Baiq Nuril Resmi Ajukan PK
Baiq Nuril, terpidana kasus pelanggaran Undang-undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau UU ITE, resmi mengajukan permohonan peninjauan kembali (PK) kepada Mahkamah Agung (MA) pada Kamis (3/1).
MATARAM, NusaBali
Baiq mengajukan PK dengan menggunakan pasal kekhilafan hakim. Dia memohon, MA meninjau ulang putusan lembaga itu yang menyatakan bahwa ia bersalah dan menghukumnya dengan pidana penjara selama enam bulan, serta diwajibkan membayar denda Rp500 juta atau subsider tiga bulan penjara.
Baiq, diwakili beberapa pengacaranya, menyerahkan memori PK kepada Pengadilan Negeri Mataram. Seorang pengacaranya, Yan Mangandar Putra, mengatakan bahwa penyerahan memori PK telah dilakukan, dan selanjutnya tinggal pengadilan mengagendakan sidang atas upaya hukum luar biasa tersebut.
Yan juga mewakili Baiq Nuril, mengucapkan terima kasih pada masyarakat yang mendukungnya untuk mencari keadilan. Lebih dari itu, ia berharap, majelis hakim Mahkamah dapat memberikan keadilan bagi kliennya.
Joko Jumadi, salah seorang perwakilan dari tim pengacara Baiq Nuril, mengatakan persoalan yang mengatur tentang kekhilafan atau kekeliruan hakim itu telah diatur dalam Pasal 263 Ayat 2C Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
"Kekhilafan atau kekeliruan hakim yang nyata itu telah diatur dalam Pasal 263 Ayat 2C. Itu yang menjadi dasar kami mengajukan permohonan PK," kata Joko Jumadi seperti dikutip Antara dalam jumpa persnya di Fakultas Hukum Universitas Mataram, Kamis (3/1).
KUHAP mengatur beberapa alasan yang kuat untuk mengajukan sebuah PK. Selain memunculkan bukti baru (novum), baik berupa saksi maupun barang, alasan kekhilafan atau kekeliruan hakim juga dapat menjadi syarat dari pengajuan PK.
Dengan menempuh upaya hukum luar biasa ini, langkah Baiq Nuril bisa dikatakan mirip dengan yang dilakukan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dalam kasus penodaan agama. Ahok menggunakan pasal kekhilafan hakim sebagai dasar pengajuan Peninjauan Kembali (PK) atas vonis dua tahun penjaranya.
Namun, dari upaya hukum luar biasa yang diajukan pihak Ahok pada 2 Februari 2018, Mahkamah Agung menolak PK Ahok karena alasan pengajuannya yang tidak diterima majelis hakim.
Majelis hakim sebelumnya telah menyatakan Baiq Nuril bersalah dan menjatuhkan vonis 6 bulan penjara serta denda Rp500 juta. Hal itu tertuang melalui putusan dengan Nomor 574 K/Pid.Sus/2018 Tahun 2018. *
Baiq, diwakili beberapa pengacaranya, menyerahkan memori PK kepada Pengadilan Negeri Mataram. Seorang pengacaranya, Yan Mangandar Putra, mengatakan bahwa penyerahan memori PK telah dilakukan, dan selanjutnya tinggal pengadilan mengagendakan sidang atas upaya hukum luar biasa tersebut.
Yan juga mewakili Baiq Nuril, mengucapkan terima kasih pada masyarakat yang mendukungnya untuk mencari keadilan. Lebih dari itu, ia berharap, majelis hakim Mahkamah dapat memberikan keadilan bagi kliennya.
Joko Jumadi, salah seorang perwakilan dari tim pengacara Baiq Nuril, mengatakan persoalan yang mengatur tentang kekhilafan atau kekeliruan hakim itu telah diatur dalam Pasal 263 Ayat 2C Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
"Kekhilafan atau kekeliruan hakim yang nyata itu telah diatur dalam Pasal 263 Ayat 2C. Itu yang menjadi dasar kami mengajukan permohonan PK," kata Joko Jumadi seperti dikutip Antara dalam jumpa persnya di Fakultas Hukum Universitas Mataram, Kamis (3/1).
KUHAP mengatur beberapa alasan yang kuat untuk mengajukan sebuah PK. Selain memunculkan bukti baru (novum), baik berupa saksi maupun barang, alasan kekhilafan atau kekeliruan hakim juga dapat menjadi syarat dari pengajuan PK.
Dengan menempuh upaya hukum luar biasa ini, langkah Baiq Nuril bisa dikatakan mirip dengan yang dilakukan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dalam kasus penodaan agama. Ahok menggunakan pasal kekhilafan hakim sebagai dasar pengajuan Peninjauan Kembali (PK) atas vonis dua tahun penjaranya.
Namun, dari upaya hukum luar biasa yang diajukan pihak Ahok pada 2 Februari 2018, Mahkamah Agung menolak PK Ahok karena alasan pengajuannya yang tidak diterima majelis hakim.
Majelis hakim sebelumnya telah menyatakan Baiq Nuril bersalah dan menjatuhkan vonis 6 bulan penjara serta denda Rp500 juta. Hal itu tertuang melalui putusan dengan Nomor 574 K/Pid.Sus/2018 Tahun 2018. *
1
Komentar