OSO Lawan Pencoretan Calon DPD
Kubu OSO menyebut KPU membangkang pada putusan pengadilan, KPU pun didesak mengeluarkan SK yang menyebut OSO tak masuk DCT.
JAKARTA, NusaBali
Ketua Umum Partai Hanura, Oesman Sapta Odang (OSO) tetap dicoret KPU dari daftar caleg tetap (DCT) anggota DPD RI. Alasan KPU, OSO masih belum menyerahkan surat pengunduran diri sebagai ketum Hanura sesuai batas waktu yang ditentukan. Namun pihak OSO melawan pencoretan ini. Ancaman laporan ke Bareskrim Polri dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) kini menanti komisioner KPU RI.
Polemik pencoretan OSO versus KPU ini berawal dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 30/PUU-XVI/2018. Dalam putusan itu, MK memerintahkan calon senator untuk mengundurkan diri dari pengurus parpol. Baik di pengurus parpol pusat, daerah hingga ranting.
Atas putusan MK tersebut KPU kemudian merevisi Peraturan KPU (PKPU) 14 tahun 2018, menjadi PKPU Nomor 26 Tahun 2018 terkait pencalonan perseorangan peserta pemilu anggota DPD. Dalam revisinya KPU menambahkan syarat mundurnya pengurus partai politik yang akan maju sebagai calon anggota DPD, serta mekanisme penyerahan surat pengunduran diri.
OSO kemudian mengajukan permohonan judicial review ke Mahkamah Agung (MA) dan menggugat KPU ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta terkait pencalonannya sebagai anggota DPD. MA dan PTUN memenangkan gugatan OSO. Menindaklanjuti putusan tersebut dan memberikan kembali kesempatan OSO untuk masuk dalam DCT dengan syarat mengundurkan diri dari Hanura. Singkat cerita, KPU tetap mencoret OSO dari DCT lantaran OSO belum menyerahkan surat pengunduran diri dari Ketum Hanura hingga batas waktu yang ditentukan, yaitu 21 Desember 2018.
"OSO tetap tidak masuk DCT," ujar komisioner KPU Ilham Saputra dalam keterangan tertulis, Sabtu (22/12). Menyikapi KPU, kubu OSO menyebut KPU membangkang pada putusan pengadilan. Kubu OSO mendesak KPU mengeluarkan surat keputusan (SK) yang menyebut OSO tak masuk DCT.
"Kami tetap nunggu KPU akan ngeluarin SK atau tetap nggak ngeluarin SK, yang bener KPU dia harus keluarin SK. SK itu akan kita proses lagi," kata pengacara OSO, Gugum Ridho saat dihubungi, Sabtu (22/12) malam. Begitu juga dengan DPP Hanura yang akan melaporkan komisioner KPU ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
KPU dinilai bertindak sewenang-wenang. "Makanya kenapa kita melaporkan komisioner KPU ke Bareskrim, kenapa kita akan melaporkan KPU ke DKPP karena tidak sekedar tindakan KPU itu adalah bentuk arogansi sewenang-wenang dan bahkan zalim terhadap hak politik warga negara yang dijamin oleh konstitusi," ujar Ketua DPP Hanura Benny Rhamdani dihubungi secara terpisah. Hanura melihat putusan KPU ganjil. Lembaga penyelenggara Pemilu itu dituding berpolitik mencoret OSO dari DCT.
"Jadi kebohongan satu kali dilakukan kebohongan yang berulang, jadi bau aroma busuk bahwa ada dugaan kuat adanya politisasi politik sangat tercium," cetus Benny. KPU tetap sesuai dengan pendiriannya yang memutuskan OSO tidak bisa masuk DCT. Menurutnya KPU tak perlu menetapkan surat keputusan mengenai tak dimasukannya nama OSO ke dalam DCT. Sebab OSO sebelumnya sudah dicoret dari DCT. "Final. Otomatis, jadi beliau kita tidak masukan ke dalam DCT. Di SK DCT beliau sudah tidak masuk," kata Komisioner KPU, Ilham Saputra, Sabtu (22/12) malam. *
Ketua Umum Partai Hanura, Oesman Sapta Odang (OSO) tetap dicoret KPU dari daftar caleg tetap (DCT) anggota DPD RI. Alasan KPU, OSO masih belum menyerahkan surat pengunduran diri sebagai ketum Hanura sesuai batas waktu yang ditentukan. Namun pihak OSO melawan pencoretan ini. Ancaman laporan ke Bareskrim Polri dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) kini menanti komisioner KPU RI.
