Geng Cewek Diajak Main Film
Dua gadis alais geng cewek yang sempat viral di medsos (media sosisl) gara-gara video pengroyokan di Jalan Jukut Paku, Desa Singakerta, Ubud, Gianyar, kini diajak main film.
GIANYAR, NusaBali
Anak punk inisial ID,18, asal Desa/Kecamatan Blahbatuh, Gianyar dan AI,16, asal Tampaksiring ini bersanding dengan selebgram Pujastawa asal Singaraja, alias Hai Puja. Mereka sedang dalam proses syuting iklan layanan masyarakat bertrna 'Stop Kekerasan Terhadap Anak'.
Film tersebut diprakarsai oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dn Keluarga Berencana ( DP3AP2KB ) Kabupaten Gianyar. OPD ini bersinergi dengan Kadek Ariyasa, selaku komisioner Komisi Penyelenggara Perlindungan Anak Daerah (KPPAD) Bali. “Anggota geng cewek itu kami libatkan dua orang. Kasusnya sudah berakhir damai. Kini mereka sebagai pemeran pendukung Hai Puja dan Mister Josh,” ujar Kadek Ariasa, Kamis (27/12).
Komisioner asal Desa Mas, Kecamatan Ubud itu, menambahkan, film dalam dua tayangan itu akan dirilis ke publik pada Januari 2019. “Pertama, durasi film di Youtube 1,5 jam. Dan durasi 5 menit untuk disebarkan ke kalangan pariwisata di Gianyar,” jelasnya.
Dua anggota geng cewek itu dilibatkan karena dipandang punya potensi berakting. “Video viral gadis-gadis yang berkelahi di Ubud itu kami tonjolkan berita bahwa mereka sudah sadar dan bisa menunjukkan hal positif salah satu potensi dirinya dengan berakting,” jelasnya.
Dengan film tersebut, geng cewek itu bisa punya wadah yang baik dalam menyalurkan bakat akting. “Film ini untuk mewadahi hal-hal yang lebih positif dan bermanfaat sekaligus sebagai bukti mereka bisa berubah dan bisa berbuat sesuatu yang lebih baik,” terangnya.
Lanjut Ariyasa, tujuan utama pembuatan film untuk mengimbau masyarakat menghindari kekerasan terhadap anak di kabupaten Gianyar. “Film dibuat dengan latar belakang fenomena berita dan informasi terkait beberapa kasus seks online yang melibatkan anak sebagai korban. Indikasinya di dunia pariwisata,” jelasnya.
Selain itu, kata Ariyasa, muncul fenomena anak-anak gadis berpakaian adat Bali tidak memenuhi norma etika berbusana yang benar dan baik. “Sehingga membuka peluang penilaian negatif sehingga bisa menjurus sikap yang mendorong terjadinya peluang kekerasan seks terhadap anak kalau tidak siap mental dan iman,” paparnya.
Pihaknya berharap pembuatan film ini bisa cepat rampung. “Saat syuting sempat terkendala hujan. Tapi secara umum berlangsung alami dan sukses. Semoga editingnya dilancarkan dan tayang Januari,” ujarnya. *nvi
Anak punk inisial ID,18, asal Desa/Kecamatan Blahbatuh, Gianyar dan AI,16, asal Tampaksiring ini bersanding dengan selebgram Pujastawa asal Singaraja, alias Hai Puja. Mereka sedang dalam proses syuting iklan layanan masyarakat bertrna 'Stop Kekerasan Terhadap Anak'.
Film tersebut diprakarsai oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dn Keluarga Berencana ( DP3AP2KB ) Kabupaten Gianyar. OPD ini bersinergi dengan Kadek Ariyasa, selaku komisioner Komisi Penyelenggara Perlindungan Anak Daerah (KPPAD) Bali. “Anggota geng cewek itu kami libatkan dua orang. Kasusnya sudah berakhir damai. Kini mereka sebagai pemeran pendukung Hai Puja dan Mister Josh,” ujar Kadek Ariasa, Kamis (27/12).
Komisioner asal Desa Mas, Kecamatan Ubud itu, menambahkan, film dalam dua tayangan itu akan dirilis ke publik pada Januari 2019. “Pertama, durasi film di Youtube 1,5 jam. Dan durasi 5 menit untuk disebarkan ke kalangan pariwisata di Gianyar,” jelasnya.
Dua anggota geng cewek itu dilibatkan karena dipandang punya potensi berakting. “Video viral gadis-gadis yang berkelahi di Ubud itu kami tonjolkan berita bahwa mereka sudah sadar dan bisa menunjukkan hal positif salah satu potensi dirinya dengan berakting,” jelasnya.
Dengan film tersebut, geng cewek itu bisa punya wadah yang baik dalam menyalurkan bakat akting. “Film ini untuk mewadahi hal-hal yang lebih positif dan bermanfaat sekaligus sebagai bukti mereka bisa berubah dan bisa berbuat sesuatu yang lebih baik,” terangnya.
Lanjut Ariyasa, tujuan utama pembuatan film untuk mengimbau masyarakat menghindari kekerasan terhadap anak di kabupaten Gianyar. “Film dibuat dengan latar belakang fenomena berita dan informasi terkait beberapa kasus seks online yang melibatkan anak sebagai korban. Indikasinya di dunia pariwisata,” jelasnya.
Selain itu, kata Ariyasa, muncul fenomena anak-anak gadis berpakaian adat Bali tidak memenuhi norma etika berbusana yang benar dan baik. “Sehingga membuka peluang penilaian negatif sehingga bisa menjurus sikap yang mendorong terjadinya peluang kekerasan seks terhadap anak kalau tidak siap mental dan iman,” paparnya.
Pihaknya berharap pembuatan film ini bisa cepat rampung. “Saat syuting sempat terkendala hujan. Tapi secara umum berlangsung alami dan sukses. Semoga editingnya dilancarkan dan tayang Januari,” ujarnya. *nvi
Komentar