Anak 14 Tahun asal Nusa Penida Derita Gizi Buruk
Putu Dini Armiawan, 14, asal Banjar Baledan, Desa Klumpu, Nusa Penida, Klungkung, harus menjalani hidup dengan kondisi tumbuh kembang yang tidak sempurna.
Dijenguk Bupati Suwirta, Ayah Pasien Ternyata Temannya
DENPASAR, NusaBali
Ia tidak bisa merespon sesuatu yang ada di dekatnya. Secara medis, ia didiagnosa menderita gizi buruk (stunting). Sejak satu minggu terakhir, bagian kakinya bengkak, dan harus mendapatkan perawatan hingga dirujuk ke RSUP Sanglah. Kabar tentang Putu Dini yang menderita gizi buruk ini sempat ramai alias viral di media sosial (Medsos).
Ditemui di Ruang Cempaka 301 RSUP Sanglah, Putu Dini ditemani sang ayah, Wayan Sutama, 40. Putu Dini hanya bisa terbaring di bed. Sesekali ia menangis. Namun dalam sekejap kemudian ia tertawa sendiri. “Memang selalu begitu, kadang menangis sendiri, tertawa sendiri, tanpa sebab. Dia tidak bisa merespon di sekitarnya. Ia akan berhenti kalau sudah capek, dan langsung tidur,” tutur sang ayah saat ditemui, Jumat (14/12).
Sejatinya Putu Dini bisa berjalan namun hanya sedikit-sedikit sejak umur 7 tahun. Saat berdiri, posisi kakinya agak menekuk. Ia tidak bisa berdiri secara sempurna dan didiagnosa menderita gizi buruk. Padahal, menurut pengakuan Sutama, saat hamil istrinya biasa-biasa saja, tidak pernah ada gangguan. “Waktu hamil istri saya makan biasa, periksa kehamilan juga biasa. Tapi, anak saya ini lahir saat usia kandungan 7 bulan. Beratnya 2,5 kilogram. Selama tumbuh kembangnya dulu sempat terapi selama 6 bulan saja,” tutur Sutama.
Lantaran sejak kecil menderita gizi buruk, Putu Dini tidak menyukai nasi. Alhasil, sejak kecil Sutama hanya memberikannya bubur yang agak cair. Baru beberapa hari ini, tiba-tiba beberapa bagian tubuh sang anak bengkak, sehingga harus dirujuk ke RSUP Sanglah. “Waktu tanggal 6 (Desember) lalu, kakinya bengkak-bengkak. Saya periksakan ke RSUD Klungkung. Sempat rawat jalan selama tiga hari, tapi sakitnya terus meningkat, langsung dirujuk ke sini (RS Sanglah),” ceritanya.
Saat ini, perkembangan Putu Dini sudah dinilai bagus dan tinggal menaikkan berat badan. Selama perawatan, Putu Dini tidak diperbolehkan makan makanan, hanya minum susu 160 ml setiap tiga jam. “Sudah satu minggu di sini, bengkaknya sudah kempes. Makannya sudah bagus. Sebelum dirawat kadang muntah kadang nggak. Sebelum diajak ke sini makannya kuat dan langsung ngengek,” katanya.
Selama perawatan, Putu Dini dicover JKN-KIS oleh BPJS Kesehatan. Namun untuk kebutuhan sehari-harinya, Sutama hanya mengandalkan uang yang dibawanya. Dia mengaku hanya membawa uang sebesar Rp 400 ribu sejak seminggu lalu. Namun uangnya habis untuk membeli pampers dan keperluan Putu Dini yang lain.
Bahkan pakaian ganti untuk sang anak hanya ada tiga pasang. Itu dicuci dan dipakai secara bergantian. “Saya ngirit-ngirit di sini, beli nasi 5 ribuan, kadang cuma beli mie. Dua hari lalu uangnya cuma masih Rp 78 ribu. Saya bingung, maunya nelepon kakak mau pinjam uang,” katanya.
Sehari-harinya, Wayan Sutama hanyalah seorang penjual sate. Pendapatan bersihnya kadang hanya Rp 50-60 ribu sehari. Pendapatan tersebut digunakan untuk menghidupi anggota keluarganya. Sedihnya, tidak hanya Putu Dini yang menderita gizi buruk, anak ketiga Sutama juga hampir sama kondisinya. Hanya anak kedua yang normal. Kondisi ini ditambah lagi sang istri meninggal setahun lalu karena tersengat listrik.
