Krama Yeh Sanih Tuntut Tanah HGB Jadi Duwen Desa
Lahan seluas 62,5 are disebut asal-usul sebagai duwen desa , dan rencananya akan difungsikan kembali sebagai tempat melasti dan wantilan.
SINGARAJA, NusaBali
Krama Desa Pakraman Yeh Sanih, Desa Bukti, Kecamatan Kubutambahan, mendadak mendatangi Kantor Bupati Buleleng, Selasa (4/12) pagi. Mereka ingin Bupati Putu Agus Suradnyana dapat memfasilitasi keinginan ‘mengambilalih’ lahan yang telah berstatus hak guna bangunan (HGB) sebagai tanah duwen desa Yeh Sanih.
Krama mengklaim, lahan HGB itu dulunya adalah tanah duwen desa. Di samping itu, lahan dimaksud dinilai telah ditelantarkan oleh pemegang HGB sejak tahun 2005 silam. Pemegang HGB, disebutkan dari keluarga mantan Bupati Buleleng, almarhum Hartawan Mataram.
Krama datang dengan berpakaian adat madya ke Kantor Bupati di Jalan Pahlawan Singaraja, sekitar pukul 10.00 WITA. Tadinya krama ingin mendatangi kantor BPN Buleleng di Jalan Dewi Sartika Singaraja. Namun karena Kepala BPN Buleleng, I Gusti Ngurah Pariatna Jaya sedang keluar daerah, warga memilih langsung menemui Bupati Buleleng.
Krama datang sambil membawa beberapa poster dan umbul-umbul bertuliskan ‘Desa Pakraman Yeh Sanih.’ Kehadiran krama didampingi Camat Kubutambahan, Made Suyasa, Perbekel Bukti Gede Wardana, serta Kelian Desa Pakraman Sanih, Jero Made Sukresna. Krama baru diterima oleh Bupati Putu Agus Suradnyana sekitar pukul 11.00 WITA di ruang rapat bupati.
Dalam pertemuan itu, krama meminta agar bupati dapat mengawal perjuangan mereka mendapatkan hak atas lahan HGB tersebut. Krama Yeh Sanih mengaku sudah mengajukan permohonan ke BPN Buleleng. Bahkan lahan itu pun sudah diukur oleh BPN hingga ketemu luas lahan 62,5 are. “Kami ini kan sudah mengajukan permohonan, dan permohonan itu sudah diproses oleh BPN dengan pengukuran. Semua tanah duwen desa itu sudah diukur. Cuma sekarang kenapa sertifikatnya belum turun. Tidakkah ada pihak-pihak yang menghalangi penerbitan sertifikatnya itu? Nah kami ingin Bupati ikut mengawalnya,” terang Jero Ancangan Made Sumarsa, usai pertemuan.
Disebutkan, lahan yang dimohon itu berada di sisi timur Kolam Permandian Air Sanih, dengan luas disebutkan sekitar 62,5 are. Di atas lahan itu berdiri bangunan yang dulunya adalah penginapan Hotel Puri Sanih, yang dikelola oleh pemegang HGB. Namun sejak tahun 2005, lahan itu tidak terurus alias ditelantarkan. “Sebenarnya kami memperjuangkan tanah duwen desa itu sejak lama. Nah kebetulan, karena HGB itu sudah berakhir di tahun 2005, dan tanah itu tidak diurus lagi, kami ingin mengembalikan tanah duwen desa itu,” kata Jero Ancangan Made Sumarsa.
Masih kata Jero Ancangan Made Sumarsa, dulunya lahan itu adalah tempat melasti bagi krama Yeh Sanih dan beberapa desa adat di Kecamatan Kubutambahan. Selain sebagai tempat melasti, di areal lahan itu juga ada tempat Penirtaan Sudhamala, yang disucikan oleh Adat Yeh Sanih. “Mungkin karena kebodohan dari para tetua kami dulu, kalau tidak salah di tahun 1970-an, tanah itu diambil alih oleh pemerintah hingga terbit HGB. Sejak itu kami melasti di luar lahan itu. Sekarang lah mungkin sudah Suwecan Widhi (Restu dari Tuhan, red), lahan itu bisa kami miliki lagi,” ungkap Jero Ancangan.
Rencananya, lahan itu akan kembalikan sebagai tempat melasti, termasuk Penirtaan Sudhamala itu akan difungsikan kembali. Di samping itu, krama adat Yeh Sanih akan membangun wantilan sebagai tempat peristirahatan bagi krama yang melaksanakan melasti.
