Dua Siswa SMAN Bali Mandara Jadi Peneliti Muda Terbaik Indonesia
Seperti rangkaain rantai, prestasi SMAN Bali Mandara tak pernah terputus. Setelah berhasil menjadi sekolah pengelola perpustakaan terbaik se-Indonesia, dua siswanya juga baru-baru ini mendapatkan tiket liburan gratis di Singapura.
Lahirkan Inovasi Kontainer Sampah SIGMA
SINGARAJA, NusaBali
Mereka terpilih menjadi salah satu dari dua grup peneliti muda terbaik, dari 300 karya inovasi terbaik di Indonesia. Keduanya adalah Nengah Swardana, 17, dan I Kadek Dwi Cahya, 16. Keberhasilan keduanya berawal saat mengikuti program penyusunan buku oleh Komunitas Kemarin Sore yang bernaung di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Sebanyak 300 karya inovasi hasil penelitian siswa se-Indonesia, dibukukan. Bahkan dari 300 karya inovasi itu, 17 di antaranya dari karya siswa SMAN Bali Mandara.
“Jadi setelah dibukukan dan disahkan 13-16 Desember lalu oleh Kemendikbud, kami mengikuti seleksi selanjutnya. Ternyata panitia menyiapkan tiket liburan gratis ke Singapura untuk dua karya, iseng-iseng kami ikuti persyaratannya dan saat ini masih menunggu jadwal keberangkatan,” kata Swardana.
Ia pun mengatakan bahwa seleksi itu dilakukan dengan mengikuti akun instagram Komunitas Kemarin Sore, termasuk keaktifan dalam nimbrung di kolom komentar terkait pembahan karya inovasi. Tak sia-sia, Swardana dan Cahya kemudian diumumkan sebagai salah satu pemenang tiket, bersama satu regu lainnya dari Aceh yang meneliti dan menghasilkan pil penambah daya tahan tubuh bagi penderita HIV/AIDS.
Sementara itu dalam karya inovasinya, Swardana dan Cahya mengangkat tentang alat pengukur kapasitas bak sampah, yang mereka sebut SIGMA (Smart Innovation of Garbage Monitoring Automatic). Penelitian tersebut sebelumnya pernah diikutkan dalam Olimpiade Penelitian Siswa Indonesia (OPSI) tahun ini. Hanya saja belum berhasil menjadi yang terbaik meski sempat masuk ke final. Penelitian itu disebut Swardana berawal saat melihat permasalahan kontainer sampah di sekolahnya terisi penuh dan lambat dijemput petugas dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH). Hal tersebut pun sering kali menimbulkan polusi dan menjadi sumber penyakit.
“Dari masalah itu kami kemudian berpikir untuk menciptakan alat pendeteksi dan pengukur volume sampah, sehingga tercipta SIGMA ini,” kata Swadarma yang ditemui disekolahnya Sabtu (22/12) lalu.
Dalam alat pengukur volume sampah itu keduanya menggunakan sensor ultrasonic, yang kemudian membaca volume sampah dengan jarak alat dengan sampah dan memancarkan gelombang yang ditangkap oleh laser. Selanjutnya hasil sensor akan dikonversikan dalam monitor. Hasil pendeteksian itu juga disebut Swardana akan membaca dengan kategori hampir kosong, sedang dan hampir penuh. “Kalau hampir penuh, alat ini secara otomatis akan mengirimkan SMS kepada petugas untuk mengangkut sampah di kontainer,” katanya.
Alat itu pun sudah pernah diterapkan di kontainer sampah di sekitar sekolah mereka dan sudah dinyatakan berhasil. Hanya saja saat ini sedang dilakukan penyempurnaan agar pesan yang dikirimkan alat bisa langsung masuk ke website dan lebih banyak alamat nomor telpon. Hal tersebut mengingat petugas pengangkut kontainer tak hanya satu orang dan seringkali berganti. Jika alat tersebut sudah dinyatakan sempurna, mereka pun dengan pihak sekolah berencana akan melakukan sosialisasi dengan dinas terkait di Pemkab Buleleng, sehingga harapan bis amembantu petugas dapat terwujud.