Karena harus merawat ketiga buah hatinya, sementara ia tetap harus bekerja mencari nafkah, ia memutuskan untuk menikah lagi. Sekarang, istrinyalah yang merawat kedua anaknya di rumah Klungkung, sementara ia fokus merawat anak pertama di RSUP Sanglah.
Sementara itu, dalam perawatan Putu Dini kemarin, Bupati Klungkung, I Nyoman Suwirta, datang menjenguknya. Ayah Putu Dini sendiri ternyata adalah sahabatnya sewaktu Bupati Suwirta dulu masih bekerja di koperasi. Mereka telah bersahabat sejak 30 tahun. “Aduh Yan.. Yan.. lamun kene ngorahang nake (kalau begini bilang dong)...” Begitulah sepintas ucapan Bupati Suwirta kepada temannya itu.
“Saya baru tahunya di media sosial. Saya coba lacak, dari mana orangnya, ternyata dari Klungkung. Dari situ saya tahu, kalau Sutama ini ternyata sahabat saya. Waktu kerja di Koperasi Srinadi, saya ajak support dia jualan sate sampai jadi UMKM di Pasar Galiran,” tutur Bupati Suwirta di sela-sela menjenguk Putu Dini.
Namun di tengah kondisi Sutama yang ia anggap berekonomi cukup karena telah memiliki usaha jualan sate, Bupati Suwirta mengaku tidak tahu kalau kondisi anak pertama dan ketiga Sutama seperti itu. Sayangnya, Sutama juga enggan dan malu menceritakan kondisi anaknya kepada Bupati Suwirta.
“Ini menjadi pembelajaran bagi saya juga. Harapan saya kepada ujung tombak saya yang di bawah, baik itu kepala dusun, kepala lingkungan, kepala desa, agar rajin-rajin nengok warganya. Jangan sampai seperti ini, akhirnya muncul di media. Padahal kondisi mereka sudah seperti ini dari dulu. Tapi, orang tuanya juga malu mengatakan hal ini. Dia tidak pernah cerita ke saya,” katanya.
Saat ditemui disal Cempaka RS Sanglah oleh Bupati Suwirta yang didampingi Ny Ayu Suwirta, bocah yang dulu hanya terbaring lemah itu kini sudah nampak lebih baik serta mampu duduk ditempat tidurnya. Kepada Wayan Sutama, Bupati Suwirta pun menyerahkan bantuan sejumlah uang sebagai bekal merawat sang anak serta memberikan dorongan semangat dalam menghadapi cobaan ini. "Semoga kondisi anak ini bisa secepatnya membaik sehingga jika memungkinkan supaya dirawat di RS Klungkung yang jaraknya lebih dekat dari tempat tinggalnya di Jalan Dahlia, Kota Semarapura, Klungkung," ujarnya.
Khusus penanganan untuk Putu Dini, kata Bupati Suwirta, masih menunggu kondisinya lebih baik lagi hingga bisa dirujuk balik ke RSUD Klungkung. Bupati Suwirta rencananya akan memberikan ruangan khusus untuk perawatan lanjutan Putu Dini di Klungkung. “Saya tadi sudah berbicara dengan dokter. Sarannya dibiarkan dulu di sini agar ditangani dengan baik. Kalau sudah agak normal, saya akan ajak di Klungkung dan dirawat di Klungkung,” katanya.
Sementara untuk kehidupan sehari-hari Sutama selama menunggui perawatan Putu Dini, kata Bupati Suwirta, akan diinventarisir oleh Dinsos. Ia mengatakan penanganan masyarakat miskin di Klungkung tidak menggunakan pola pukul rata. “Kita akan inventarisir dari aplikasi yang akan kita kembangkan. Apa yang mereka butuhkan. Misalnya pampers, susu, baju, dan lain-lain,” tandasnya.
Sementara itu, dua orang dokter residen yang merawat pasien, Dessy Adoe dan Anik Cindi Yuliastin menjelaskan, pasien masih dalam penanganan kegawatan dulu baru nanti ke arah penyakit metabolik, sehingga belum bisa dirujuk balik ke Klungkung. Anik menyampaikan bahwa sejak diterima kondisi pasien mengalami pembengkakan di beberapa bagian. Awalnya, berat badan pasien sekitar 17 kilogram. Namun setelah dirawat bengkak tersebut hilang dan berat badannya mencapai 15 kilogram.
