Gelar Workshop Fotografi dengan Suguhan Tradisi Jembrana
Deniek G Sukarya Berkarya di Kampung Halaman
NEGARA, NusaBali
Salah satu fotografer legendaris di Indonesia, Gede Sukarya atau yang lebih dikenal dengan nama Deniek G Sukarya, menggelar workshop fotografi di kampung halamannya, Kelurahan Tegal Cangkring, Kecamatan Mendoyo, Jembrana, Sabtu (15/12). Menariknya, di sela-sela acara workshop tersebut, fotografer yang telah sukses memasarkan karya-karyanya dalam sejumlah buku ini turut menyuguhkan atraksi Makepung Lampit beserta kesenian Jegog, tradisi dan seni khas Jembrana.
Dalam rangkaian acara yang dipusatkan di Wantilan Pura Dalem Desa Pakraman Tegal Cangkring, para peserta yang beberapa diantaranya fotografer mancanegara, diajak mengabadikan moment Makepung Lampit di kawasan Subak Gintungan, Desa Delodberawah, Kecamatan Mendoyo. Memasuki acara workshop, sang maestro fotografi yang juga telah menekuni dunia fotografi hingga ke kancah internasional ini juga membagikan tentang rahasianya dalam menemukan ide dan konsep kreatif menerbitkan sebuah buku, termasuk tips pemasarannya.
Peserta juga diajak santap siang dengan menu masakan trasional hasil olahan krama Desa Pakraman Tegal Cangkring. Salah satunya, lawar klungah yang juga termasuk kuliner khas Jembrana sembari diiringi tetabuhan Jegog. Sebagai pamungkas rangkaian acara worskshop, itu ditampilkan sejumlah karya seni tari dengan kreasi tetabuhan Jegog yang dibawakan anak-anak muda dari Sanggar Seni Sukarya.
Deniek mengatakan, acara workshop dengan menyuguhkan atraksi tradisi dan seni khas Jembrana dengan mengajak Komunitas Fotografi Jembrana (KFJ) ini baru tahap eksperimen dan pesertanya masih terbatas. Kedepannya, ia pun kembali akan menggelar acara serupa di Jembrana, agar komunitas fotografi semakin berkembang. Salah satunya, bagaimana melakukan pengambilan foto-foto untuk publikasi yang lebih bersifat feature, bahkan diharapkam bisa membuat buku seperti dirinya. "Banyak hal saya bagi. Mulai dari pengetahuan tentang latar belakang, definisi kesenian dan kebudayaan. Kita harap mereka bisa memperkenalkan itu dalam bentuk foto. Bagaimana foto harus ditangkap dengan baik, dan apa yang ingin disampaikan tergambar. Sama seperti 5W 1H dalam jurnalistik," ujarnya.
Dari pengamatannya, fotografer di daerah, lebih banyak menekuni karir untuk foto-foto prewedding. Padahal foto-foto prewedding, itu hanya menjangkau kalangan pengusaha salon. Ketika hanya terfokus dalam foto-foto prewedding yang dalam pengambilanya dilakukan dengan cara menyeting objek, ilmunya tidak akan berkembang.
"Kalau foto dokumentari, kita tidak menyeting sehingga foto-foto itu bisa laku menjadi publikasi. Nilainya jelas akan lebih tinggi. Kedepan saya ingin mereka juga bisa seperti saya. Hampir semua foto saya sudah dipublikasi, dan incomenya sangat menjanjikan," ujar sang fotografer yang secara pribadi telah menerbitkan sebanyak 16 buku, termasuk 7 buku yang diterbitkan melalui kerjasama dengan sejumlah rekannya. *ode
Salah satu fotografer legendaris di Indonesia, Gede Sukarya atau yang lebih dikenal dengan nama Deniek G Sukarya, menggelar workshop fotografi di kampung halamannya, Kelurahan Tegal Cangkring, Kecamatan Mendoyo, Jembrana, Sabtu (15/12). Menariknya, di sela-sela acara workshop tersebut, fotografer yang telah sukses memasarkan karya-karyanya dalam sejumlah buku ini turut menyuguhkan atraksi Makepung Lampit beserta kesenian Jegog, tradisi dan seni khas Jembrana.
Dalam rangkaian acara yang dipusatkan di Wantilan Pura Dalem Desa Pakraman Tegal Cangkring, para peserta yang beberapa diantaranya fotografer mancanegara, diajak mengabadikan moment Makepung Lampit di kawasan Subak Gintungan, Desa Delodberawah, Kecamatan Mendoyo. Memasuki acara workshop, sang maestro fotografi yang juga telah menekuni dunia fotografi hingga ke kancah internasional ini juga membagikan tentang rahasianya dalam menemukan ide dan konsep kreatif menerbitkan sebuah buku, termasuk tips pemasarannya.
Peserta juga diajak santap siang dengan menu masakan trasional hasil olahan krama Desa Pakraman Tegal Cangkring. Salah satunya, lawar klungah yang juga termasuk kuliner khas Jembrana sembari diiringi tetabuhan Jegog. Sebagai pamungkas rangkaian acara worskshop, itu ditampilkan sejumlah karya seni tari dengan kreasi tetabuhan Jegog yang dibawakan anak-anak muda dari Sanggar Seni Sukarya.
Deniek mengatakan, acara workshop dengan menyuguhkan atraksi tradisi dan seni khas Jembrana dengan mengajak Komunitas Fotografi Jembrana (KFJ) ini baru tahap eksperimen dan pesertanya masih terbatas. Kedepannya, ia pun kembali akan menggelar acara serupa di Jembrana, agar komunitas fotografi semakin berkembang. Salah satunya, bagaimana melakukan pengambilan foto-foto untuk publikasi yang lebih bersifat feature, bahkan diharapkam bisa membuat buku seperti dirinya. "Banyak hal saya bagi. Mulai dari pengetahuan tentang latar belakang, definisi kesenian dan kebudayaan. Kita harap mereka bisa memperkenalkan itu dalam bentuk foto. Bagaimana foto harus ditangkap dengan baik, dan apa yang ingin disampaikan tergambar. Sama seperti 5W 1H dalam jurnalistik," ujarnya.
Dari pengamatannya, fotografer di daerah, lebih banyak menekuni karir untuk foto-foto prewedding. Padahal foto-foto prewedding, itu hanya menjangkau kalangan pengusaha salon. Ketika hanya terfokus dalam foto-foto prewedding yang dalam pengambilanya dilakukan dengan cara menyeting objek, ilmunya tidak akan berkembang.
"Kalau foto dokumentari, kita tidak menyeting sehingga foto-foto itu bisa laku menjadi publikasi. Nilainya jelas akan lebih tinggi. Kedepan saya ingin mereka juga bisa seperti saya. Hampir semua foto saya sudah dipublikasi, dan incomenya sangat menjanjikan," ujar sang fotografer yang secara pribadi telah menerbitkan sebanyak 16 buku, termasuk 7 buku yang diterbitkan melalui kerjasama dengan sejumlah rekannya. *ode
Komentar