Sementara itu selain Swardana dan Cahya, delapan siswa SMAN Bali Mandara lainnya pada 13-16 Desember lalu juga mendapatkan apresiasi dari Kemendikbud. Ratusan siswa di Indonesia yang mengikuti kegiatan siswa berprestasi di tingkat nasional dan internasional diundang ke Jakarta untuk mengikuti kegiatan apresiasi itu.
Selain mendapatkan kesempatan mengenal Jakarta mereka juga mendapatkan seminar orang sukses, kreator animasi, pebisnis, pengusaha, hingga Focus Group Discusion (FGD) siswa berprestasi se-Indonesia yang membahas tentang pemecahan masalah pendidikan dan apa yang harus dilakukan ke depannya.I Dewa Gede Wicaksana Prabaswara, sebagai salah satu siswa yang berangkat dalam kegiatan itu mengatakan merasa sangat dihargai oleh pemerintah.
“Terutama saat FGD itu, kami mendapat kesempatan tidak hanya mengkritik kebijakan pendiidkan saat ini tetapi juga memberikan solusi nyata kami dari siswa untuk pemerintah,” kata dia. Dalam kesampatan itu satu tim SMAN Bali Mandara juga mendapatkan kesempatan untuk memamerkan karya inovatifnya dari 11 karya se-Indonesia, yakni Alat Pendeteksi Sapi Birahi (APEKSI).
Dari keberhasilan sejumlah siswanya itu disebut Guru Pembina, Kadek Yuli Artama, memang memerlukan perjuangan dan keseriusan yang tinggi. Siswanya yang diwajibkan menghasilkan satu penelitian selama menempuh proses belajar dalam program Riset Based School (RBS), memacu semangat untuk menjadi yang terbaik. Hanya saja sejauh ini, dalam pembinaan yang sudah diterapkan masih terkendala soal anggaran yang minim. “Kendalanya selama ini masih terbatas anggaran yang belum maksimal, tetapi kami memaksimalkan apa yang ada saja. Ini masih menjadi hambatan kami, terutama saat mengecek lab alat yang dihasilkan siswa di perguruan tiggi yang belum dpat akses penuh. Mudah-mudahan ke depannya ada solusi dari pemerintah,” kata dia. *k23
SINGARAJA, NusaBali
Mereka terpilih menjadi salah satu dari dua grup peneliti muda terbaik, dari 300 karya inovasi terbaik di Indonesia. Keduanya adalah Nengah Swardana, 17, dan I Kadek Dwi Cahya, 16. Keberhasilan keduanya berawal saat mengikuti program penyusunan buku oleh Komunitas Kemarin Sore yang bernaung di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Sebanyak 300 karya inovasi hasil penelitian siswa se-Indonesia, dibukukan. Bahkan dari 300 karya inovasi itu, 17 di antaranya dari karya siswa SMAN Bali Mandara.
“Jadi setelah dibukukan dan disahkan 13-16 Desember lalu oleh Kemendikbud, kami mengikuti seleksi selanjutnya. Ternyata panitia menyiapkan tiket liburan gratis ke Singapura untuk dua karya, iseng-iseng kami ikuti persyaratannya dan saat ini masih menunggu jadwal keberangkatan,” kata Swardana.
Ia pun mengatakan bahwa seleksi itu dilakukan dengan mengikuti akun instagram Komunitas Kemarin Sore, termasuk keaktifan dalam nimbrung di kolom komentar terkait pembahan karya inovasi. Tak sia-sia, Swardana dan Cahya kemudian diumumkan sebagai salah satu pemenang tiket, bersama satu regu lainnya dari Aceh yang meneliti dan menghasilkan pil penambah daya tahan tubuh bagi penderita HIV/AIDS.
