Kasus Perceraian di Bangli Meningkat
Kasus perceraian di Kabupaten Bangli mengalami peningkatan. Penyebab perceraian masih didominasi alasan ekonomi.
BANGLI, NusaBali
Data perkara perceraian di Pengadilan Negeri (PN) Bangli pada tahun 2018 sebanyak 150 perkara. Sementara pada tahun 2017 sebanyak 135 perkara. Kebanyakan kasus cerai diputus verstek atau tanpa hadirnya tergugat.
Humas PN Bangli, Anak Agung Putra Wiratjaya, mengatakan beberapa faktor penyebab perceraian yakni ekonomi dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Usia perceraian rata-rata 25-40 tahun. Agung Putra Wiratjaya mencontohkan perceraian kawin nyentana. Saat masih bugar, bekerja penuh tenaga sebagai petani. Namun seiring usia, tenaga semakin berkurang dan tidak bisa bekerja dengan optimal. Saat itu sering dimarahi dan memilih pulang ke rumah asalnya. “Lama tidak ada komunikasi, setelah dicari, bapak ini memutuskan mengajukan perceraian,” beber Agung Wiratjaya, Jumat (28/12).
Dikatakan, sebagian besar perkara cerai diputus verstek karena biasanya mereka sudah pisah lama sampai tahunan, namun mereka baru mengajukan gugatan untuk menjelaskan status. “Di tahun ini ada 2-3 pasangan tua mengajukan gugatan cerai, umur mungkin sekitar 65 tahun,” ungkapnya. Tidak terbayang di usia senja masih diwarnai konflik yang tidak bisa diatasi dan berujung cerai. Agung Wiratjaya berharap prajuru adat bisa memediasi warga ketika ada persoalan agar tidak terburu-buru mengajukan cerai. Jika tidak menemui titik terang, pasangan tersebut bisa diarahkan ke pengadilan. “Kami tetap upayakan mediasi. Beberapa kasus berhasil kami mediasi,” imbuhnya. *es
Data perkara perceraian di Pengadilan Negeri (PN) Bangli pada tahun 2018 sebanyak 150 perkara. Sementara pada tahun 2017 sebanyak 135 perkara. Kebanyakan kasus cerai diputus verstek atau tanpa hadirnya tergugat.
Humas PN Bangli, Anak Agung Putra Wiratjaya, mengatakan beberapa faktor penyebab perceraian yakni ekonomi dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Usia perceraian rata-rata 25-40 tahun. Agung Putra Wiratjaya mencontohkan perceraian kawin nyentana. Saat masih bugar, bekerja penuh tenaga sebagai petani. Namun seiring usia, tenaga semakin berkurang dan tidak bisa bekerja dengan optimal. Saat itu sering dimarahi dan memilih pulang ke rumah asalnya. “Lama tidak ada komunikasi, setelah dicari, bapak ini memutuskan mengajukan perceraian,” beber Agung Wiratjaya, Jumat (28/12).
Dikatakan, sebagian besar perkara cerai diputus verstek karena biasanya mereka sudah pisah lama sampai tahunan, namun mereka baru mengajukan gugatan untuk menjelaskan status. “Di tahun ini ada 2-3 pasangan tua mengajukan gugatan cerai, umur mungkin sekitar 65 tahun,” ungkapnya. Tidak terbayang di usia senja masih diwarnai konflik yang tidak bisa diatasi dan berujung cerai. Agung Wiratjaya berharap prajuru adat bisa memediasi warga ketika ada persoalan agar tidak terburu-buru mengajukan cerai. Jika tidak menemui titik terang, pasangan tersebut bisa diarahkan ke pengadilan. “Kami tetap upayakan mediasi. Beberapa kasus berhasil kami mediasi,” imbuhnya. *es
Komentar