2.426 Bencana dan 4.231 Orang Meninggal
Catatan Akhir Tahun BNPB
JAKARTA, NusaBali
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat 2.426 bencana terjadi di Indonesia selama 2018. Dari jumlah itu, 4.231 orang meninggal. "Secara umum, kalau kita lihat di sini, banjir, longsor, dan puting beliung itu masih tetap mendominasi kejadian bencana tahun ini. Per tanggal 14 Desember, kejadian bencana jumlahnya adalah 2.426. Itu menyebabkan 4.231 orang meninggal dunia dan hilang, lalu ada 6.948 orang yang luka-luka, sedangkan masyarakat yang terdampak jumlah keseluruhannya sekitar 9,9 juta orang," kata Kepala BNPB Willem Rampangilei di kantornya, Jalan Pramuka, Jakarta Timur, Rabu (19/12).
Willem menjelaskan, dari sejumlah bencana itu, 96,9 persen merupakan bencana yang bersifat hidrometeorologis, sedangkan 3,1 persen lainnya bencana geologi. Meski jumlahnya lebih sedikit, bencana geologi menyebabkan dampak lebih besar.
"Kalau kita bicara tentang bencana ada yang bisa diprediksi, ada yang tidak bisa diprediksi, seperti gempa bumi. Jarang terjadi. Tapi, kalau sekali terjadi pasti, di wilayah yang banyak penduduknya, akan memakan korban banyak. Ini contoh di Sulawesi Tengah," jelas Willem.
Willem menjelaskan jumlah bencana pada 2017 lebih banyak daripada 2018 pada periode yang sama, yaitu 1 Januari hingga 14 Desember. Tahun ini, jumlah kejadian bencana turun 11,36 persen. Namun jumlah korban meninggal dan hilang naik. Jumlah korban luka-luka, mengungsi, dan rumah rusak juga naik.
"Gempa bumi NTB dan gempa bumi yang disusul tsunami dan likuifaksi di Sulawesi Tengah adalah penyebab kenaikan dampak bencana. Jadi bencana yang di Sulteng itu dampaknya sungguh sangat luar biasa," ujarnya. BNPB mencatat sebanyak 3.397 orang meninggal dan 4.426 mengalami luka –luka akibat bencana alam itu.
Lebih lanjut, dijelaskan Willem, pertumbuhan ekonomi akan terkoreksi karena dampak bencana yang kompleks. Dampak bencana bukan hanya terhadap kehidupan manusia, tetapi juga berdampak pada ekonomi dan lingkungan.
"Dari aspek ekonomi pada saat tidak terjadi bencana itu, pertumbuhan ekonomi 6,24 persen. Kondisi setelah gempa dan tsunami itu turun 4,49 persen sehingga pertumbuhan ekonomi di daerah itu 1,75 persen. Menurunnya pertumbuhan ekonomi akan berdampak terhadap inflasi. Inflasi terkoreksi, yaitu 6,63 persen," ucap Willem seperti dilansir detik.
Menurut Willem, dampak ekonomi akibat bencana akan meningkatkan jumlah penduduk miskin baru. Willem meminta negara perlu melakukan upaya pengurangan risiko bencana dengan berinvestasi.
"Bahwa ke depan kita perlu melakukan upaya dalam pengurangan resiko bencana. Dengan kata lain, tidak ada cara lain bahwa kita sebagai negara yang rawan terhadap bencana, tidak boleh tidak, kita harus berinvestasi di dalam pengurangan risiko bencana," pungkasnya. *
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat 2.426 bencana terjadi di Indonesia selama 2018. Dari jumlah itu, 4.231 orang meninggal. "Secara umum, kalau kita lihat di sini, banjir, longsor, dan puting beliung itu masih tetap mendominasi kejadian bencana tahun ini. Per tanggal 14 Desember, kejadian bencana jumlahnya adalah 2.426. Itu menyebabkan 4.231 orang meninggal dunia dan hilang, lalu ada 6.948 orang yang luka-luka, sedangkan masyarakat yang terdampak jumlah keseluruhannya sekitar 9,9 juta orang," kata Kepala BNPB Willem Rampangilei di kantornya, Jalan Pramuka, Jakarta Timur, Rabu (19/12).
Willem menjelaskan, dari sejumlah bencana itu, 96,9 persen merupakan bencana yang bersifat hidrometeorologis, sedangkan 3,1 persen lainnya bencana geologi. Meski jumlahnya lebih sedikit, bencana geologi menyebabkan dampak lebih besar.
"Kalau kita bicara tentang bencana ada yang bisa diprediksi, ada yang tidak bisa diprediksi, seperti gempa bumi. Jarang terjadi. Tapi, kalau sekali terjadi pasti, di wilayah yang banyak penduduknya, akan memakan korban banyak. Ini contoh di Sulawesi Tengah," jelas Willem.
Willem menjelaskan jumlah bencana pada 2017 lebih banyak daripada 2018 pada periode yang sama, yaitu 1 Januari hingga 14 Desember. Tahun ini, jumlah kejadian bencana turun 11,36 persen. Namun jumlah korban meninggal dan hilang naik. Jumlah korban luka-luka, mengungsi, dan rumah rusak juga naik.
"Gempa bumi NTB dan gempa bumi yang disusul tsunami dan likuifaksi di Sulawesi Tengah adalah penyebab kenaikan dampak bencana. Jadi bencana yang di Sulteng itu dampaknya sungguh sangat luar biasa," ujarnya. BNPB mencatat sebanyak 3.397 orang meninggal dan 4.426 mengalami luka –luka akibat bencana alam itu.
Lebih lanjut, dijelaskan Willem, pertumbuhan ekonomi akan terkoreksi karena dampak bencana yang kompleks. Dampak bencana bukan hanya terhadap kehidupan manusia, tetapi juga berdampak pada ekonomi dan lingkungan.
"Dari aspek ekonomi pada saat tidak terjadi bencana itu, pertumbuhan ekonomi 6,24 persen. Kondisi setelah gempa dan tsunami itu turun 4,49 persen sehingga pertumbuhan ekonomi di daerah itu 1,75 persen. Menurunnya pertumbuhan ekonomi akan berdampak terhadap inflasi. Inflasi terkoreksi, yaitu 6,63 persen," ucap Willem seperti dilansir detik.
Menurut Willem, dampak ekonomi akibat bencana akan meningkatkan jumlah penduduk miskin baru. Willem meminta negara perlu melakukan upaya pengurangan risiko bencana dengan berinvestasi.
"Bahwa ke depan kita perlu melakukan upaya dalam pengurangan resiko bencana. Dengan kata lain, tidak ada cara lain bahwa kita sebagai negara yang rawan terhadap bencana, tidak boleh tidak, kita harus berinvestasi di dalam pengurangan risiko bencana," pungkasnya. *
Komentar