BLP Evaluasi Proses Tender
Pemkab harus berani menjatuhkan sanksi black list terhadap rekanan yang tidak mampu menyelesaikan proyek sesuai kontrak kerja.
Proyek Molor Jadi Khawatiran Pemkab
SINGARAJA, NusaBali
Badan Layanan Pengadaan (BLP) Barang dan Jasa Pemkab Buleleng akan mengevaluasi proses tender proye fisik. Kerena tidak sedikit proyek pengerjaan fisik molor, diduga karena rekanan terlalu banyak mendapat proyek. Akibatnya, rekanan tidak bisa fokus dalam menyelesaikan satu proyek.
“Ini menjadi bahan evaluasi kami ke depan. Memang ada rekanan mendapat proyek lebih dari satu,” kata Kepala BLP Pemkab Buleleng I Putu Adipta Ekaputra, dikonfirmasi Minggu (16/12).
Adipta menyebut, selama ini pihaknya tidak bisa membatasi rekanan dalam mendapatkan proyek pemerintah. Karena sesuai ketentuan, rekanan yang dinyatakan menang tender ketika dokumen dinyatakan lengkap, dan nilai penawarannya kompetitif. “Penawarannya tidak mesti terendah, tetapi nilainya kompetitif, dan syarat pendukungnya lengkap. Kalau semua syarat baik teknis dan harga lengkap, panitia lelang tidak bisa mengugurkan,” jelasnya.
Dikatakan, dalam ketentuan juga tidak diatur pembatasan rekanan mendapatkan proyek. Selama rekanan memiliki kemampuan dasar (KD), rekanan yang bersangkutan bisa mendapatkan lebih dari satu proyek. “Satu rekanan bisa menangani satu sampai tiga proyek berdasar KD. Kemampuan ini ada perhitungannya. Makanya kami panitia lelang tidak bisa menggugurkan rekanan yang dapat lebih dari 1 -2 proyek,” imbuhnya.
Menurut Adipta, keterlambatan pengerjaan proyek lebih banyak dipicu akibat persoalan keuangan internal rekanan. Hanya saja, pihaknya sendiri tidak bisa mengontrol keuangan rekanan. Dalam tender, pihak rekanan hanya diwajibkan melaporkan neraca keuangan perusahaan. “Tetapi kami tidak bisa mengontrol terlalu jauh, memang ada neraca yang disampaikan, selama sudah ada neraca keuangan berarti secara dokumen terpenuhi,” katanya.
Dalam tender proyek kedepannya, pihaknya akan merancang pembatasan jumlah proyek yang dikerjakan. Atau memperketat syarat-syarat tender, sehingga rekanan yang mendapatkan proyek mampu menyelesaikan pekerjaan sesuai batas waktu. “Nanti kami evaluasi, bisa memperketat syarat, atau membatasi jumlah proyek yang dikerjakan,” ujarnya.
Sebelumnya, Ketua Komisi II Putu Mangku Budiasa menegaskan, Pemkab harus berani menjatuhkan sanksi black list terhadap rekanan yang tidak mampu menyelesaikan proyek sesuai kontrak kerja. Sanksi ini apalagi keterlambatan dimaksud karena persoalan internal rekanan. Selain rekanan, pihak pengawas juga harus mendapat sanksi, karena dianggap tidak mampu dalam mengawasi proyek hingga terjadi keterlambatan pengerjaan.
Di tempat terpisah, Kadis PUPR Buleleng Ketut Suparta Wijaya mengungkapkan, perusahaan yang kini masuk dalam daftar hitam adalah CV Arya Dewata Utama. Perusahaan ini memenangkan tender proyek rehab bangunan senderan pada paket jalan Sekumpul-Lemukih-Yeh Ketipat dan Sekumpul-Galungan. Semestinya proyek dengan nilai kontrak Rp 302,8 juta itu, tuntas pada 10 September 2018, namun molor dari kontrak kerja.
