Dua Bule Telantar di RSUP Sanglah
RSUP Sanglah seringkali menerima pasien terlantar. Tidak hanya domestik, namun terkadang juga Warga Negara Asing (WNA).
DENPASAR, NusaBali
Ini yang sedang terjadi sekarang di RSUP Sanglah. Dua WNA yakni WNA asal New Zealand, Malcolm Andrew Mcdonal, sudah seminggu dirawat, serta WNA asal Nepal, Binod Waiba sudah dirawat empat bulan di RSUP Sanglah.
Pasien Malcolm Andrew McDonal, 65, dirawat di Ruang Bakung Timur. Menurut diagnosa, ia mengidap Sindrome Delirium. Sayangnya, saat ditelusuri ke ruang perawatannya, pasien tersebut hanya tidur saja. Bule yang penuh tato di punggungnya ini dikenal jorok karena kerap kencing sembarangan. “Memang suka kencing sembarangan, di manapun, di washtafel juga,” jelas Kepala Ruangan Ni Wayan Sukawati, Senin (17/12).
Ia mengungkapkan, sejak awal masuk, pasien melarang siapapun membuka kopernya. Sementara paspor juga tidak ditemukan. Saat di lihat di ruangan, di samping tempat tidurnya terdapat koper hitam yang tidak boleh dibuka sama sekali. Sementara di meja tampak makanan yang berserakan beserta botol-botol air mineral. Pasiennya dengan pulas tidur dengan kondisi itu. “Satpam saja nggak boleh buka kopernya. Nggak tahu ada apa di dalamnya,” terangnya.
Berdasarkan informasi yang diterima NusaBali, Andrew adalah pasien rujukan dari RS BIMC pada Minggu (9/12). Pasien diterima dengan kondisi diare namun tidak disertai muntahan. Kondisinya pun sudah membaik dan sudah diizinkan pulang pada 12 Desember lalu.
Pihak Konsulat New Zealand sendiri saat dihubungi Humas RSUP Sanglah tidak merespon. Sedangkan tagihannya hingga saat ini Rp 4,8 juta. “Bilangnya akan dicarikan keluarganya. Tapi sampai sekarang nggak ada kabar," ungkap Kasubbag Humas RSUP Sanglah I Dewa Ketut Kresna kemarin.
Sementara itu, di Ruang Mawar RSUP Sanglah, ada juga seorang WNA terlantar. Binod Waiba, WNA asal Nepal sudah 4 bulan dirawat di RS Sanglah. Ditemui kemarin, Binod yang fasih berbahasa Indonesia ini mengaku terkena kanker LH Stadium II B Legio colli Sinistra. “Saya divonis kanker pada tahun 2010 di Nepal. Kemudian di Bali, kayaknya kumat. Kaki kiri saya tiba-tiba sakit. Sampai sekarang tidak bisa ditekuk,” kata Binod.
Selama perawatan di RS Sanglah selama 4 bulan, ia menaksir pembiayaannya membengkak mencapai Rp 124 juta. Tidak hanya di RS Sanglah, ia juga sempat dirawat di RS Surya Husada selama dua bulan dengan biaya sebesar Rp 110 juta. Jika dihitung-hitung, total ia mengeluarkan biaya hingga Rp 205 juta. Tabungannya pun sudah habis hanya untuk berobat saja. “Ada Kedutaan Nepal datang jenguk, tapi dia cuma nyerahin dokumen. Tapi sampai sekarang belum ada kabar lagi,” katanya.
Binod menceritakan, ia tinggal di Indonesia sejak tahun 2013. Ia sempat menikah dengan perempuan asal Semarang, Jawa Tengah enam bulan kemudian. Namun tahun 2015, pernikahan mereka kandas. Hari-harinya kemudian diisi dengan berbisnis batu mulia dari berbagai negara yang dijualnya di Indonesia.
