Hotman Paris Bongkar Rahasia Jadi Pengacara Internasional
Pengacara Hotman Paris Hutapea menyambangi Undiksha untuk memberikan kuliah umum mengenai ilmu hokum pada Jumat (28/12).
SINGARAJA, NusaBali
Ratusan peserta yang juga berasal dari luar kampus Undiksha dijejalnya dengan strategi menjadi pengacara Internasional. Pria kelahiran Tapanuli, Sumatra Utara disamput antusias oleh peserta yang sejak jauh-jauh hari sudah memesan tiket kepada Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial (FHIS) Undiksha sebagai penyelenggara. Dalam pemaparannya selama satu setengah jam, pria kelahiran 1959 itu menjelaskan untuk menjadi pengacara internasional bukanlah perkara yang mudah. Kesuksesan yang dicapainya saat ini bukanlah tanpa perjuangan.
Menurutnya, perlu persiapan yang matang untuk mewujudkan itu. “Jangan mimpi menjadi pengacara internasional kalau tidak mau bekerja keras di tempat yang benar,” ucapnya.
Selain itu ia juga menekankan soal tempat belajar atau magang harus benar-benar dipikirkan. Direkomendasikan untuk berlabuh di Jakarta. Sebab, di kota megapolitan menjadi lahan sebagai besar perkara bisnis. Tak kalah penting juga, harus pernah bekerja pada kantor-kantor raksasa minimum lima tahun.
Ia pun mengatakan terjun dan mencari pengalaman kerja di ibukota negara merupakan satu hal mutlak untuk menjadi pengacara internasional.
Hal itu pun tak bisa terbantahkan menurutnya. Seorang pengacara jika hanya menangani masalah hukum yang bersifat kedaerahan tak akan pernah besar. Berbeda dengan pengacara yang berjuang mencari pengalaman di ibukota dengan segala jenis perkara hukum yang dihadapi yang secara langsung akan membuatnya semakin matang.
“Kalau hanya di daerah, hanya perkara-perkara bersifat kedaerahan, jadi tidak mungkin internasional. Karena hampir semua kantor perusahaan-perusahaan ada di Jakarta. 70 persen uang negara ini di Jakarta juga. Dan yang berhubungan dengan luar negeri juga di Jakarta. Jadi memang harus di Jakarta. Tidak ada pilihan lain,” tegas Hotman.
Hotman berbagi pengalaman kerjanya selama berpuluh-puluh tahun secara panjang lebar diselingi joke segar juga mengatakan mahasiswa jangan pernah puas dengan ilmu yang didapat di bangku kuliah. Menurutnya selama kuliah calon pengacara hanya mendapatkan ilmu lima persen dari ilmu hukum dalam kesehariannya. Ia pun berbagi tips soal mencari klien, berpenampilan rapi dan menarik dan juga penguasaan bahasa Inggris di atas rata-rata. “Anda harus dipaksa mengerti internasional, dipaksa mengerti cara berpikir bule-bule, dipaksa untuk bisa berbahasa Inggris secara hukum, itu yang tidak bisa didapatkan di les-les,” jelasnya.
Sementara itu, Wakil Rektor II Undiksha, Prof Dr I Wayan Lasmawan MPd, mengaku sangat merekomendasikan kegiatan mahasiswa tersebut, terlebih menghadirkan narasumber terkenal di bidang hukum. “Apalagi dengan menghadirkan narasumber sekelas Hotman Paris. Itu sesuatu yang luar biasa untuk Undiksha. Menghadirkannya bukan perkara mudah dengan berbagai kesibukannya. Beliau populer, international lawyer,” katanya.
Kegiatan ini, sambungnya juga sebagai media promosi lembaga, mengenalkan Undiksha di tengah masyarakat serta menghapus stigma yang menempatkannya sebagai produsen guru semata. “Di Undiksha saat ini ada 27 program studi non kependidikan. Artinya, tidak lagi mencetak calon guru, tetapi juga sumber daya manusia yang sesuai kualifikasi yang dibutuhkan masyarakat,” tegasnya.