Polemik pencoretan OSO versus KPU ini berawal dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 30/PUU-XVI/2018. Dalam putusan itu, MK memerintahkan calon senator untuk mengundurkan diri dari pengurus parpol. Baik di pengurus parpol pusat, daerah hingga ranting.
Atas putusan MK tersebut KPU kemudian merevisi Peraturan KPU (PKPU) 14 tahun 2018, menjadi PKPU Nomor 26 Tahun 2018 terkait pencalonan perseorangan peserta pemilu anggota DPD. Dalam revisinya KPU menambahkan syarat mundurnya pengurus partai politik yang akan maju sebagai calon anggota DPD, serta mekanisme penyerahan surat pengunduran diri.
OSO kemudian mengajukan permohonan judicial review ke Mahkamah Agung (MA) dan menggugat KPU ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta terkait pencalonannya sebagai anggota DPD. MA dan PTUN memenangkan gugatan OSO. Menindaklanjuti putusan tersebut dan memberikan kembali kesempatan OSO untuk masuk dalam DCT dengan syarat mengundurkan diri dari Hanura. Singkat cerita, KPU tetap mencoret OSO dari DCT lantaran OSO belum menyerahkan surat pengunduran diri dari Ketum Hanura hingga batas waktu yang ditentukan, yaitu 21 Desember 2018.
"OSO tetap tidak masuk DCT," ujar komisioner KPU Ilham Saputra dalam keterangan tertulis, Sabtu (22/12). Menyikapi KPU, kubu OSO menyebut KPU membangkang pada putusan pengadilan. Kubu OSO mendesak KPU mengeluarkan surat keputusan (SK) yang menyebut OSO tak masuk DCT.
"Kami tetap nunggu KPU akan ngeluarin SK atau tetap nggak ngeluarin SK, yang bener KPU dia harus keluarin SK. SK itu akan kita proses lagi," kata pengacara OSO, Gugum Ridho saat dihubungi, Sabtu (22/12) malam. Begitu juga dengan DPP Hanura yang akan melaporkan komisioner KPU ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
KPU dinilai bertindak sewenang-wenang. "Makanya kenapa kita melaporkan komisioner KPU ke Bareskrim, kenapa kita akan melaporkan KPU ke DKPP karena tidak sekedar tindakan KPU itu adalah bentuk arogansi sewenang-wenang dan bahkan zalim terhadap hak politik warga negara yang dijamin oleh konstitusi," ujar Ketua DPP Hanura Benny Rhamdani dihubungi secara terpisah. Hanura melihat putusan KPU ganjil. Lembaga penyelenggara Pemilu itu dituding berpolitik mencoret OSO dari DCT.
"Jadi kebohongan satu kali dilakukan kebohongan yang berulang, jadi bau aroma busuk bahwa ada dugaan kuat adanya politisasi politik sangat tercium," cetus Benny. KPU tetap sesuai dengan pendiriannya yang memutuskan OSO tidak bisa masuk DCT. Menurutnya KPU tak perlu menetapkan surat keputusan mengenai tak dimasukannya nama OSO ke dalam DCT. Sebab OSO sebelumnya sudah dicoret dari DCT. "Final. Otomatis, jadi beliau kita tidak masukan ke dalam DCT. Di SK DCT beliau sudah tidak masuk," kata Komisioner KPU, Ilham Saputra, Sabtu (22/12) malam. *
Komentar