Satu Bidang Tanah Dibawa ke Pengadilan
Proses pembayaran dana ganti rugi dalam pembebasan lahan Shortcut Titik 5-6 wilayah Desa Wangiri-Desa Gitgit, Kecamatan Sukasada, Buleleng tidak berjalan mulus.
Pembayaran Dana Ganti Rugi Lahan Shortcut Titik 5-6
SINGARAJA, NusaBali
Dari 30 bidang lahan yang dibebaskan, ternyata ada satu bidang tanah yang masih dijadikan agunan di bank. Dana pelunasan ganti rugi lahannya pun terpaksa dititip di Pengadilan Negeri (PN) Singaraja.
Dalam pembebasan lahan Shortcut Titik 5-6 di Jalur Utama Denpasar-Singaraja via Bedugul, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Buleleng mencatat luas lahan yang dibebaskan mencapai 10,8 hektare. Lahan tersebut terbagi dalam 30 bidang tanah, dengan jumlah kepemilikan 22 orang. Keseluruhan lahan shortcut yang dibebaskan berada di kawasan Desa Pegayaman, Kecamatan Sukasada.
Proses pelunasan ganti rugi lahan shortcut yang dibebaskan sudah dimulai sejak 6 Desember 2018 lalu. Masing-masing pemilik lahan pun telah menunjukkan bukti kepemilikan, hingga nilai ganti rugi disepakati. Bahkan, salah satu keluarga pemilik lahan yang tadinya ngotot ingin lahannya ditukar guling, telah memilih dana ganti rugi.
Dalam pelunasan ganti rugi lahan shortcut tersebut juga disertai dengan pelepasan hak kepemilikan, sehingga tanahnya kini menjadi aset pemerintah. Namun, ada salah satu bidang lahan yang belum bisa dilakukan pelepasan hak, karena bukti kepemilikan berupa sertifikat hak milik masih dijadikan agunan pijaman kredit di sebuah bank. Walhasil, dana ganti rugi lahan tersebut belum bisa dibayarkan melalui transfer ke rekening pemilik tanah.
Data yang diperoleh NusaBali dari Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Buleleng, Minggu (16/12), bidang lahan yang belum bisa dilunasi ganti ruginya tersebut adalah milik keluarga Ferryjanto Satrio, dengan luas 1.515 meter persegi. Nilai ganti rugi yang mesti dibayarkan untuk lahan tersebut sebesar Rp 477.965.023 atau Rp 477,97 juta.
Menurut Kepala Dinas PUPR Buleleng, Ketut Suparta Wijaya, pihaknya berencana menitipkan dana ganti rugi lahan atas nama Ferryjanto Satrio ke PN Singaraja. Hal ini dilakukan agar tidak menghambat proses pengerjaan fisik Shortcut Titik 5-6, yang ditarget sudah harus rampung per 31 Desember 2019 mendatang. Di samping itu, dana ganti rugi juga harus dicairkan sesuai tahun anggaran 2018.
“Kalau dana ganti rugi lahan shortcut ini tidak kami cairkan, nanti masuk ke kas daerah dan tidak bisa lagi dialokasikan. Makanya, dana ini harus cair dalam tahun 2018. Nanti kami titipkan dulu di pegadilan sebagai konsiyasi,” ungkap Suparta Wijaya saat dikonfirmasi NusaBali di Singaraja, Minggu kemarin.
Suparta Wijaya menyebutkan, penitipan dana ganti rugi lahan atas nama Ferryjanto Satrio ke PN Singaraja itu akan dilakukan, Senin (17/12) ini. Nantinya, jika pemilik lahan ingin mencairkan dana ganti rugi tersebut, yang bersangkutan harus mengajukan permohonan ke PN Singaraja. “Kalau nanti pemilik ingin menarik dananya, dengan menunjukkan bukti kepemilikan sertifikat, bisa mengajukan permohonan ke pengadilan,” jelas Suparta Wijaya.
Sementara itu, keluarga I Putu Yasa, 68, yang semula ngotot agar pemeritah menukar guling lahannya dan membuatkan bangunan rumah, akhirnya memilih menerima dana ganti rugi. Menurut Suparta Wijaya, keluarga Putu Yasa sudah sepakat dengan besaran dana gantia rugi lahan.
“Selain itu, proses tukar guling lahan itu juga perlu waktu yang lama. Keluarga Putu Yasa sudah setuju terima ganti rugi lahan. Jadi, sejauh ini sudah tidak ada masalah lagi. Tinggal satu bidang lahan yang sertifikatnya masih dijadikan jaminan di bank saja yang dananya harus dititip ke pengadilan,” tandas Suparta Wijaya.