Universitas negeri terbesar di Bali Utara ini mengusung visi menjadi universitas unggul berlandaskan falsafah Tri Hita Karana di Asia pada tahun 2045. Lasmawan mendorong, FHIS untuk membentuk kelas internasional. Menurutnya, Jurusan Ilmu Hukum memiliki peluang cukup besar untuk itu. *k23
Ratusan peserta yang juga berasal dari luar kampus Undiksha dijejalnya dengan strategi menjadi pengacara Internasional. Pria kelahiran Tapanuli, Sumatra Utara disamput antusias oleh peserta yang sejak jauh-jauh hari sudah memesan tiket kepada Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial (FHIS) Undiksha sebagai penyelenggara. Dalam pemaparannya selama satu setengah jam, pria kelahiran 1959 itu menjelaskan untuk menjadi pengacara internasional bukanlah perkara yang mudah. Kesuksesan yang dicapainya saat ini bukanlah tanpa perjuangan.
Menurutnya, perlu persiapan yang matang untuk mewujudkan itu. “Jangan mimpi menjadi pengacara internasional kalau tidak mau bekerja keras di tempat yang benar,” ucapnya.
Selain itu ia juga menekankan soal tempat belajar atau magang harus benar-benar dipikirkan. Direkomendasikan untuk berlabuh di Jakarta. Sebab, di kota megapolitan menjadi lahan sebagai besar perkara bisnis. Tak kalah penting juga, harus pernah bekerja pada kantor-kantor raksasa minimum lima tahun.
Ia pun mengatakan terjun dan mencari pengalaman kerja di ibukota negara merupakan satu hal mutlak untuk menjadi pengacara internasional.
Hal itu pun tak bisa terbantahkan menurutnya. Seorang pengacara jika hanya menangani masalah hukum yang bersifat kedaerahan tak akan pernah besar. Berbeda dengan pengacara yang berjuang mencari pengalaman di ibukota dengan segala jenis perkara hukum yang dihadapi yang secara langsung akan membuatnya semakin matang.
“Kalau hanya di daerah, hanya perkara-perkara bersifat kedaerahan, jadi tidak mungkin internasional. Karena hampir semua kantor perusahaan-perusahaan ada di Jakarta. 70 persen uang negara ini di Jakarta juga. Dan yang berhubungan dengan luar negeri juga di Jakarta. Jadi memang harus di Jakarta. Tidak ada pilihan lain,” tegas Hotman.
Hotman berbagi pengalaman kerjanya selama berpuluh-puluh tahun secara panjang lebar diselingi joke segar juga mengatakan mahasiswa jangan pernah puas dengan ilmu yang didapat di bangku kuliah. Menurutnya selama kuliah calon pengacara hanya mendapatkan ilmu lima persen dari ilmu hukum dalam kesehariannya. Ia pun berbagi tips soal mencari klien, berpenampilan rapi dan menarik dan juga penguasaan bahasa Inggris di atas rata-rata. “Anda harus dipaksa mengerti internasional, dipaksa mengerti cara berpikir bule-bule, dipaksa untuk bisa berbahasa Inggris secara hukum, itu yang tidak bisa didapatkan di les-les,” jelasnya.
Sementara itu, Wakil Rektor II Undiksha, Prof Dr I Wayan Lasmawan MPd, mengaku sangat merekomendasikan kegiatan mahasiswa tersebut, terlebih menghadirkan narasumber terkenal di bidang hukum. “Apalagi dengan menghadirkan narasumber sekelas Hotman Paris. Itu sesuatu yang luar biasa untuk Undiksha. Menghadirkannya bukan perkara mudah dengan berbagai kesibukannya. Beliau populer, international lawyer,” katanya.
Kegiatan ini, sambungnya juga sebagai media promosi lembaga, mengenalkan Undiksha di tengah masyarakat serta menghapus stigma yang menempatkannya sebagai produsen guru semata. “Di Undiksha saat ini ada 27 program studi non kependidikan. Artinya, tidak lagi mencetak calon guru, tetapi juga sumber daya manusia yang sesuai kualifikasi yang dibutuhkan masyarakat,” tegasnya.
Universitas negeri terbesar di Bali Utara ini mengusung visi menjadi universitas unggul berlandaskan falsafah Tri Hita Karana di Asia pada tahun 2045. Lasmawan mendorong, FHIS untuk membentuk kelas internasional. Menurutnya, Jurusan Ilmu Hukum memiliki peluang cukup besar untuk itu. *k23
1
Komentar