Daya Kritis Unik Dalam Kesahajaan
Pameran Lukisan Arya Palguna di Komaneka Ubud
GIANYAR, NusaBali
Kritis itu biasanya jelimet, bahkan tak jarang membosankan. Karenanya, kritis penuh makna yang disuguhkan dalam media estetik nan sahaja, amat jarang mengemuka.
Perupa kelahiran Banjar Ubud Kelod, Ubud, Gianyar, I Made Arya Palguna,42, mengungkap daya kritisnya secara autentik dalam pameran tunggal bertajuk ‘Coming Home: Momentary Lapse’ di Komaneka Gallery, Jalan Monkey Forest, Ubud, 28 Desember 2018 - 28 Januari 2019. Pameran 20 karya terbaru Palguna ini dibuka oleh budayawan yang Jejeneng Mpu Keris (JMK) Pande Suteja Neka, Jumat (28/12) malam.
Dengan 20 karyanya, Palguna memendar kuasa dan relasi kehidupan manusia dengan segenap tindak-tanduk. Relasi itu disuguhkan dengan ikon-ikon verbal yang cenderung menggelitik. Misal, lukisan berjudul ‘Selfie’ 2018 (60 x 50 cm), collage, acrylic on canvas. Palguna secara gamblang mengikonkan figur politisi berwajah unik yang mencalonkan diri jadi pemimpin. Figur ini dikitari ujaran latah di telinga masyarakat Bali, antara lain pilih tyang (pilih saya), swadarmaning agame (kewajiban sesuai agama), CGT-cang gen tuyuh (saya saja yang sibuk), Yen Sing Demen Siep (kalau tak suka mending diam), dan kata-kata lainnya. Lukisan tersebut dan belasan karya lain merepresentasikan kekreatifan Palguna dalam menangkap fenomena sosial kontemporer.
Direktur Komaneka Gallery, Koman Wahyu Suteja menilai, Palguna salah seorang pelukis asal Ubud yang sangat pekat dalam menangkap relasi sosial di sekitarnya. Daya ungkap estetik dan kekritisannya makin matang setelah lebih dari 20 tahun berpetualang di Yogyakarta. Kini saatnya ia berlabuh kembali di Ubud dengan berpijak kembali pada kearifan lokal Bali. Ia kembali memulai menata hidup di Bali yang sekaligus menjadi cemeti istimewa bagi daya kreatifnya. Karya-karyanya mencatat suatu fase menyambung kembali jejak ingatan yang tertinggal dan menemui realitas sosial yang telah berubah. Maka tak salah, Palguna telah meletupkan gejolak emosi dan loncatan energi yang kemudian ditransformasikan dengan elok ke dalam media kanvas atau kayu menjadi karya seni lukis dan patung.
Kurator pameran, I Wayan Agus Eka Cahyadi SSN MA, menyatakan Palguna kini pulang ke tanah kelahiran, Ubud, dan harus berhadapan dengan realitas yang sudah berubah. Teman-teman masa kecilnya kini sudah dewasa. Ia pulang dengan tanggung jawab sebagai seorang kepala keluarga dan banyak lagi hal-hal yang sudah berbeda. Hal itu menimbulkan kesan ganjil dan aneh yang memancing kegundahan dan pertanyaan dalam dirinya. ‘’Kondisi ini yang menjadi dasar tema-tema karya Palguna,’’ paparnya.
Dalam catatan Eka Cahyadi, karya palguna secara visual tampil dengan citraan yang ringan dan sederhana, namun sejatinya menyimpan kompleksitas yang tinggi. Ada keniscayaan tentang kecerdasan sang seniman dalam mengungkapkan rasa yang pelik atas kehadirannya kembali di tanah kelahirannya, tentu dengan bahasa rupa yang terkesan harmonis. ‘’Dalam karya ini kritikan, protes dan, kemarahannya dikemas dengan tampilan puitis,’’ jelas dia. Palguna, dalam sepatah kata sambutannya mengatakan, pameran ini merupakan jawaban atas tantangan dari para pencinta seni, terutama Direktur Komaneka Gallery, Koman Wahyu Suteja.
