nusabali

Kakek Korban Sudah Minta Rumah Dijual

  • www.nusabali.com-kakek-korban-sudah-minta-rumah-dijual

Di Pinggir Sungai dan Ada Pura Beji

DENPASAR, NusaBali
Kesedihan tidak bisa disembunyikan di wajah kakek I Made Oktara Dwipaguna, Komang Sumiarna. Sumiarna sejak awal tidak setuju cucunya itu menempati rumah yang ambrol ke sungai dan merenggut nyawa istri dan tiga anaknya, Sabtu (8/12), karena lokasi rumah yang berada di pinggir kali. Selain itu, di sana ada Pura Beji.

“Saya dari awal tidak setuju Ade (panggilan I Made Oktara Dwipaguna) beli rumah di situ. Sampai saya menakut-nakutinya biar dia bersedia jual. Maksud saya, gak bagus punya rumah langsung di belakangnya sungai. Apalagi ada pura tenget (keramat) di sana,” ungkap Sumiarna ketika ditemui di Forensik RSUP Sanglah, Sabtu (8/12).

Selain itu, ketidaksetujuan Sumiarna juga lantaran sebelum ditempati, ada tiga rumah di areal itu yang kena longsor beberapa kali. Rumah yang dibeli itu tidak begitu luas, tipe 80 meter persegi, tidak sampai 1 are. “Waktu rumah itu masih kosong, sudah kena longsor beberapa kali. Dua rumah diperbaiki. Cuma rumah yang paling ujung, yang ditempati Ade ini sepertinya tidak diperbaiki. Saya sempat marah soal bahan besinya. Padahal arsiteknya itu teman Ade sendiri,” tuturnya.

Sumiarna mengaku sangat dekat dengan Made Oktara, termasuk dengan cicitnya yang nomor dua (I Made Adin Radita Paguna). Kejadian ini membuatnya sangat kehilangan.

Sumiarna bahkan ikut mengevakuasi Made Oktara dengan jan (tangga) seadanya setelah berhasil ditemukan. Tidak ada firasat apapun. Hanya saja, ketika mertua Made Oktara (Ni Nyoman Martani, ibunda Ni Made Lintang Ayu Widmerti, Red) memberitahu kalau rumahnya sudah amblas, Sumiarna langsung terpikir rumah cucunya itu kena longsor.

“Waktu longsor, mertua Ade yang ikut tinggal serumah di situ, tiba-tiba memberitahu saya kalau rumah Ade roboh. Dia bilang rumah Ade metanem. Dari situ saya langsung kepikiran longsor, karena sudah tahu kondisi rumahnya yang dekat dengan sungai. Sampai sana ternyata benar, rumahnya sudah amblas,” kata Sumiarna.

Sumiarna juga yang langsung mengevakuasi Made Oktara ke RS Dharma Yadnya di Jalan WR Supratman Denpasar. Sedangkan cucu menantu dan cicitnya dalam proses evakuasi yang dibantu oleh tim dari BPBD, Basarnar Brimobda Polda Bali, personel Polsek Sukawati, Koramil Sukawati, dan masyarakat sekitar.

“Saat evakuasi, cucu saya Ade penuh luka-luka. Dia bahkan tidak buka mata. Setelah saya bisiki dia, ‘De, ini wayah (kakek dalam bahasa Bali)’. Ade saat itu langsung menjawab. Saya kuatkan dia. Saya bilang istri dan anak sudah ada yang bantu. Setelah itu saya dan ambulans langsung ke RS terdekat, RS Dharma Yadnya,” tuturnya.

Di mata Sumiarna, Made Oktara merupakan sosok yang mandiri, sama dengan dirinya. “Saya merasa garis hidup saya mirip dengan Ade. Sejak kecil dia terbiasa hidup mandiri. Dia juga penurut anaknya, terutama dengan saya. Kalau saya bilang apa, dia pasti nurut dan konsultasi ke saya,” ungkapnya.

Hanya saja soal rumah yang dibeli Made Oktara ini, dia tidak berkonsultasi dengan sang kakek. Setelah menghabiskan masa tinggal kontrakan di dekat rumah sang kakek, Made Oktara kemudian memutuskan untuk membeli rumah. “Waktu beli rumah itu, dia gak bilang ke saya. Saat melaspas rumah itu, saya lihat-lihat rumahnya, langsung saya suruh jual,” katanya.

Sementara itu keputusan terkait prosesi terakhir untuk jenazah cucu menantu dan ketiga cicitnya, diserahkan sepenuhnya kepada Sumiarna. Sebab, ayah Made Oktara, Komang Rudi saat ini sedang sakit dan tinggal di Banjar Jawa, Kota Singaraja, yang merupakan kampung halamannya. Sedangkan ibu Made Oktara, Hartini, yang bertugas di BBPOM Lombok, rencananya akan terbang ke Bali. Rencana, keempat jenazah akan diaben di Krematorium Jalan Cekomaria Denpasar milik Yayasan Pasek.

“Rencananya diaben di sana, karena perantauan semua, takutnya tidak ada yang ngurus. Kalau sudah bersih, baru ngelinggihang di Singaraja,” tandasnya.

Diketahui, Made Oktara memegang jabatan marketing di Bank BRI Denpasar di Jalan Gajah Mada, sedangkan sang istri bekerja di apotek di Nusa Dua, Kecamatan Kuta Selatan, Badung. Salah seorang rekan kerja Made Oktara, Made Ardika, yang ditemui di Forensik RSUP Sanglah, menuturkan dirinya pertama mendapat kabar dari grup komunikasi kantornya. Setelah memastikan bahwa yang beredar di media sosial adalah benar teman kerja, Ardika dan rekan-rekan sekantor langsung menuju ke RSUP Sanglah. Bahkan sebagian di antaranya ikut mengevakuasi di tempat kejadian.

Di mata rekan-rekan sekantornya, Made Oktara terkenal luwes dan pintar bergaul. Pertemuan mereka terakhir adalah saat hari kerja pada Jumat (7/12). Menurut teman-temannya, Made Oktara sudah delapan tahun bekerja di Bank BRI Denpasar Cabang Gajah Mada. Made Oktara memulai kariernya dari teller hingga kini dipercaya menjadi bagian dari marketing.

“Pertemuan terakhir di kantor, Ade (nama panggilan Made Oktara) tidak ada menunjukkan gelagat yang tidak biasa. Kami pun tidak punya firasat. Ade orangnya mudah bergaul, supel, dan bisa dipercaya. Baru-baru ini dia mengkoordinir event olahraga. Dia suka futsal,” ujarnya.

I Made Oktara Dwipaguna, 31, bersama istri, Ni Made Lintang Ayu Widmerti dan tiga anaknya, Ni Putu Deta Vania Larasati, 6, I Made Adin Radita Paguna, 3, dan I Nyoman Ali Anggara Paguna, 2, tertimbun bangunan rumah yang ambrol ke sungai di Banjar Sasih, Desa Batubulan, Kecamatan Sukawati, Gianyar, Sabtu (8/12) pagi. Istri dan tiga anaknya meninggal di lokasi kejadian, sedangkan Made Oktara dirawat di RSUP Sanglah. *ind

Komentar