Pengurus LPD Tanggahan Peken Kasepekang
Mereka akan diterima kembali apabila sudah mengembalikan dana LPD.
BANGLI, NusaBali
Pengurus Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Tanggahan Peken, Desa Sulahan, Kecamatan Susut, Bangli kasepekang. Keputusan mengeluarkan pengurus LPD sebagai krama adat diambil dalam paruman adat di Balai Banjar Tanggahan Peken, Selasa (18/12) malam. Inilah puncak kekecewaan krama karena para pengurus LPD tidak mampu menyelesaikan masalah di LPD Tanggahan Peken.
Paruman adat dimulai dari pukul 18.00 Wita hingga 23.00 Wita. Pembahasannya sangat alot. Penyarikan Banjar Tanggahan Peken, I Nyoman Budiarta, mengatakan keputusan kasepekang tersebut sangat berat bagi krama. “Sebetulnya krama tidak menginginkan hal seperti ini, tapi ini bentuk sanksi yang harus diambil,” ungkapnya, Rabu (19/12). Para pengurus LPD yang kasepekang yakni Ketua I Wayan Sudarma, Sekretatris I Wayan Denes, dan bendahara I Ketut Tajem.
Mereka akan diterima kembali apabila sudah mengembalikan dana LPD. “Para pengurus LPD ini menempati tahan ayahan, setelah ada hasil paruman secara otomatis yang bersangkutan bukan pengayah lagi,” jelas Budiarta. Terkait rencana ngerampag (penyitaan aset) milik pengurus LPD, masih akan dibicarakan dalam paruman selanjutnya. “Ini masih proses. Masih akan dilaksanakan paruman kembali,” terangnya. Dikatakan, camat, Lembaga Pemberdayaan LPD (LPLPD) ikut turun tangan. Nantinya akan dibentuk tim dan pengurus baru.
Budiarta mengatakan, Camat Susut menyarankan bentuk tim kembali untuk melakukan pemeriksaan. Disinyalir ada data LPD yang tidak valid. Buat sementara kegiatan operasinal LPD Tanggahan Peken ditutup. “Kami ingin LPD Tanggahan Peken tetap berjalan,” imbuhnya. Sayang Ketua LPD Tanggahan Peken, I Wayan Sudarma, saat dikonfirmasi per telepon belum bisa tersambung.
Sebelumnya diberitakan, hasil audit dari tim yang dibentuk desa adat maupun audit LPLPD ada selilisih dana belasan miliar rupiah. Audit LPLPD selisih Rp 14 miliar, tim internal desa adat selisih Rp 19 miliar. Dari pengurus sudah ada yang menyerahkan aset berupa tanah. Hanya saja dari pengurus tidak memberikan surat kuasa, sehingga tanah tersebut tidak bisa diproses. “Memang memberikan tanah, tanpa ada surat pernyataan tertulis,” ungkap Budiarta. *es
Pengurus Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Tanggahan Peken, Desa Sulahan, Kecamatan Susut, Bangli kasepekang. Keputusan mengeluarkan pengurus LPD sebagai krama adat diambil dalam paruman adat di Balai Banjar Tanggahan Peken, Selasa (18/12) malam. Inilah puncak kekecewaan krama karena para pengurus LPD tidak mampu menyelesaikan masalah di LPD Tanggahan Peken.
Paruman adat dimulai dari pukul 18.00 Wita hingga 23.00 Wita. Pembahasannya sangat alot. Penyarikan Banjar Tanggahan Peken, I Nyoman Budiarta, mengatakan keputusan kasepekang tersebut sangat berat bagi krama. “Sebetulnya krama tidak menginginkan hal seperti ini, tapi ini bentuk sanksi yang harus diambil,” ungkapnya, Rabu (19/12). Para pengurus LPD yang kasepekang yakni Ketua I Wayan Sudarma, Sekretatris I Wayan Denes, dan bendahara I Ketut Tajem.
Mereka akan diterima kembali apabila sudah mengembalikan dana LPD. “Para pengurus LPD ini menempati tahan ayahan, setelah ada hasil paruman secara otomatis yang bersangkutan bukan pengayah lagi,” jelas Budiarta. Terkait rencana ngerampag (penyitaan aset) milik pengurus LPD, masih akan dibicarakan dalam paruman selanjutnya. “Ini masih proses. Masih akan dilaksanakan paruman kembali,” terangnya. Dikatakan, camat, Lembaga Pemberdayaan LPD (LPLPD) ikut turun tangan. Nantinya akan dibentuk tim dan pengurus baru.
Budiarta mengatakan, Camat Susut menyarankan bentuk tim kembali untuk melakukan pemeriksaan. Disinyalir ada data LPD yang tidak valid. Buat sementara kegiatan operasinal LPD Tanggahan Peken ditutup. “Kami ingin LPD Tanggahan Peken tetap berjalan,” imbuhnya. Sayang Ketua LPD Tanggahan Peken, I Wayan Sudarma, saat dikonfirmasi per telepon belum bisa tersambung.
Sebelumnya diberitakan, hasil audit dari tim yang dibentuk desa adat maupun audit LPLPD ada selilisih dana belasan miliar rupiah. Audit LPLPD selisih Rp 14 miliar, tim internal desa adat selisih Rp 19 miliar. Dari pengurus sudah ada yang menyerahkan aset berupa tanah. Hanya saja dari pengurus tidak memberikan surat kuasa, sehingga tanah tersebut tidak bisa diproses. “Memang memberikan tanah, tanpa ada surat pernyataan tertulis,” ungkap Budiarta. *es
1
Komentar