Sebelumnya, Putu Putra Yasa bersama 6 putranya hadir dalam proses pembayaran ganti rugi yang digelar Panitia Pembebasan Lahan Shortcut Titik 5-6 di Gedung Wanita Laksmi Graha, Jalan Pahlawan Singaraja, 6 Desember 2018 lalu. Keluarga Putu Yasa minta pemerintah memberikan lahan yang setara dengan luas tanah yang dibebaskan untuk proyek shortcut. Selain tukar guling lahan, pemerintah juga diminta membuat-kan tempat tinggal di atas tanah pengganti.
Menurut Putu Yasa, keluarganya hanya memiliki lahan seluas 50 are yang terletak di Banjar Amerta Sari, Desa Pegayaman. Dari luas itu, sekitar 6 are di antaranya digunakan untuk pekarangan rumah, sedangkan sisanya sebagai areal pertanian.
Nah, dalam proyek Shortcut Titik 5-6 yang dibangun pemerintah melintasi Desa Pegayaman, seluruh lahan milik keluarga Putu Yasa kena pembebasan, sehingga mereka tidak punya tanah lagi yang bisa ditempati. Sedangkan jumlah anggota keluarganya cukup banyak, mencapai 27 jiwa.
Menurut Putu Yasa, pihaknya minta pemerintah memberikan lahan pengganti dan sekaligus membuatkan bangunan tempat tinggal serta sanggah, karena ada kekhawatiran nilai gati rugi yang diterimanya nanti tidak cukup untuk membiayai semua keluarganya. Lagipula, mereka belum tentu dapat beli tanah di tempat lain.
Shortcut Titik 5-6 dirancang sepanjang 1,9 kilometer, dengan lebar badan jalan 9 meter untuk dua jalur. Nantinya, ada jembatan sepanjang 210 meter dalam Shortcut dengan jumlah 5 tikungan dan kemiringan maksimal 6 derajat ini. Titik 5 Short Cut berada di Kilometer 57 wilayah Desa Wanagiri, Kecamatan Sukasada, Buleleng, tepatnya depan Pura Yeh Ketipat ke arah timur menuju Desa Pegayaman. Sedangkan Titik 6 Shortcut berada di Kilometer 59 perbatasan Desa Wanagiri-Desa Gitgit, Kecamatan Sukasada.
Waktu tempuh di atas Shortcut Titik 5-6 sepanjang 1,9 kilometer ini hanya 3 menit, dengan kecepatan 40-60 kilometer per jam. Pembangunan Shortcut Titik 5-6 ini sepenuhnya dibiayai dari APBN, dengan nilai kontrak sebesar Rp 140.684.958.700 atau Rp 140,69 miliar, yang dikerjakan PT ADHI-Cipta KSO. Shortcut Titik 5-6 ditargetkan sudah rampung per 31 Desember 2019 mendatang. *k19
SINGARAJA, NusaBali
Dari 30 bidang lahan yang dibebaskan, ternyata ada satu bidang tanah yang masih dijadikan agunan di bank. Dana pelunasan ganti rugi lahannya pun terpaksa dititip di Pengadilan Negeri (PN) Singaraja.
Dalam pembebasan lahan Shortcut Titik 5-6 di Jalur Utama Denpasar-Singaraja via Bedugul, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Buleleng mencatat luas lahan yang dibebaskan mencapai 10,8 hektare. Lahan tersebut terbagi dalam 30 bidang tanah, dengan jumlah kepemilikan 22 orang. Keseluruhan lahan shortcut yang dibebaskan berada di kawasan Desa Pegayaman, Kecamatan Sukasada.
Proses pelunasan ganti rugi lahan shortcut yang dibebaskan sudah dimulai sejak 6 Desember 2018 lalu. Masing-masing pemilik lahan pun telah menunjukkan bukti kepemilikan, hingga nilai ganti rugi disepakati. Bahkan, salah satu keluarga pemilik lahan yang tadinya ngotot ingin lahannya ditukar guling, telah memilih dana ganti rugi.
Dalam pelunasan ganti rugi lahan shortcut tersebut juga disertai dengan pelepasan hak kepemilikan, sehingga tanahnya kini menjadi aset pemerintah. Namun, ada salah satu bidang lahan yang belum bisa dilakukan pelepasan hak, karena bukti kepemilikan berupa sertifikat hak milik masih dijadikan agunan pijaman kredit di sebuah bank. Walhasil, dana ganti rugi lahan tersebut belum bisa dibayarkan melalui transfer ke rekening pemilik tanah.
Data yang diperoleh NusaBali dari Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Buleleng, Minggu (16/12), bidang lahan yang belum bisa dilunasi ganti ruginya tersebut adalah milik keluarga Ferryjanto Satrio, dengan luas 1.515 meter persegi. Nilai ganti rugi yang mesti dibayarkan untuk lahan tersebut sebesar Rp 477.965.023 atau Rp 477,97 juta.
