Gitgit Kembangkan Wisata Hot Spring
Wilayah Desa Gitgit, di Kecamatan Sukasada, Buleleng, yang berlokasi di ketinggian dan topografi berbukit ternyata memendam kekayaan alam yang melimpah.
SINGARAJA, NusaBali
Siapa sangka di daerah bersuhu sejuk itu memiliki sumber mata air panas. Kini sumber mata air itu mulai dikelola menjadi objek wisata Gitgit Hot Spring. Sumber mata air panas yang terletak di Banjar Dinas Pererenan Bunut, Desa Gitgit, tepat di kilometer 13, akses jalur utama Singaraja-Denpasar via Gitgit. Pengunjung yang ingin menikmati kehangatan air di kolam rendam cukup menyisihkan sedikit rezekinya untuk donasi, karena pengelola belum menerapkan tiket masuk.
Sumber mata air panas itu sebenarnya sudah ada sejak dulu. Air panas keluar dari sela-sela tebing itu memiliki tingkat kehangatan cukup tinggi, meski tak sehangat air panas Banjar di Desa/Kecamatan Banjar Buleleng. Menurut Koordinator Kelompok Gitgit Hot Spring, Made Wicana, keberadaan air panas itu sebelumnya sudah pernah dikelola oleh desa pakraman dan juga perorangan.
Hanya saja selalu berakhir karena diterjang bencana. Maklum saja, aliran air panas yang ditampung dalam kolam itu berada dekat dengan sungai. Sehingga ketika terjadi hujan deras dan banjir bandang kolam pun rusak. “Memang dulu pernah dikelola, tetapi karena bencana alam hancur. Saat ini kembali kami kelola dengan kelompok yang bernaung di bawah Desa Pakraman. Dari penataan awal pembuatan kolah sampai saat ini hampir tujuh bulan, dan dibuka sejak seminggu lalu,” katanya yang ditemui Jumat (28/12) kemarin.
Wicana pun menjelaskan jika saat ini pihaknya baru bisa membangun kolam dangkal berukuran kecil yang hanya cukup dipakai berendam untuk 15 orang pengunjung saja. Pengelolaan yang baru dilakukan Wicana dan kawan-kawannya itu pun berupa mengantisipasi kehancuran kolam ketika ada air sungai pasang. Dalam penataan kembali kelompoknya sudah melakukan pengerukan sungai yang belakangan menjadi dangkal karena material banjir bandang, dengan potensi luapan air sungai cukup tinggi, selain juga memperkuat dinding kolam berendamnya.
Selain dipakai untuk berendam, air panas yang mengalir di sebuah pancuran juga kerap kali digunakan sebagai ‘pangelukatan’ oleh umat Hindu yang dipercayai menyembuhkan berbagai macam penyakit. Sejumlah umat disebut datang dengan sendirinya membawa sarana pengelukatan.
Semetara itu pengelolaan kembali sumber air panas ini diharapkan Wicana dapat mengembangkan daerahnya sendiri dan menunjang perekonomian masyarakat desa Gitgit. Ia pun berharap pengelolaan kembali menjadi tempat wisata ini mendapat dukungan dari pemerintah untuk mengembangkan dan menyempurnakan pengelolaan. *k23
Siapa sangka di daerah bersuhu sejuk itu memiliki sumber mata air panas. Kini sumber mata air itu mulai dikelola menjadi objek wisata Gitgit Hot Spring. Sumber mata air panas yang terletak di Banjar Dinas Pererenan Bunut, Desa Gitgit, tepat di kilometer 13, akses jalur utama Singaraja-Denpasar via Gitgit. Pengunjung yang ingin menikmati kehangatan air di kolam rendam cukup menyisihkan sedikit rezekinya untuk donasi, karena pengelola belum menerapkan tiket masuk.
Sumber mata air panas itu sebenarnya sudah ada sejak dulu. Air panas keluar dari sela-sela tebing itu memiliki tingkat kehangatan cukup tinggi, meski tak sehangat air panas Banjar di Desa/Kecamatan Banjar Buleleng. Menurut Koordinator Kelompok Gitgit Hot Spring, Made Wicana, keberadaan air panas itu sebelumnya sudah pernah dikelola oleh desa pakraman dan juga perorangan.
Hanya saja selalu berakhir karena diterjang bencana. Maklum saja, aliran air panas yang ditampung dalam kolam itu berada dekat dengan sungai. Sehingga ketika terjadi hujan deras dan banjir bandang kolam pun rusak. “Memang dulu pernah dikelola, tetapi karena bencana alam hancur. Saat ini kembali kami kelola dengan kelompok yang bernaung di bawah Desa Pakraman. Dari penataan awal pembuatan kolah sampai saat ini hampir tujuh bulan, dan dibuka sejak seminggu lalu,” katanya yang ditemui Jumat (28/12) kemarin.
Wicana pun menjelaskan jika saat ini pihaknya baru bisa membangun kolam dangkal berukuran kecil yang hanya cukup dipakai berendam untuk 15 orang pengunjung saja. Pengelolaan yang baru dilakukan Wicana dan kawan-kawannya itu pun berupa mengantisipasi kehancuran kolam ketika ada air sungai pasang. Dalam penataan kembali kelompoknya sudah melakukan pengerukan sungai yang belakangan menjadi dangkal karena material banjir bandang, dengan potensi luapan air sungai cukup tinggi, selain juga memperkuat dinding kolam berendamnya.
Selain dipakai untuk berendam, air panas yang mengalir di sebuah pancuran juga kerap kali digunakan sebagai ‘pangelukatan’ oleh umat Hindu yang dipercayai menyembuhkan berbagai macam penyakit. Sejumlah umat disebut datang dengan sendirinya membawa sarana pengelukatan.
Semetara itu pengelolaan kembali sumber air panas ini diharapkan Wicana dapat mengembangkan daerahnya sendiri dan menunjang perekonomian masyarakat desa Gitgit. Ia pun berharap pengelolaan kembali menjadi tempat wisata ini mendapat dukungan dari pemerintah untuk mengembangkan dan menyempurnakan pengelolaan. *k23
1
Komentar