“Adik Putu Dini datang dengan bengkak di kaki dan tangannya. Kami harus turunkan bengkak dulu. Baru nanti kami gemukkan. Biar secara kompleks tertangani misalnya ke dokter THT juga. Rencananya juga akan ada penanganan penyakit metaboliknya,” jelasnya. *ind, wan
DENPASAR, NusaBali
Ia tidak bisa merespon sesuatu yang ada di dekatnya. Secara medis, ia didiagnosa menderita gizi buruk (stunting). Sejak satu minggu terakhir, bagian kakinya bengkak, dan harus mendapatkan perawatan hingga dirujuk ke RSUP Sanglah. Kabar tentang Putu Dini yang menderita gizi buruk ini sempat ramai alias viral di media sosial (Medsos).
Ditemui di Ruang Cempaka 301 RSUP Sanglah, Putu Dini ditemani sang ayah, Wayan Sutama, 40. Putu Dini hanya bisa terbaring di bed. Sesekali ia menangis. Namun dalam sekejap kemudian ia tertawa sendiri. “Memang selalu begitu, kadang menangis sendiri, tertawa sendiri, tanpa sebab. Dia tidak bisa merespon di sekitarnya. Ia akan berhenti kalau sudah capek, dan langsung tidur,” tutur sang ayah saat ditemui, Jumat (14/12).
Sejatinya Putu Dini bisa berjalan namun hanya sedikit-sedikit sejak umur 7 tahun. Saat berdiri, posisi kakinya agak menekuk. Ia tidak bisa berdiri secara sempurna dan didiagnosa menderita gizi buruk. Padahal, menurut pengakuan Sutama, saat hamil istrinya biasa-biasa saja, tidak pernah ada gangguan. “Waktu hamil istri saya makan biasa, periksa kehamilan juga biasa. Tapi, anak saya ini lahir saat usia kandungan 7 bulan. Beratnya 2,5 kilogram. Selama tumbuh kembangnya dulu sempat terapi selama 6 bulan saja,” tutur Sutama.
Lantaran sejak kecil menderita gizi buruk, Putu Dini tidak menyukai nasi. Alhasil, sejak kecil Sutama hanya memberikannya bubur yang agak cair. Baru beberapa hari ini, tiba-tiba beberapa bagian tubuh sang anak bengkak, sehingga harus dirujuk ke RSUP Sanglah. “Waktu tanggal 6 (Desember) lalu, kakinya bengkak-bengkak. Saya periksakan ke RSUD Klungkung. Sempat rawat jalan selama tiga hari, tapi sakitnya terus meningkat, langsung dirujuk ke sini (RS Sanglah),” ceritanya.
Saat ini, perkembangan Putu Dini sudah dinilai bagus dan tinggal menaikkan berat badan. Selama perawatan, Putu Dini tidak diperbolehkan makan makanan, hanya minum susu 160 ml setiap tiga jam. “Sudah satu minggu di sini, bengkaknya sudah kempes. Makannya sudah bagus. Sebelum dirawat kadang muntah kadang nggak. Sebelum diajak ke sini makannya kuat dan langsung ngengek,” katanya.
Selama perawatan, Putu Dini dicover JKN-KIS oleh BPJS Kesehatan. Namun untuk kebutuhan sehari-harinya, Sutama hanya mengandalkan uang yang dibawanya. Dia mengaku hanya membawa uang sebesar Rp 400 ribu sejak seminggu lalu. Namun uangnya habis untuk membeli pampers dan keperluan Putu Dini yang lain.
Bahkan pakaian ganti untuk sang anak hanya ada tiga pasang. Itu dicuci dan dipakai secara bergantian. “Saya ngirit-ngirit di sini, beli nasi 5 ribuan, kadang cuma beli mie. Dua hari lalu uangnya cuma masih Rp 78 ribu. Saya bingung, maunya nelepon kakak mau pinjam uang,” katanya.
Sehari-harinya, Wayan Sutama hanyalah seorang penjual sate. Pendapatan bersihnya kadang hanya Rp 50-60 ribu sehari. Pendapatan tersebut digunakan untuk menghidupi anggota keluarganya. Sedihnya, tidak hanya Putu Dini yang menderita gizi buruk, anak ketiga Sutama juga hampir sama kondisinya. Hanya anak kedua yang normal. Kondisi ini ditambah lagi sang istri meninggal setahun lalu karena tersengat listrik.
Karena harus merawat ketiga buah hatinya, sementara ia tetap harus bekerja mencari nafkah, ia memutuskan untuk menikah lagi. Sekarang, istrinyalah yang merawat kedua anaknya di rumah Klungkung, sementara ia fokus merawat anak pertama di RSUP Sanglah.