JMK Pande Wayan Suteja mengungkapkan, meskipun penuh daya kritik, karya-karya Palguna adalah ungkapan rasa yang tetap bertumpu pada tebaran kedamaian. ‘’Setiap karya seni ini selalu membuat kedamaian. Damai di hati dan damai bersama,’’ jelasnya. *lsa
Perupa kelahiran Banjar Ubud Kelod, Ubud, Gianyar, I Made Arya Palguna,42, mengungkap daya kritisnya secara autentik dalam pameran tunggal bertajuk ‘Coming Home: Momentary Lapse’ di Komaneka Gallery, Jalan Monkey Forest, Ubud, 28 Desember 2018 - 28 Januari 2019. Pameran 20 karya terbaru Palguna ini dibuka oleh budayawan yang Jejeneng Mpu Keris (JMK) Pande Suteja Neka, Jumat (28/12) malam.
Dengan 20 karyanya, Palguna memendar kuasa dan relasi kehidupan manusia dengan segenap tindak-tanduk. Relasi itu disuguhkan dengan ikon-ikon verbal yang cenderung menggelitik. Misal, lukisan berjudul ‘Selfie’ 2018 (60 x 50 cm), collage, acrylic on canvas. Palguna secara gamblang mengikonkan figur politisi berwajah unik yang mencalonkan diri jadi pemimpin. Figur ini dikitari ujaran latah di telinga masyarakat Bali, antara lain pilih tyang (pilih saya), swadarmaning agame (kewajiban sesuai agama), CGT-cang gen tuyuh (saya saja yang sibuk), Yen Sing Demen Siep (kalau tak suka mending diam), dan kata-kata lainnya. Lukisan tersebut dan belasan karya lain merepresentasikan kekreatifan Palguna dalam menangkap fenomena sosial kontemporer.
Direktur Komaneka Gallery, Koman Wahyu Suteja menilai, Palguna salah seorang pelukis asal Ubud yang sangat pekat dalam menangkap relasi sosial di sekitarnya. Daya ungkap estetik dan kekritisannya makin matang setelah lebih dari 20 tahun berpetualang di Yogyakarta. Kini saatnya ia berlabuh kembali di Ubud dengan berpijak kembali pada kearifan lokal Bali. Ia kembali memulai menata hidup di Bali yang sekaligus menjadi cemeti istimewa bagi daya kreatifnya. Karya-karyanya mencatat suatu fase menyambung kembali jejak ingatan yang tertinggal dan menemui realitas sosial yang telah berubah. Maka tak salah, Palguna telah meletupkan gejolak emosi dan loncatan energi yang kemudian ditransformasikan dengan elok ke dalam media kanvas atau kayu menjadi karya seni lukis dan patung.
Kurator pameran, I Wayan Agus Eka Cahyadi SSN MA, menyatakan Palguna kini pulang ke tanah kelahiran, Ubud, dan harus berhadapan dengan realitas yang sudah berubah. Teman-teman masa kecilnya kini sudah dewasa. Ia pulang dengan tanggung jawab sebagai seorang kepala keluarga dan banyak lagi hal-hal yang sudah berbeda. Hal itu menimbulkan kesan ganjil dan aneh yang memancing kegundahan dan pertanyaan dalam dirinya. ‘’Kondisi ini yang menjadi dasar tema-tema karya Palguna,’’ paparnya.
Dalam catatan Eka Cahyadi, karya palguna secara visual tampil dengan citraan yang ringan dan sederhana, namun sejatinya menyimpan kompleksitas yang tinggi. Ada keniscayaan tentang kecerdasan sang seniman dalam mengungkapkan rasa yang pelik atas kehadirannya kembali di tanah kelahirannya, tentu dengan bahasa rupa yang terkesan harmonis. ‘’Dalam karya ini kritikan, protes dan, kemarahannya dikemas dengan tampilan puitis,’’ jelas dia. Palguna, dalam sepatah kata sambutannya mengatakan, pameran ini merupakan jawaban atas tantangan dari para pencinta seni, terutama Direktur Komaneka Gallery, Koman Wahyu Suteja.
JMK Pande Wayan Suteja mengungkapkan, meskipun penuh daya kritik, karya-karya Palguna adalah ungkapan rasa yang tetap bertumpu pada tebaran kedamaian. ‘’Setiap karya seni ini selalu membuat kedamaian. Damai di hati dan damai bersama,’’ jelasnya. *lsa
Komentar