Bahan Upakara, Selalu Jadi Peluang Emas
DI Bali, hampir setiap hari ada upacara Hindu. Mulai dari rahinan (hari suci) Kajeng Kliwon, macaru, karya agung, hingga perayaan Hari Raya Galungan dan Kuningan.
Tak dipungkiri untuk mempersiapkan itu umat sering dibuat kelimpungan.Hanya saja di era sekarang problem tersebut dengan mudah bisa dipecahkan. Terutama dalam mempersiapkan upakaranya. Caranya, dengan membeli atau memanfaatkan jasa orang lain. Asal ada uang, urusan pun beres. Disamping karena kesibukan, masyarakat sekarang ingin efisien dan tidak mau ribut. Hal tersebut menjadi peluang emas bagi penyedia upakara untuk mereguk untung.
Seperti dilakukan, I Made Agus Semadi di Banjar Jambe Baleran, Desa Dajan Peken, Kecamatan Tabanan. Ia menjual sejumlah bahan upakara Hindu, di Jalan Kaswari, banjar setempat. Berbagai upakara mulai dari bambu untuk penjor, Sanggah Cucuk, Sanggah Lengkung, hiasan penjor, sekaligus menjual penjor jadi baik berbahan ental (daun enau) dan berbahan ambu (daun muda pohon aren) ia jual dan diserbu pelanggan. Hhal ini tentu sangat membuat senang, karena usaha yang dirintis sejak 15 tahun lalu sampai saat ini masih menjanjikan. "Saya buat usaha bukan hanya sekedar mencari keuntungan saja, tetapi membantu para umat mempersiapkan Hari Raya Galungan agar tidak bingung terutama umat yang berkarir," ungkapnya, pekan lalu.
Dituturkan Semadi, bahan baku seperti bambu ia memang beli dari pelanggannya di wilayah Buleleng dan Kecamatan Pupuan, Tabanan. Tak tanggung-tanggung sekali mencari bahan baku khusus bambu penjor sampai 1.000 batang. Per batang ia beli seharga Rp 12.500 sampai 15.000 dan ia jual kepada pelanggan mulai dari Rp 20.000 sampai 25.000 tergantung besar kecilnya bambu.
Ribuan bahan penjor tersebut, selain dijual batangan, Semadi juga pergunakan untuk membuat penjor untuk dijual. Penjor jadi dijual ada dua jenis, berbahan ental dengan kisaran harga Rp 350.000 – Rp 500.000, dan berbahanan ambu dengan harga mulai Rp 150.000 – Rp 165.000. "Penjor saya sedang kerjakan bersama lima orang karyawan," imbuhnya.
Ia juga menyediakan Sanggah Cucuk. Sanggah cucuk adalah sarana upakara pelengkap penjor dan banten caru. Ia jual Sanggah Cucuk kisaran harga Rp 8. 000- Rp 10.000 dan Sanggah Lengkung kisaran Rp 25.000 – Rp 50.000, komplit dengan hiasan. "Tapi saya lebih cenderung menjual bambu penjor dan penjor, karena saya jual ke pelanggan yang memiliki rumah di BTN," aku Semadi.
Semadi mengaku untuk mempersiapkan bisnisnya sudah dilakukan sebulan sebelum Hari Raya Galungan. "Saya sering kali kewalahan karena tingginya masyarakat membeli, tetapi tidak bisa mengimbangi dalam menyediakan," akunya. Meski demikian, untuk saat ini bahan baku yang disedikan itu masih menjanjikan tetapi menurun disebabkan banyaknya saingan. Karena 3 - 5 tahun lalu dirinya sediakan bahan baku bambu penjor hingga 2.500 batang. Dan ini selalu ambles karena diserbu pembeli. Disamping bambu penjor yang dijual diameternya kisaran 10 centimeter dengan panjang 7 meter. Sebab masyarakat di Tabanan tidak suka menggunakan bambu yang diameternya besar.