Sementara itu, dalam perawatan Putu Dini kemarin, Bupati Klungkung, I Nyoman Suwirta, datang menjenguknya. Ayah Putu Dini sendiri ternyata adalah sahabatnya sewaktu Bupati Suwirta dulu masih bekerja di koperasi. Mereka telah bersahabat sejak 30 tahun. “Aduh Yan.. Yan.. lamun kene ngorahang nake (kalau begini bilang dong)...” Begitulah sepintas ucapan Bupati Suwirta kepada temannya itu.
“Saya baru tahunya di media sosial. Saya coba lacak, dari mana orangnya, ternyata dari Klungkung. Dari situ saya tahu, kalau Sutama ini ternyata sahabat saya. Waktu kerja di Koperasi Srinadi, saya ajak support dia jualan sate sampai jadi UMKM di Pasar Galiran,” tutur Bupati Suwirta di sela-sela menjenguk Putu Dini.
Namun di tengah kondisi Sutama yang ia anggap berekonomi cukup karena telah memiliki usaha jualan sate, Bupati Suwirta mengaku tidak tahu kalau kondisi anak pertama dan ketiga Sutama seperti itu. Sayangnya, Sutama juga enggan dan malu menceritakan kondisi anaknya kepada Bupati Suwirta.
“Ini menjadi pembelajaran bagi saya juga. Harapan saya kepada ujung tombak saya yang di bawah, baik itu kepala dusun, kepala lingkungan, kepala desa, agar rajin-rajin nengok warganya. Jangan sampai seperti ini, akhirnya muncul di media. Padahal kondisi mereka sudah seperti ini dari dulu. Tapi, orang tuanya juga malu mengatakan hal ini. Dia tidak pernah cerita ke saya,” katanya.
Saat ditemui disal Cempaka RS Sanglah oleh Bupati Suwirta yang didampingi Ny Ayu Suwirta, bocah yang dulu hanya terbaring lemah itu kini sudah nampak lebih baik serta mampu duduk ditempat tidurnya. Kepada Wayan Sutama, Bupati Suwirta pun menyerahkan bantuan sejumlah uang sebagai bekal merawat sang anak serta memberikan dorongan semangat dalam menghadapi cobaan ini. "Semoga kondisi anak ini bisa secepatnya membaik sehingga jika memungkinkan supaya dirawat di RS Klungkung yang jaraknya lebih dekat dari tempat tinggalnya di Jalan Dahlia, Kota Semarapura, Klungkung," ujarnya.
Khusus penanganan untuk Putu Dini, kata Bupati Suwirta, masih menunggu kondisinya lebih baik lagi hingga bisa dirujuk balik ke RSUD Klungkung. Bupati Suwirta rencananya akan memberikan ruangan khusus untuk perawatan lanjutan Putu Dini di Klungkung. “Saya tadi sudah berbicara dengan dokter. Sarannya dibiarkan dulu di sini agar ditangani dengan baik. Kalau sudah agak normal, saya akan ajak di Klungkung dan dirawat di Klungkung,” katanya.
Sementara untuk kehidupan sehari-hari Sutama selama menunggui perawatan Putu Dini, kata Bupati Suwirta, akan diinventarisir oleh Dinsos. Ia mengatakan penanganan masyarakat miskin di Klungkung tidak menggunakan pola pukul rata. “Kita akan inventarisir dari aplikasi yang akan kita kembangkan. Apa yang mereka butuhkan. Misalnya pampers, susu, baju, dan lain-lain,” tandasnya.
Sementara itu, dua orang dokter residen yang merawat pasien, Dessy Adoe dan Anik Cindi Yuliastin menjelaskan, pasien masih dalam penanganan kegawatan dulu baru nanti ke arah penyakit metabolik, sehingga belum bisa dirujuk balik ke Klungkung. Anik menyampaikan bahwa sejak diterima kondisi pasien mengalami pembengkakan di beberapa bagian. Awalnya, berat badan pasien sekitar 17 kilogram. Namun setelah dirawat bengkak tersebut hilang dan berat badannya mencapai 15 kilogram.
“Adik Putu Dini datang dengan bengkak di kaki dan tangannya. Kami harus turunkan bengkak dulu. Baru nanti kami gemukkan. Biar secara kompleks tertangani misalnya ke dokter THT juga. Rencananya juga akan ada penanganan penyakit metaboliknya,” jelasnya. *ind, wan
1
Komentar