Penglipuran Harapkan Peninjauan Pembagian Retribusi
Desa Adat Penglipuran, Kelurahan Kubu, Kecamatan/Kabupaten Bangli minta peninjauan pembahian retribusi.
BANGLI, NusaBali
Selama ini Desa Adat Penglipuran mendapat 40 persen sedangkan Pemkab Bangli menerima 60 persen. Desa Adat Penglipuran inginkan ada peningkatan persentase retribusi untuk desa adat.
Pengelola Objek Wisata Desa Penglipuran, I Nengah Moneng, mengatakan sempat ada pembahasan di tingkat desa adat untuk peningkatan persentase retribusi. “Harapannya desa adat bisa menerima 60 persen dan 40 persen ke pemerintah,” ungkap Moneng, Selasa (4/12). Dikatakan, kunjungan ke Objek Wisata Penglipuran rata-rata 500 per hari. Adapun keinginan peningkatan persentase retribusi untuk desa karena dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan, salah satunya program subsidi bagi masing-masing kepala keluarga.
Subsidi yang dimaksud yakni perbaikan 3 bangunan meliputi angkul-angkul, dapur, dan bale saka enam. “Ketiga bangunan tersebut merupakan bangunan tradisional yang menjadi ciri khas Desa Penglipuran. Bangunan ini menggunakan bambu, paling lama bertahan 15 tahun,” jelasnya. Moneng menegaskan, untuk melestarikan bangunan tradisional harus ada dukungan secara material bagi masing-masing kepala keluarga berupa dana subsidi. “Tidak bisa menuntut untuk pelestarian jika tanpa dukungan,” ujarnya.
Dijelaskan, masing-masing bangunan mendapat subsidi Rp 5 juta sehingga satu KK menerima Rp 15 juta. Sementara untuk pemberian subsidi ketika ada pembangunan. “Kami tidak berikan sekaligus, siapa yang membangun itu yang kami berikan sebab pembangunan atau renovasi waktunya berbeda-beda,” ujarnya. Desa Penglipuran didukung 77 KK, namun yang memiliki rumah tradisional sebanyak 72 KK.
Terpisah, tokoh masyarakat Bangli, I Komang Suarsana, menilai Objek Wisata Penglipuran berbeda dengan objek wisata lainnya, seperti Kintamani. “Kalau wisata Kintamani ciptaan Tuhan, wisata Penglipuran buatan manusia, kearifan budaya lokal,” ungkapnya. Objek Wisata Kintamani tinggal pemeliharaan saja sedangkan Objek Wisata Penglipuran harus ada pembangunan, karena yang menjadi ciri khas rumah bambunya.
Menurut Komang Suarsana, sangat rasional jika desa adat meminta persentase lebih besar. “Kami rasa adil jika 60 persen untuk desa, mengingat warga berjuang dalam pengelolaan di desa. Kami berharap apa peninjauan kembali terkait hal tersebut,” tambahnya. Sementara Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Bangli, I Wayan Adnyana, saat dihubungi belum ada jawaban. *es
Selama ini Desa Adat Penglipuran mendapat 40 persen sedangkan Pemkab Bangli menerima 60 persen. Desa Adat Penglipuran inginkan ada peningkatan persentase retribusi untuk desa adat.
Pengelola Objek Wisata Desa Penglipuran, I Nengah Moneng, mengatakan sempat ada pembahasan di tingkat desa adat untuk peningkatan persentase retribusi. “Harapannya desa adat bisa menerima 60 persen dan 40 persen ke pemerintah,” ungkap Moneng, Selasa (4/12). Dikatakan, kunjungan ke Objek Wisata Penglipuran rata-rata 500 per hari. Adapun keinginan peningkatan persentase retribusi untuk desa karena dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan, salah satunya program subsidi bagi masing-masing kepala keluarga.
Subsidi yang dimaksud yakni perbaikan 3 bangunan meliputi angkul-angkul, dapur, dan bale saka enam. “Ketiga bangunan tersebut merupakan bangunan tradisional yang menjadi ciri khas Desa Penglipuran. Bangunan ini menggunakan bambu, paling lama bertahan 15 tahun,” jelasnya. Moneng menegaskan, untuk melestarikan bangunan tradisional harus ada dukungan secara material bagi masing-masing kepala keluarga berupa dana subsidi. “Tidak bisa menuntut untuk pelestarian jika tanpa dukungan,” ujarnya.
Dijelaskan, masing-masing bangunan mendapat subsidi Rp 5 juta sehingga satu KK menerima Rp 15 juta. Sementara untuk pemberian subsidi ketika ada pembangunan. “Kami tidak berikan sekaligus, siapa yang membangun itu yang kami berikan sebab pembangunan atau renovasi waktunya berbeda-beda,” ujarnya. Desa Penglipuran didukung 77 KK, namun yang memiliki rumah tradisional sebanyak 72 KK.
Terpisah, tokoh masyarakat Bangli, I Komang Suarsana, menilai Objek Wisata Penglipuran berbeda dengan objek wisata lainnya, seperti Kintamani. “Kalau wisata Kintamani ciptaan Tuhan, wisata Penglipuran buatan manusia, kearifan budaya lokal,” ungkapnya. Objek Wisata Kintamani tinggal pemeliharaan saja sedangkan Objek Wisata Penglipuran harus ada pembangunan, karena yang menjadi ciri khas rumah bambunya.
Menurut Komang Suarsana, sangat rasional jika desa adat meminta persentase lebih besar. “Kami rasa adil jika 60 persen untuk desa, mengingat warga berjuang dalam pengelolaan di desa. Kami berharap apa peninjauan kembali terkait hal tersebut,” tambahnya. Sementara Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Bangli, I Wayan Adnyana, saat dihubungi belum ada jawaban. *es
Komentar