Bali Terancam Defisit Air 2 Miliar Meter Kubik Setahun
Bali mengalami ancaman serius dalam pengelolaan air baku. Bahkan, Bali terancam defisit air baku mencapai 2 miliar meter kubik dalam setahun, akibat eksploitasi lingkungan yang tak terkendali, termasuk juga alih fungsi lahan pertanian dan pembangunan fisik dengan beton.
DENPASAR, NusaBali
Ancaman defisit air baku tersebut terungkap saat rapat koordinasi (Rakor) Rencana Penerapan Pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) dan Lingkungan Hidup (LH) Kawasan Danau Batur, Kecamatan Kintamani, Bangli yang digelar di Kantor Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Bali dan Nusa Tenggara (PPE Bali dan Nusra) Kementerian Lingkungan Hidup dan Perhutanan, Niti Mandala Denpasar, Jumat (7/12).
Rakor Rencana Penerapan Pengelolaan SDA-LH Kawasan Danau Batur, Jumat kemarin, diikuti kalangan akademisi, praktisi lingkungan, utusan Pemprov Bali dan Pemkot/Kota se-Bali, dan komponen lainnya. Akademisi yang hadir, antara lain, Dr Ir Luh Kartini (akademisi dari Fakultas Pertanian Unud yang tergabung dalam Bali Organic Assosiation), Ir Putu Rumawan Salain (Ahli Tata Ruang dari Fakultas Teknik Unud), dan I Made Suwitra (dari Lembaga Penelitian Universitas Warmadewa).
Kepala Pusat PPE Bali dan Nusra, Rijaluzzaman, mengatakan banyak sekali persoalan lingkungan di Provinsi Bali. “Ibarat penderita diabet, sepintas Bali terlihat utuh dan cantik, namun sesungguhnya sudah mulai rapuh karena digerogoti penyakit,” ujar Rijaluzzaman. Padahal, kata Rijaluzzaman, sebagai daerah pariwisata, salah satu unggulan Bali adalah keindahan alam. “Lalu, apa yang mau dijual kalau alamnya sudah rusak?” lanjutnya.
Menurut Rijaluzzaman, Bali terancam defisit air baku sampai 2 miliar meter kubik setiap tahun. Ini sebagai akibat banyaknya pembangunan fisik dari betun, alih fungsi lahan pertanian, dan sebagianya yang menyebabkan air menjadi run off. Karena itu, kata dia, pembangunan di Bali mesti memperhitungkan daya tampung dan daya dukung. “Memang penduduk Bali hanya 4 juta. Namun, namun dalam setahun ada 6-10 juta orang (sebagian besar wisatawan) yang datang ke Bali,” tandas Rijaluzzaman.
Pembuatan sumur resapan, kata Rijaluzzaman, merupakan salah satu upaya untuk menjaga siklus hidrologi. Pihaknya berharap diterbitkan Peraturan Daerah (Perda) yang mewajibkan masyarakat untuk membuat sumur resapan untuk setiap pembangunan baru.
Dalam Rakor kemarin juga diungkap terkait persoalan di sekitar Danau Batur. Salah satunya, masalah galian C, yang menyangkut elpnimi, sosial, dan hingga aspek hukum. Poin terpenting adalah Danau Batur dan sekitarnya merupakan kawasan Geopark yang ditetapkan UNESCO dan itu diraih dengan perjuangan berliku.
Terungkap, kondisi Danau Batur saat ini cukup parah. Ketebalan sedimentasi (pengendapan) sudah mencapai 6-7 meter. Selain itu, juga terjadi pencemaran air Danau Batur akibat penggunaan festisida dari aktivitas pertanian di sekitarnya, serta pengaruh sisa pakan dari budi daya ikan mujair sistem kuramba.
Data morfometri Danau Batur menunjukkan perubahan sangat drastis. Awalnya, luas permukaan Danau Batur di 2013 hanya 14,71 kilometer persegi. Berselang 2 tahun kemudian, luas permukaan Danau Batur membengkak jadi 16,55 kilometer persegi di tahun 2015. Hal ini terkadi karena naiknya permukaan air danau akibat proses sedimentasi tadi.
