Produksi Rumput Laut Nusa Penida Menurun
Produksi rumput laut di Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Bali, menurun dalam tiga tahun terakhir, karena faktor daya dukung alam dan manusia yang berkurang.
NUSA PENIDA, NusaBali
"Padahal, survei yang kami lakukan di Nusa Penida, sebagian besar masyarakat masih menginginkan rumput laut berjaya seperti dulu, mereka masih ingin berbudidaya lagi," kata pelaksana lapangan, Dinas Kelautan dan Perikanan Klungkung, I Wayan Suarbawa, Minggu (23/12).
Ia menjelaskan penurunan kapasitas budidaya rumput laut itu diduga karena banyak faktor, di antaranya faktor alam. Daerah pesisir rumput laut merupakan andalan penopang kehidupan pesisir, namun daya dukung menurun, sehingga petani rumput laut pun beralih pekerjaan.
Apalagi, pariwisata di Kecamatan Nusa Penida berkembang pesat sehingga warga yang dulunya sebagai petani rumput laut beralih sebagai pekerja pariwisata atau penopang pariwisata dan buruh bangunan. "Penurunan hasil produksi itu sering kena penyakit Ice-ice dan harga tak menentu, sehingga masyarakat ragu kembali melaut. Mereka takut merugi dan akhirnya banyak dari mereka beralih profesi," katanya.
Menjawab keraguan masyarakat itu, Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Klungkung pun membuat demplot atau percontohan untuk menguji hasil produksi rumput laut. "Pada April 2018, kami mulai melakukan demplot di Semaya, Batununggul dan Lembongan. Hasilnya cukup bagus, namun hasil demplot ini perlu diperpanjang waktunya agar validitasnya lebih akurat berdasarkan siklus tahunan rumput laut," kata Suarbawa.
Selain demplot, melalui Yayasan Kalimajari, Wayan Suarbawa juga ikut andil melatih petani untuk mengolah hasil rumput laut menjadi berbagai produk, mulai kerupuk, sabun, sirup, selai, handbody dan makanan ringan lainnya. "Harapannya bila serius itu bisa menjadi 'home industry' yang produknya akan mendukung pariwisata," katanya.
Selain itu, aktivitas rumput laut bisa dijadikan tour wisata khas Nusa Penida. "Pokoknya rumput laut dan pariwisata bisa saling menguatkan, saling bersinergi, bukan saling meniadakan," katanya. *ant
"Padahal, survei yang kami lakukan di Nusa Penida, sebagian besar masyarakat masih menginginkan rumput laut berjaya seperti dulu, mereka masih ingin berbudidaya lagi," kata pelaksana lapangan, Dinas Kelautan dan Perikanan Klungkung, I Wayan Suarbawa, Minggu (23/12).
Ia menjelaskan penurunan kapasitas budidaya rumput laut itu diduga karena banyak faktor, di antaranya faktor alam. Daerah pesisir rumput laut merupakan andalan penopang kehidupan pesisir, namun daya dukung menurun, sehingga petani rumput laut pun beralih pekerjaan.
Apalagi, pariwisata di Kecamatan Nusa Penida berkembang pesat sehingga warga yang dulunya sebagai petani rumput laut beralih sebagai pekerja pariwisata atau penopang pariwisata dan buruh bangunan. "Penurunan hasil produksi itu sering kena penyakit Ice-ice dan harga tak menentu, sehingga masyarakat ragu kembali melaut. Mereka takut merugi dan akhirnya banyak dari mereka beralih profesi," katanya.
Menjawab keraguan masyarakat itu, Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Klungkung pun membuat demplot atau percontohan untuk menguji hasil produksi rumput laut. "Pada April 2018, kami mulai melakukan demplot di Semaya, Batununggul dan Lembongan. Hasilnya cukup bagus, namun hasil demplot ini perlu diperpanjang waktunya agar validitasnya lebih akurat berdasarkan siklus tahunan rumput laut," kata Suarbawa.
Selain demplot, melalui Yayasan Kalimajari, Wayan Suarbawa juga ikut andil melatih petani untuk mengolah hasil rumput laut menjadi berbagai produk, mulai kerupuk, sabun, sirup, selai, handbody dan makanan ringan lainnya. "Harapannya bila serius itu bisa menjadi 'home industry' yang produknya akan mendukung pariwisata," katanya.
Selain itu, aktivitas rumput laut bisa dijadikan tour wisata khas Nusa Penida. "Pokoknya rumput laut dan pariwisata bisa saling menguatkan, saling bersinergi, bukan saling meniadakan," katanya. *ant
Komentar