Sementara itu dalam karya inovasinya, Swardana dan Cahya mengangkat tentang alat pengukur kapasitas bak sampah, yang mereka sebut SIGMA (Smart Innovation of Garbage Monitoring Automatic). Penelitian tersebut sebelumnya pernah diikutkan dalam Olimpiade Penelitian Siswa Indonesia (OPSI) tahun ini. Hanya saja belum berhasil menjadi yang terbaik meski sempat masuk ke final. Penelitian itu disebut Swardana berawal saat melihat permasalahan kontainer sampah di sekolahnya terisi penuh dan lambat dijemput petugas dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH). Hal tersebut pun sering kali menimbulkan polusi dan menjadi sumber penyakit.
“Dari masalah itu kami kemudian berpikir untuk menciptakan alat pendeteksi dan pengukur volume sampah, sehingga tercipta SIGMA ini,” kata Swadarma yang ditemui disekolahnya Sabtu (22/12) lalu.
Dalam alat pengukur volume sampah itu keduanya menggunakan sensor ultrasonic, yang kemudian membaca volume sampah dengan jarak alat dengan sampah dan memancarkan gelombang yang ditangkap oleh laser. Selanjutnya hasil sensor akan dikonversikan dalam monitor. Hasil pendeteksian itu juga disebut Swardana akan membaca dengan kategori hampir kosong, sedang dan hampir penuh. “Kalau hampir penuh, alat ini secara otomatis akan mengirimkan SMS kepada petugas untuk mengangkut sampah di kontainer,” katanya.
Alat itu pun sudah pernah diterapkan di kontainer sampah di sekitar sekolah mereka dan sudah dinyatakan berhasil. Hanya saja saat ini sedang dilakukan penyempurnaan agar pesan yang dikirimkan alat bisa langsung masuk ke website dan lebih banyak alamat nomor telpon. Hal tersebut mengingat petugas pengangkut kontainer tak hanya satu orang dan seringkali berganti. Jika alat tersebut sudah dinyatakan sempurna, mereka pun dengan pihak sekolah berencana akan melakukan sosialisasi dengan dinas terkait di Pemkab Buleleng, sehingga harapan bis amembantu petugas dapat terwujud.
Sementara itu selain Swardana dan Cahya, delapan siswa SMAN Bali Mandara lainnya pada 13-16 Desember lalu juga mendapatkan apresiasi dari Kemendikbud. Ratusan siswa di Indonesia yang mengikuti kegiatan siswa berprestasi di tingkat nasional dan internasional diundang ke Jakarta untuk mengikuti kegiatan apresiasi itu.
Selain mendapatkan kesempatan mengenal Jakarta mereka juga mendapatkan seminar orang sukses, kreator animasi, pebisnis, pengusaha, hingga Focus Group Discusion (FGD) siswa berprestasi se-Indonesia yang membahas tentang pemecahan masalah pendidikan dan apa yang harus dilakukan ke depannya.I Dewa Gede Wicaksana Prabaswara, sebagai salah satu siswa yang berangkat dalam kegiatan itu mengatakan merasa sangat dihargai oleh pemerintah.
“Terutama saat FGD itu, kami mendapat kesempatan tidak hanya mengkritik kebijakan pendiidkan saat ini tetapi juga memberikan solusi nyata kami dari siswa untuk pemerintah,” kata dia. Dalam kesampatan itu satu tim SMAN Bali Mandara juga mendapatkan kesempatan untuk memamerkan karya inovatifnya dari 11 karya se-Indonesia, yakni Alat Pendeteksi Sapi Birahi (APEKSI).
Dari keberhasilan sejumlah siswanya itu disebut Guru Pembina, Kadek Yuli Artama, memang memerlukan perjuangan dan keseriusan yang tinggi. Siswanya yang diwajibkan menghasilkan satu penelitian selama menempuh proses belajar dalam program Riset Based School (RBS), memacu semangat untuk menjadi yang terbaik. Hanya saja sejauh ini, dalam pembinaan yang sudah diterapkan masih terkendala soal anggaran yang minim. “Kendalanya selama ini masih terbatas anggaran yang belum maksimal, tetapi kami memaksimalkan apa yang ada saja. Ini masih menjadi hambatan kami, terutama saat mengecek lab alat yang dihasilkan siswa di perguruan tiggi yang belum dpat akses penuh. Mudah-mudahan ke depannya ada solusi dari pemerintah,” kata dia. *k23
1
Komentar