Menurut Kepala Dinas PUPR Buleleng, Ketut Suparta Wijaya, pihaknya berencana menitipkan dana ganti rugi lahan atas nama Ferryjanto Satrio ke PN Singaraja. Hal ini dilakukan agar tidak menghambat proses pengerjaan fisik Shortcut Titik 5-6, yang ditarget sudah harus rampung per 31 Desember 2019 mendatang. Di samping itu, dana ganti rugi juga harus dicairkan sesuai tahun anggaran 2018.
“Kalau dana ganti rugi lahan shortcut ini tidak kami cairkan, nanti masuk ke kas daerah dan tidak bisa lagi dialokasikan. Makanya, dana ini harus cair dalam tahun 2018. Nanti kami titipkan dulu di pegadilan sebagai konsiyasi,” ungkap Suparta Wijaya saat dikonfirmasi NusaBali di Singaraja, Minggu kemarin.
Suparta Wijaya menyebutkan, penitipan dana ganti rugi lahan atas nama Ferryjanto Satrio ke PN Singaraja itu akan dilakukan, Senin (17/12) ini. Nantinya, jika pemilik lahan ingin mencairkan dana ganti rugi tersebut, yang bersangkutan harus mengajukan permohonan ke PN Singaraja. “Kalau nanti pemilik ingin menarik dananya, dengan menunjukkan bukti kepemilikan sertifikat, bisa mengajukan permohonan ke pengadilan,” jelas Suparta Wijaya.
Sementara itu, keluarga I Putu Yasa, 68, yang semula ngotot agar pemeritah menukar guling lahannya dan membuatkan bangunan rumah, akhirnya memilih menerima dana ganti rugi. Menurut Suparta Wijaya, keluarga Putu Yasa sudah sepakat dengan besaran dana gantia rugi lahan.
“Selain itu, proses tukar guling lahan itu juga perlu waktu yang lama. Keluarga Putu Yasa sudah setuju terima ganti rugi lahan. Jadi, sejauh ini sudah tidak ada masalah lagi. Tinggal satu bidang lahan yang sertifikatnya masih dijadikan jaminan di bank saja yang dananya harus dititip ke pengadilan,” tandas Suparta Wijaya.
Sebelumnya, Putu Putra Yasa bersama 6 putranya hadir dalam proses pembayaran ganti rugi yang digelar Panitia Pembebasan Lahan Shortcut Titik 5-6 di Gedung Wanita Laksmi Graha, Jalan Pahlawan Singaraja, 6 Desember 2018 lalu. Keluarga Putu Yasa minta pemerintah memberikan lahan yang setara dengan luas tanah yang dibebaskan untuk proyek shortcut. Selain tukar guling lahan, pemerintah juga diminta membuat-kan tempat tinggal di atas tanah pengganti.
Menurut Putu Yasa, keluarganya hanya memiliki lahan seluas 50 are yang terletak di Banjar Amerta Sari, Desa Pegayaman. Dari luas itu, sekitar 6 are di antaranya digunakan untuk pekarangan rumah, sedangkan sisanya sebagai areal pertanian.
Nah, dalam proyek Shortcut Titik 5-6 yang dibangun pemerintah melintasi Desa Pegayaman, seluruh lahan milik keluarga Putu Yasa kena pembebasan, sehingga mereka tidak punya tanah lagi yang bisa ditempati. Sedangkan jumlah anggota keluarganya cukup banyak, mencapai 27 jiwa.
Menurut Putu Yasa, pihaknya minta pemerintah memberikan lahan pengganti dan sekaligus membuatkan bangunan tempat tinggal serta sanggah, karena ada kekhawatiran nilai gati rugi yang diterimanya nanti tidak cukup untuk membiayai semua keluarganya. Lagipula, mereka belum tentu dapat beli tanah di tempat lain.
Shortcut Titik 5-6 dirancang sepanjang 1,9 kilometer, dengan lebar badan jalan 9 meter untuk dua jalur. Nantinya, ada jembatan sepanjang 210 meter dalam Shortcut dengan jumlah 5 tikungan dan kemiringan maksimal 6 derajat ini. Titik 5 Short Cut berada di Kilometer 57 wilayah Desa Wanagiri, Kecamatan Sukasada, Buleleng, tepatnya depan Pura Yeh Ketipat ke arah timur menuju Desa Pegayaman. Sedangkan Titik 6 Shortcut berada di Kilometer 59 perbatasan Desa Wanagiri-Desa Gitgit, Kecamatan Sukasada.
Waktu tempuh di atas Shortcut Titik 5-6 sepanjang 1,9 kilometer ini hanya 3 menit, dengan kecepatan 40-60 kilometer per jam. Pembangunan Shortcut Titik 5-6 ini sepenuhnya dibiayai dari APBN, dengan nilai kontrak sebesar Rp 140.684.958.700 atau Rp 140,69 miliar, yang dikerjakan PT ADHI-Cipta KSO. Shortcut Titik 5-6 ditargetkan sudah rampung per 31 Desember 2019 mendatang. *k19
1
Komentar