Perusahaan menyanggupi menuntaskan dalam waktu perpanjangan selama 50 hari kalender dengan konsekuensin sanksi denda sebesar Rp 302.800 per hari. Ternyata, meski mendapat waktu perpanjangan, proyek senderan yang semestinya sudah rampung sampai 30 Oktober 2018, tidak juga tuntas. “Ternyata progress pekerjaannya sampai tanggal 30 Oktober itu hanya selesai 54 persen. Akhirnya kami lakukan pemutusan kontrak pada tanggal 31 Oktober dan kami masukkan daftar hitam. Pekerjaan yang 54 persen itu saja yang kami akui,” beber Suparta Wijaya. *k19
“Ini menjadi bahan evaluasi kami ke depan. Memang ada rekanan mendapat proyek lebih dari satu,” kata Kepala BLP Pemkab Buleleng I Putu Adipta Ekaputra, dikonfirmasi Minggu (16/12).
Adipta menyebut, selama ini pihaknya tidak bisa membatasi rekanan dalam mendapatkan proyek pemerintah. Karena sesuai ketentuan, rekanan yang dinyatakan menang tender ketika dokumen dinyatakan lengkap, dan nilai penawarannya kompetitif. “Penawarannya tidak mesti terendah, tetapi nilainya kompetitif, dan syarat pendukungnya lengkap. Kalau semua syarat baik teknis dan harga lengkap, panitia lelang tidak bisa mengugurkan,” jelasnya.
Dikatakan, dalam ketentuan juga tidak diatur pembatasan rekanan mendapatkan proyek. Selama rekanan memiliki kemampuan dasar (KD), rekanan yang bersangkutan bisa mendapatkan lebih dari satu proyek. “Satu rekanan bisa menangani satu sampai tiga proyek berdasar KD. Kemampuan ini ada perhitungannya. Makanya kami panitia lelang tidak bisa menggugurkan rekanan yang dapat lebih dari 1 -2 proyek,” imbuhnya.
Menurut Adipta, keterlambatan pengerjaan proyek lebih banyak dipicu akibat persoalan keuangan internal rekanan. Hanya saja, pihaknya sendiri tidak bisa mengontrol keuangan rekanan. Dalam tender, pihak rekanan hanya diwajibkan melaporkan neraca keuangan perusahaan. “Tetapi kami tidak bisa mengontrol terlalu jauh, memang ada neraca yang disampaikan, selama sudah ada neraca keuangan berarti secara dokumen terpenuhi,” katanya.
Dalam tender proyek kedepannya, pihaknya akan merancang pembatasan jumlah proyek yang dikerjakan. Atau memperketat syarat-syarat tender, sehingga rekanan yang mendapatkan proyek mampu menyelesaikan pekerjaan sesuai batas waktu. “Nanti kami evaluasi, bisa memperketat syarat, atau membatasi jumlah proyek yang dikerjakan,” ujarnya.
Sebelumnya, Ketua Komisi II Putu Mangku Budiasa menegaskan, Pemkab harus berani menjatuhkan sanksi black list terhadap rekanan yang tidak mampu menyelesaikan proyek sesuai kontrak kerja. Sanksi ini apalagi keterlambatan dimaksud karena persoalan internal rekanan. Selain rekanan, pihak pengawas juga harus mendapat sanksi, karena dianggap tidak mampu dalam mengawasi proyek hingga terjadi keterlambatan pengerjaan.
Di tempat terpisah, Kadis PUPR Buleleng Ketut Suparta Wijaya mengungkapkan, perusahaan yang kini masuk dalam daftar hitam adalah CV Arya Dewata Utama. Perusahaan ini memenangkan tender proyek rehab bangunan senderan pada paket jalan Sekumpul-Lemukih-Yeh Ketipat dan Sekumpul-Galungan. Semestinya proyek dengan nilai kontrak Rp 302,8 juta itu, tuntas pada 10 September 2018, namun molor dari kontrak kerja.
Perusahaan menyanggupi menuntaskan dalam waktu perpanjangan selama 50 hari kalender dengan konsekuensin sanksi denda sebesar Rp 302.800 per hari. Ternyata, meski mendapat waktu perpanjangan, proyek senderan yang semestinya sudah rampung sampai 30 Oktober 2018, tidak juga tuntas. “Ternyata progress pekerjaannya sampai tanggal 30 Oktober itu hanya selesai 54 persen. Akhirnya kami lakukan pemutusan kontrak pada tanggal 31 Oktober dan kami masukkan daftar hitam. Pekerjaan yang 54 persen itu saja yang kami akui,” beber Suparta Wijaya. *k19
Komentar