Kakao Ekspor Ditarget 200 Ton, Sementara Terpenuhi 125 Ton
Selama 2018 ini, Bidang Perkebunan pada Dinas Pertanian dan Pangan (PP) Jembrana mencatat produksi kakao fermentasi kualitas ekspor dari Kabupaten Jembrana, mencapai sekitar 125 ton.
NEGARA, NusaBali
Jumlah produksi kakao fermentasi dari 41 subak abian yang sudah tersertifikasi, itu masih kurang sebanyak 75 ton dari target produksi sebanyak 200 ton. Anomali cuaca belakangan ini disebut menjadi salah satu hambatan pencapaian target produksi tersebut.
Kepala Bidang Perkebunan pada Dinas PP Jembrana I Komang Ariada, Senin (3/12), mengatakan dari sekitar 125 ton produksi kakao fermentasi tahun ini, 75 ton di antaranya tersalurkan langsung ke pasar ekspor, dan 50 ton tersalurkan ke pasar lokal. Meski jumlah produksi masih kurang dari target tahun ini, pihaknya malah menargetkan produksi sebanyak 300 ton di 2019 mendatang.
“Kami pasang target tinggi, karena memang pasar luas. Kebetulan tahun ini, produksi agak jauh dari target, karena anomali iklim, yang menyebabkan masa panen mundur. Semestinya sudah panen bulan April, tetapi mundur ke September,” ujar Ariada.
Untuk menggenjot produksi kakao fermentasi kualitas ekspor, salah satu fokusnya adalah memperbanyak sentra produksi di masing-masing subak abian. Saat ini, dari 80 subak abian kawasan budidaya kakao, yang sudah tersertifikasi mencapai 41 subak dari sebelumnya 38 subak. Ariada menargetkan tahun 2019 nanti, akan semakin banyak subak kawasan budidaya kakao yang tersertifikasi.
“Kalau pendampingan dari kami sudah pasti. Kami selalu mendorong agar petani beralih menghasilkan kakao yang terjamin kualitasnya. Setiap tahun, kami juga siapkan bantuan bibit, termasuk beberapa peralatan pengolahan fermentasi untuk lebih merangsang petani,” ucap Ariada.
Selain pendampingan melalui penyuluh, untuk mengantisipasi masalah hama, pihaknya juga rutin menggelar sekolah lapangan. Di mana program sekolah lapangan itu difokuskan di sejumlah subak kawasan rawan terserang hama, dan kawasan subak abian yang sudah tersertifikasi. Sedangkan untuk antisipasi cuaca, pihaknya juga selalu berkoordinasi dengan BMKG. “Di samping pembinaan langsung, kami juga sering mengadakan bimtek (bimbingan teknis). Harapan terbesar kami, bagaimana petani di subak abian yang berpotensi untuk tanaman kakao, dapat bangkit. Pasar sudah jelas, dan fermentasi kakao kualitas ekspor dari Jembrana sangat diminati buyer-buyer luar negeri, seperti dari Jepang, Prancis, dan Uzbekistan,” tuturnya. *ode
Jumlah produksi kakao fermentasi dari 41 subak abian yang sudah tersertifikasi, itu masih kurang sebanyak 75 ton dari target produksi sebanyak 200 ton. Anomali cuaca belakangan ini disebut menjadi salah satu hambatan pencapaian target produksi tersebut.
Kepala Bidang Perkebunan pada Dinas PP Jembrana I Komang Ariada, Senin (3/12), mengatakan dari sekitar 125 ton produksi kakao fermentasi tahun ini, 75 ton di antaranya tersalurkan langsung ke pasar ekspor, dan 50 ton tersalurkan ke pasar lokal. Meski jumlah produksi masih kurang dari target tahun ini, pihaknya malah menargetkan produksi sebanyak 300 ton di 2019 mendatang.
“Kami pasang target tinggi, karena memang pasar luas. Kebetulan tahun ini, produksi agak jauh dari target, karena anomali iklim, yang menyebabkan masa panen mundur. Semestinya sudah panen bulan April, tetapi mundur ke September,” ujar Ariada.
Untuk menggenjot produksi kakao fermentasi kualitas ekspor, salah satu fokusnya adalah memperbanyak sentra produksi di masing-masing subak abian. Saat ini, dari 80 subak abian kawasan budidaya kakao, yang sudah tersertifikasi mencapai 41 subak dari sebelumnya 38 subak. Ariada menargetkan tahun 2019 nanti, akan semakin banyak subak kawasan budidaya kakao yang tersertifikasi.
“Kalau pendampingan dari kami sudah pasti. Kami selalu mendorong agar petani beralih menghasilkan kakao yang terjamin kualitasnya. Setiap tahun, kami juga siapkan bantuan bibit, termasuk beberapa peralatan pengolahan fermentasi untuk lebih merangsang petani,” ucap Ariada.
Selain pendampingan melalui penyuluh, untuk mengantisipasi masalah hama, pihaknya juga rutin menggelar sekolah lapangan. Di mana program sekolah lapangan itu difokuskan di sejumlah subak kawasan rawan terserang hama, dan kawasan subak abian yang sudah tersertifikasi. Sedangkan untuk antisipasi cuaca, pihaknya juga selalu berkoordinasi dengan BMKG. “Di samping pembinaan langsung, kami juga sering mengadakan bimtek (bimbingan teknis). Harapan terbesar kami, bagaimana petani di subak abian yang berpotensi untuk tanaman kakao, dapat bangkit. Pasar sudah jelas, dan fermentasi kakao kualitas ekspor dari Jembrana sangat diminati buyer-buyer luar negeri, seperti dari Jepang, Prancis, dan Uzbekistan,” tuturnya. *ode
Komentar