Untuk modal dalam mempersiapan bahan Baku, Semadi kembali mengaku memerlukan modal Rp 50 juta. Dari modal itu ia mendapatkan keuntungan bersih sekitar 20 juta. Meskipun keuntunganya musiman tetapi sampai saat ini tetap menjanjikan. Apalagi sekarang sudah punya tempat dan nama bernama Kompyang Bambu. Lain dulu ia berjualan door to door ke rumah warga dan perumahan untuk mencatat membuat pesanan penjor. "Mudah-mudahan sampai seterusnya seperti ini," tandasnya.*de
Seperti dilakukan, I Made Agus Semadi di Banjar Jambe Baleran, Desa Dajan Peken, Kecamatan Tabanan. Ia menjual sejumlah bahan upakara Hindu, di Jalan Kaswari, banjar setempat. Berbagai upakara mulai dari bambu untuk penjor, Sanggah Cucuk, Sanggah Lengkung, hiasan penjor, sekaligus menjual penjor jadi baik berbahan ental (daun enau) dan berbahan ambu (daun muda pohon aren) ia jual dan diserbu pelanggan. Hhal ini tentu sangat membuat senang, karena usaha yang dirintis sejak 15 tahun lalu sampai saat ini masih menjanjikan. "Saya buat usaha bukan hanya sekedar mencari keuntungan saja, tetapi membantu para umat mempersiapkan Hari Raya Galungan agar tidak bingung terutama umat yang berkarir," ungkapnya, pekan lalu.
Dituturkan Semadi, bahan baku seperti bambu ia memang beli dari pelanggannya di wilayah Buleleng dan Kecamatan Pupuan, Tabanan. Tak tanggung-tanggung sekali mencari bahan baku khusus bambu penjor sampai 1.000 batang. Per batang ia beli seharga Rp 12.500 sampai 15.000 dan ia jual kepada pelanggan mulai dari Rp 20.000 sampai 25.000 tergantung besar kecilnya bambu.
Ribuan bahan penjor tersebut, selain dijual batangan, Semadi juga pergunakan untuk membuat penjor untuk dijual. Penjor jadi dijual ada dua jenis, berbahan ental dengan kisaran harga Rp 350.000 – Rp 500.000, dan berbahanan ambu dengan harga mulai Rp 150.000 – Rp 165.000. "Penjor saya sedang kerjakan bersama lima orang karyawan," imbuhnya.
Ia juga menyediakan Sanggah Cucuk. Sanggah cucuk adalah sarana upakara pelengkap penjor dan banten caru. Ia jual Sanggah Cucuk kisaran harga Rp 8. 000- Rp 10.000 dan Sanggah Lengkung kisaran Rp 25.000 – Rp 50.000, komplit dengan hiasan. "Tapi saya lebih cenderung menjual bambu penjor dan penjor, karena saya jual ke pelanggan yang memiliki rumah di BTN," aku Semadi.
Semadi mengaku untuk mempersiapkan bisnisnya sudah dilakukan sebulan sebelum Hari Raya Galungan. "Saya sering kali kewalahan karena tingginya masyarakat membeli, tetapi tidak bisa mengimbangi dalam menyediakan," akunya. Meski demikian, untuk saat ini bahan baku yang disedikan itu masih menjanjikan tetapi menurun disebabkan banyaknya saingan. Karena 3 - 5 tahun lalu dirinya sediakan bahan baku bambu penjor hingga 2.500 batang. Dan ini selalu ambles karena diserbu pembeli. Disamping bambu penjor yang dijual diameternya kisaran 10 centimeter dengan panjang 7 meter. Sebab masyarakat di Tabanan tidak suka menggunakan bambu yang diameternya besar.
Untuk modal dalam mempersiapan bahan Baku, Semadi kembali mengaku memerlukan modal Rp 50 juta. Dari modal itu ia mendapatkan keuntungan bersih sekitar 20 juta. Meskipun keuntunganya musiman tetapi sampai saat ini tetap menjanjikan. Apalagi sekarang sudah punya tempat dan nama bernama Kompyang Bambu. Lain dulu ia berjualan door to door ke rumah warga dan perumahan untuk mencatat membuat pesanan penjor. "Mudah-mudahan sampai seterusnya seperti ini," tandasnya.*de
1
Komentar