Sementara Bupati Putu Agus Suradnyana mengatakan, berdasarkan regulasi yang ada, yang berwewenang memberikan hak pengelolaan itu adalah BPN. Karena itu, bupati menyarankan pihak pakraman Yeh Sanih mengajukan permohonan ke BPN. “Saya sarankan mengajukan permohonan ke BPN, karena regulasinya BPN yang berwewenang memberikan hak pengelolaan. Saya hanya mengikuti regulasi yang ada. Intinya saya minta jaga situasi kondisif di Buleleng,” katanya. *k19
Krama Desa Pakraman Yeh Sanih, Desa Bukti, Kecamatan Kubutambahan, mendadak mendatangi Kantor Bupati Buleleng, Selasa (4/12) pagi. Mereka ingin Bupati Putu Agus Suradnyana dapat memfasilitasi keinginan ‘mengambilalih’ lahan yang telah berstatus hak guna bangunan (HGB) sebagai tanah duwen desa Yeh Sanih.
Krama mengklaim, lahan HGB itu dulunya adalah tanah duwen desa. Di samping itu, lahan dimaksud dinilai telah ditelantarkan oleh pemegang HGB sejak tahun 2005 silam. Pemegang HGB, disebutkan dari keluarga mantan Bupati Buleleng, almarhum Hartawan Mataram.
Krama datang dengan berpakaian adat madya ke Kantor Bupati di Jalan Pahlawan Singaraja, sekitar pukul 10.00 WITA. Tadinya krama ingin mendatangi kantor BPN Buleleng di Jalan Dewi Sartika Singaraja. Namun karena Kepala BPN Buleleng, I Gusti Ngurah Pariatna Jaya sedang keluar daerah, warga memilih langsung menemui Bupati Buleleng.
Krama datang sambil membawa beberapa poster dan umbul-umbul bertuliskan ‘Desa Pakraman Yeh Sanih.’ Kehadiran krama didampingi Camat Kubutambahan, Made Suyasa, Perbekel Bukti Gede Wardana, serta Kelian Desa Pakraman Sanih, Jero Made Sukresna. Krama baru diterima oleh Bupati Putu Agus Suradnyana sekitar pukul 11.00 WITA di ruang rapat bupati.
Dalam pertemuan itu, krama meminta agar bupati dapat mengawal perjuangan mereka mendapatkan hak atas lahan HGB tersebut. Krama Yeh Sanih mengaku sudah mengajukan permohonan ke BPN Buleleng. Bahkan lahan itu pun sudah diukur oleh BPN hingga ketemu luas lahan 62,5 are. “Kami ini kan sudah mengajukan permohonan, dan permohonan itu sudah diproses oleh BPN dengan pengukuran. Semua tanah duwen desa itu sudah diukur. Cuma sekarang kenapa sertifikatnya belum turun. Tidakkah ada pihak-pihak yang menghalangi penerbitan sertifikatnya itu? Nah kami ingin Bupati ikut mengawalnya,” terang Jero Ancangan Made Sumarsa, usai pertemuan.
Disebutkan, lahan yang dimohon itu berada di sisi timur Kolam Permandian Air Sanih, dengan luas disebutkan sekitar 62,5 are. Di atas lahan itu berdiri bangunan yang dulunya adalah penginapan Hotel Puri Sanih, yang dikelola oleh pemegang HGB. Namun sejak tahun 2005, lahan itu tidak terurus alias ditelantarkan. “Sebenarnya kami memperjuangkan tanah duwen desa itu sejak lama. Nah kebetulan, karena HGB itu sudah berakhir di tahun 2005, dan tanah itu tidak diurus lagi, kami ingin mengembalikan tanah duwen desa itu,” kata Jero Ancangan Made Sumarsa.
Masih kata Jero Ancangan Made Sumarsa, dulunya lahan itu adalah tempat melasti bagi krama Yeh Sanih dan beberapa desa adat di Kecamatan Kubutambahan. Selain sebagai tempat melasti, di areal lahan itu juga ada tempat Penirtaan Sudhamala, yang disucikan oleh Adat Yeh Sanih. “Mungkin karena kebodohan dari para tetua kami dulu, kalau tidak salah di tahun 1970-an, tanah itu diambil alih oleh pemerintah hingga terbit HGB. Sejak itu kami melasti di luar lahan itu. Sekarang lah mungkin sudah Suwecan Widhi (Restu dari Tuhan, red), lahan itu bisa kami miliki lagi,” ungkap Jero Ancangan.
Rencananya, lahan itu akan kembalikan sebagai tempat melasti, termasuk Penirtaan Sudhamala itu akan difungsikan kembali. Di samping itu, krama adat Yeh Sanih akan membangun wantilan sebagai tempat peristirahatan bagi krama yang melaksanakan melasti.
Sementara Bupati Putu Agus Suradnyana mengatakan, berdasarkan regulasi yang ada, yang berwewenang memberikan hak pengelolaan itu adalah BPN. Karena itu, bupati menyarankan pihak pakraman Yeh Sanih mengajukan permohonan ke BPN. “Saya sarankan mengajukan permohonan ke BPN, karena regulasinya BPN yang berwewenang memberikan hak pengelolaan. Saya hanya mengikuti regulasi yang ada. Intinya saya minta jaga situasi kondisif di Buleleng,” katanya. *k19
Komentar