Binod mengaku sempat lama tinggal Lombok. Itulah pertama kali ia kembali merasakan sakit. Ia sebenarnya sempat dirawat di RS Lombok, namun pihak rumah sakit di Lombok memberikan pilihan agar Binod melanjutkan pengobatan di Bali, Surabaya atau Jakarta. Akhirnya Binod pun memilih Bali dan dia sempat di rawat di Surya Husada, hingga akhirnya di RSUP Sanglah selama empat bulan. *ind
Ini yang sedang terjadi sekarang di RSUP Sanglah. Dua WNA yakni WNA asal New Zealand, Malcolm Andrew Mcdonal, sudah seminggu dirawat, serta WNA asal Nepal, Binod Waiba sudah dirawat empat bulan di RSUP Sanglah.
Pasien Malcolm Andrew McDonal, 65, dirawat di Ruang Bakung Timur. Menurut diagnosa, ia mengidap Sindrome Delirium. Sayangnya, saat ditelusuri ke ruang perawatannya, pasien tersebut hanya tidur saja. Bule yang penuh tato di punggungnya ini dikenal jorok karena kerap kencing sembarangan. “Memang suka kencing sembarangan, di manapun, di washtafel juga,” jelas Kepala Ruangan Ni Wayan Sukawati, Senin (17/12).
Ia mengungkapkan, sejak awal masuk, pasien melarang siapapun membuka kopernya. Sementara paspor juga tidak ditemukan. Saat di lihat di ruangan, di samping tempat tidurnya terdapat koper hitam yang tidak boleh dibuka sama sekali. Sementara di meja tampak makanan yang berserakan beserta botol-botol air mineral. Pasiennya dengan pulas tidur dengan kondisi itu. “Satpam saja nggak boleh buka kopernya. Nggak tahu ada apa di dalamnya,” terangnya.
Berdasarkan informasi yang diterima NusaBali, Andrew adalah pasien rujukan dari RS BIMC pada Minggu (9/12). Pasien diterima dengan kondisi diare namun tidak disertai muntahan. Kondisinya pun sudah membaik dan sudah diizinkan pulang pada 12 Desember lalu.
Pihak Konsulat New Zealand sendiri saat dihubungi Humas RSUP Sanglah tidak merespon. Sedangkan tagihannya hingga saat ini Rp 4,8 juta. “Bilangnya akan dicarikan keluarganya. Tapi sampai sekarang nggak ada kabar," ungkap Kasubbag Humas RSUP Sanglah I Dewa Ketut Kresna kemarin.
Sementara itu, di Ruang Mawar RSUP Sanglah, ada juga seorang WNA terlantar. Binod Waiba, WNA asal Nepal sudah 4 bulan dirawat di RS Sanglah. Ditemui kemarin, Binod yang fasih berbahasa Indonesia ini mengaku terkena kanker LH Stadium II B Legio colli Sinistra. “Saya divonis kanker pada tahun 2010 di Nepal. Kemudian di Bali, kayaknya kumat. Kaki kiri saya tiba-tiba sakit. Sampai sekarang tidak bisa ditekuk,” kata Binod.
Selama perawatan di RS Sanglah selama 4 bulan, ia menaksir pembiayaannya membengkak mencapai Rp 124 juta. Tidak hanya di RS Sanglah, ia juga sempat dirawat di RS Surya Husada selama dua bulan dengan biaya sebesar Rp 110 juta. Jika dihitung-hitung, total ia mengeluarkan biaya hingga Rp 205 juta. Tabungannya pun sudah habis hanya untuk berobat saja. “Ada Kedutaan Nepal datang jenguk, tapi dia cuma nyerahin dokumen. Tapi sampai sekarang belum ada kabar lagi,” katanya.
Binod menceritakan, ia tinggal di Indonesia sejak tahun 2013. Ia sempat menikah dengan perempuan asal Semarang, Jawa Tengah enam bulan kemudian. Namun tahun 2015, pernikahan mereka kandas. Hari-harinya kemudian diisi dengan berbisnis batu mulia dari berbagai negara yang dijualnya di Indonesia.
Binod mengaku sempat lama tinggal Lombok. Itulah pertama kali ia kembali merasakan sakit. Ia sebenarnya sempat dirawat di RS Lombok, namun pihak rumah sakit di Lombok memberikan pilihan agar Binod melanjutkan pengobatan di Bali, Surabaya atau Jakarta. Akhirnya Binod pun memilih Bali dan dia sempat di rawat di Surya Husada, hingga akhirnya di RSUP Sanglah selama empat bulan. *ind
Komentar