Sebaliknya, volume air Danau Batur justru menyusut drastis dari semula 820,54 juta meter kubik di tahun 2013 hingga menjadi 773,33 juta meter kubik di tahun 2015. Demikian pula kedalaman maksimum Danau Batur berkurang dari semula sedalam 88 meter di tahun 2013 menjadi 80 meter di tahun 2015. Sedangkan sedimentasi Danau Batur membengkak menjadi 5.980,47 meter kubik di tahun 2015 dari semula 1.993,49 meter kubik di tahun 2013. *k17
Ancaman defisit air baku tersebut terungkap saat rapat koordinasi (Rakor) Rencana Penerapan Pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) dan Lingkungan Hidup (LH) Kawasan Danau Batur, Kecamatan Kintamani, Bangli yang digelar di Kantor Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Bali dan Nusa Tenggara (PPE Bali dan Nusra) Kementerian Lingkungan Hidup dan Perhutanan, Niti Mandala Denpasar, Jumat (7/12).
Rakor Rencana Penerapan Pengelolaan SDA-LH Kawasan Danau Batur, Jumat kemarin, diikuti kalangan akademisi, praktisi lingkungan, utusan Pemprov Bali dan Pemkot/Kota se-Bali, dan komponen lainnya. Akademisi yang hadir, antara lain, Dr Ir Luh Kartini (akademisi dari Fakultas Pertanian Unud yang tergabung dalam Bali Organic Assosiation), Ir Putu Rumawan Salain (Ahli Tata Ruang dari Fakultas Teknik Unud), dan I Made Suwitra (dari Lembaga Penelitian Universitas Warmadewa).
Kepala Pusat PPE Bali dan Nusra, Rijaluzzaman, mengatakan banyak sekali persoalan lingkungan di Provinsi Bali. “Ibarat penderita diabet, sepintas Bali terlihat utuh dan cantik, namun sesungguhnya sudah mulai rapuh karena digerogoti penyakit,” ujar Rijaluzzaman. Padahal, kata Rijaluzzaman, sebagai daerah pariwisata, salah satu unggulan Bali adalah keindahan alam. “Lalu, apa yang mau dijual kalau alamnya sudah rusak?” lanjutnya.
Menurut Rijaluzzaman, Bali terancam defisit air baku sampai 2 miliar meter kubik setiap tahun. Ini sebagai akibat banyaknya pembangunan fisik dari betun, alih fungsi lahan pertanian, dan sebagianya yang menyebabkan air menjadi run off. Karena itu, kata dia, pembangunan di Bali mesti memperhitungkan daya tampung dan daya dukung. “Memang penduduk Bali hanya 4 juta. Namun, namun dalam setahun ada 6-10 juta orang (sebagian besar wisatawan) yang datang ke Bali,” tandas Rijaluzzaman.
Pembuatan sumur resapan, kata Rijaluzzaman, merupakan salah satu upaya untuk menjaga siklus hidrologi. Pihaknya berharap diterbitkan Peraturan Daerah (Perda) yang mewajibkan masyarakat untuk membuat sumur resapan untuk setiap pembangunan baru.
Dalam Rakor kemarin juga diungkap terkait persoalan di sekitar Danau Batur. Salah satunya, masalah galian C, yang menyangkut elpnimi, sosial, dan hingga aspek hukum. Poin terpenting adalah Danau Batur dan sekitarnya merupakan kawasan Geopark yang ditetapkan UNESCO dan itu diraih dengan perjuangan berliku.
Terungkap, kondisi Danau Batur saat ini cukup parah. Ketebalan sedimentasi (pengendapan) sudah mencapai 6-7 meter. Selain itu, juga terjadi pencemaran air Danau Batur akibat penggunaan festisida dari aktivitas pertanian di sekitarnya, serta pengaruh sisa pakan dari budi daya ikan mujair sistem kuramba.
Data morfometri Danau Batur menunjukkan perubahan sangat drastis. Awalnya, luas permukaan Danau Batur di 2013 hanya 14,71 kilometer persegi. Berselang 2 tahun kemudian, luas permukaan Danau Batur membengkak jadi 16,55 kilometer persegi di tahun 2015. Hal ini terkadi karena naiknya permukaan air danau akibat proses sedimentasi tadi.
Sebaliknya, volume air Danau Batur justru menyusut drastis dari semula 820,54 juta meter kubik di tahun 2013 hingga menjadi 773,33 juta meter kubik di tahun 2015. Demikian pula kedalaman maksimum Danau Batur berkurang dari semula sedalam 88 meter di tahun 2013 menjadi 80 meter di tahun 2015. Sedangkan sedimentasi Danau Batur membengkak menjadi 5.980,47 meter kubik di tahun 2015 dari semula 1.993,49 meter kubik di tahun 2013. *k17
Komentar