Pekerja Rumahan Butuh Perhatian Pemerintah
Pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) diminta untuk memperhatikan nasib para pekerja rumahan.
JAKARTA, NusaBali
Kemenaker pun didesak segera mengeluarkan peraturan tantang perlindungan para pekerja ini. Direktur Eksekutif Trade Union Rights Centre (TURC) Indonesia, Andriko Otang, mengatakan, sejauh ini para pekerja rumahan tersebar di tujuh provinsi dalam 24 kabupaten/kota di tanah air. Mereka mengerjakan pekerjaan perusahaan atau pabrik ini di rumah sendiri tanpa mendapat perhatian.
"Sejauh ini kita sudah catat 4000-5000 pekerja rumahan," kata Andriko ditemui di Gedung Kerta Niaga Kota Tua, Jakarta Barat, Jumat (14/12).
Andriko menjelaskan, para pekerja rumahan ini menerima dan mendapatkan pekerjaan melalui perantara, baik individu mapun perusahaan sub kontraktor. Akibatnya, upah yang diterima sangat kecil dan tak memiliki jaminan apapun.
"Karena perjanjian kerja tidak ada, praktis mereka tidak punya perlindungan apa-apa. Banyak yang tidak tahu seperti apa hak pekerjaan ini. Jaminan kesehatan, jaminan keselamatan kerja tidak ada," ungkapnya.
Menurutnya, memperkerjakan para pekerjaan rumahan ini sebagai salah satu cara dan strategi perusahaan untuk mengurangi biaya produksi. Terdapat dua variasi barang yang dikerjakan pekerja ini yakni untuk ekspor (mancanegara) dan dalam negeri.
"Pertama bekerja dengan orientasi produksi ekspor, yakni jenis barang garmen, sepatu dan rotan. Sisanya, kerajinan tangan untuk produk-produk dalam negeri. Jadi pola relasi yang dibangun perusahaan adalah dari brand mereka sub kontrakan ke perusahaan atau kita sebut T1," jelasnya seperti dilansir kompas.
Dia menyebutkan, rentang usia para pekerja rumahaan ini sekitar 30 tahun dan terdapat sekitar 60 persen. Kebayakkan dari mereka sudah pernah bekerja di perusahaan atau pabrik.
Demi nasib mereka, TURC Indonesia sudah menyerah draft peraturan ke Menteri Kemenaker, tentang pekerjaan rumahan.
"Garis besanya ada tiga hal, pengakuan atas status pekerja rumahaan sebagai pekerja, kemuadia akses perlindungan, dan pola distribusi kerja yang adil. Kita mendorong suapaya tidak ada lagi diskriminasi antara pekerja di dalam pabrik dan di luar pabrik, untuk suatu jenis pekerjaan yang sama," tandasnya. *
Kemenaker pun didesak segera mengeluarkan peraturan tantang perlindungan para pekerja ini. Direktur Eksekutif Trade Union Rights Centre (TURC) Indonesia, Andriko Otang, mengatakan, sejauh ini para pekerja rumahan tersebar di tujuh provinsi dalam 24 kabupaten/kota di tanah air. Mereka mengerjakan pekerjaan perusahaan atau pabrik ini di rumah sendiri tanpa mendapat perhatian.
"Sejauh ini kita sudah catat 4000-5000 pekerja rumahan," kata Andriko ditemui di Gedung Kerta Niaga Kota Tua, Jakarta Barat, Jumat (14/12).
Andriko menjelaskan, para pekerja rumahan ini menerima dan mendapatkan pekerjaan melalui perantara, baik individu mapun perusahaan sub kontraktor. Akibatnya, upah yang diterima sangat kecil dan tak memiliki jaminan apapun.
"Karena perjanjian kerja tidak ada, praktis mereka tidak punya perlindungan apa-apa. Banyak yang tidak tahu seperti apa hak pekerjaan ini. Jaminan kesehatan, jaminan keselamatan kerja tidak ada," ungkapnya.
Menurutnya, memperkerjakan para pekerjaan rumahan ini sebagai salah satu cara dan strategi perusahaan untuk mengurangi biaya produksi. Terdapat dua variasi barang yang dikerjakan pekerja ini yakni untuk ekspor (mancanegara) dan dalam negeri.
"Pertama bekerja dengan orientasi produksi ekspor, yakni jenis barang garmen, sepatu dan rotan. Sisanya, kerajinan tangan untuk produk-produk dalam negeri. Jadi pola relasi yang dibangun perusahaan adalah dari brand mereka sub kontrakan ke perusahaan atau kita sebut T1," jelasnya seperti dilansir kompas.
Dia menyebutkan, rentang usia para pekerja rumahaan ini sekitar 30 tahun dan terdapat sekitar 60 persen. Kebayakkan dari mereka sudah pernah bekerja di perusahaan atau pabrik.
Demi nasib mereka, TURC Indonesia sudah menyerah draft peraturan ke Menteri Kemenaker, tentang pekerjaan rumahan.
"Garis besanya ada tiga hal, pengakuan atas status pekerja rumahaan sebagai pekerja, kemuadia akses perlindungan, dan pola distribusi kerja yang adil. Kita mendorong suapaya tidak ada lagi diskriminasi antara pekerja di dalam pabrik dan di luar pabrik, untuk suatu jenis pekerjaan yang sama," tandasnya. *
1
Komentar