjuk salah satu pentolan LSM di Buleleng, I Gede Angastia. Gede Angastia ditemui di rumahnya di Desa/Kecamatan Kubutambahan, Minggu (2/12) tidak menampik dirinya menjadi salah satu pihak yang ditunjuk memburu aset-aset dari BPU yang ada di Buleleng.
Dikatakan, dirinya mendapat mandat surat tugas dari Lembaga Penyelamat Aset Negara per tanggal 4 Oktober 2018. Surat tersebut ditandatangani oleh Direktur Penyelamat Aset Negara, Prof dr Hanafi Siregar SH MH. “Ya saya bertindak atas nama Lembaga Penyelamat Aset Negara. Sesuai surat tugas, ada tiga bank yang asetnya harus saya selidiki keberadaannya; BPU, Bank Bali dan Bank Dagang Bali,” katanya sambil menunjukkan surat tugasnya.
Gede Angastia mengungkapkan, berdasarkan salinan data yang diberikan dari lembaga penyelamat aset negara, jumlah aset tanah dari BPU diperkirakan sebanyak 60 hektare, tersebar di 9 kecamatan yang ada di Buleleng. Aset tersebut merupakan jaminan pinjaman kredit yang tidak mampu dilunasi oleh para nasabah. “Sebenarnya aset-aset tersebut sudah disita oleh negara. Hanya saja, fisiknya kan masih di Buleleng, dokumennya dipegang oleh negara. Nah ini yang sedang kami telusuri,” terang petolan LSM Pemerhati Pembangunan Masyarakat Buleleng ini.
Menurut Angastia, dari data dan informasi yang berhasil dikumpulkan, tidak sedikit aset sitaan tersebut telah diperjualbelikan oleh pihak yang tidak bertanggungjawab. Bahkan, ada beberapa aset yang sudah dijadikan perumahan dan dikapling. “Saya sudah pegang datanya. Memang ada yang sudah diperjualbelikan. Ada yang sudah dijadikan perumahan. Nanti ini yang saya himpun datanya, saya masih kumpulkan semua bukti-buktinya,” aku Angastia.
Masih kata Angastia, dari data dan bukti-bukti yang sudah didapat, modus penjualan aset tersebut dengan membuatkan sertifikat hak milik baru. Ini sangat mungkin terjadi, karena anak atau cucu dari pemilik lahan tidak mengetahui kalau sertifikat yang terbit duluan sudah disita oleh bank. Nah ketika lahan itu hendak dijual, maka dibuatkan sertifikat dengan menyatakan sertifikat hilang. “Ada data yang saya dapatkan, ada perbekel yang terlibat juga. Mereka tahu kalau tanah itu adalah dijaminkan, tetapi tetap juga dibaliknama sehingga bisa dijual kepada orang lain. Nantinlah saya masih kumpulkan dulu semua data-datanya,” ungkap Anggastia.
Sekadar diketahui, Bank Perniagaan Umum Cabang Singaraja, berkantor di Jalan Gajah Mada. Sejak dilikuidasi, bangunan kantor BPU itu tidak terurus. Konon lahan itu merupakan tanah negara. *k19
Komentar