Polisi Kantongi Identitas Pembuat Hoax Soal 7 Kontainer Surat Suara
Polisi sudah mengetahui identitas pembuat hoax (berita bohong) terkait 7 kontainer surat suara tercoblos di Tanjung Priok, Jakarta Utara. Identitas pelaku terunglap setelah polisi menangkap dua orang yang diduga menerima dan menyebarluaskan hoax tersebut.
Dilaporkan ke Polisi, Andi Arief Bantah Sebarkan Hoax
JAKARTA, NusaBali
"Sudah diketahui (identitas pembuat hoax, Red), sudah di-profile. Makanya penyidik sedang mendalami yang membuat dan memviralkan voice tersebut maupun yang memviralkan narasi-narasi," ungkap Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Mabes Polri, Brigjen Dedi Prasetyo, di Jakarta, Jumat (4/1).
Menurut Brigjen Dedi, polisi sudah mengamankan dua orang yang diduga menerima dan menyebarluaskan hoax 7 kontainer surat suara tercoblos. Kedua orang itu masing-masing berinisial HY dan LS. Mereka diamankan dua dua lokasi terpisah, yakni Bogor (Jawa Barat) dan Balikpapan (Kalimantan Timur).
"Yang diamankan di Bogor inisialnya HY. Dia perannya menerima konten, kemudian ikut memviralkan. Yang kedua berinisial LS, diamankan Balikpapan. Dia sama, menerima konten, tidak dicek, langsung diviralkan," tandas Brigjen Dedi.
Sejauh ini, HY dan LS belum ditetapkan sebagai tersangka, mereka menjalani pemeriksaan 1x24 jam. "Kepada dua orang tersebut, dari penyidik Siber Bareskrim Polri tidak dilakukan penahanan, tapi melakukan pendalaman terhadap keterangan-keterangan yang yang disampaikannya," jelas Brigjen Dedi.
Dari pengembangan dua orang yang diamankan ini, polisi kemudian mengidentifikasi pembuat berita bohong suap suarat suara Pilpres 2019 sebanyak 7 kontainer di Pelabuhan Tanjung Priok. "Dalam waktu dekat penyidik akan memanggil beberapa saksi ahli, saksi ahli hukum pidana, saksi ahli bahasa, dan saksi ahli ITE, biar lebih mengerucut dalam rangka menemukan siapa tersangka yang membuat dan kemudian memviralkan ke media sosial," katanya.
Brigjen Dedi menegaskan, polisi tetap akan menindak siapa pun yang ikut menyebarluaskan hoax 7 kontainer suarat suara tercoblos itu. "Demikian juga apabila ditemukan para pihak yang ikut aktif dalam memviralkan video hoax tersebut, akan ditangani oleh penyidik."
Mabes Polri telah membentuk tim penyidik untuk menyelidiki kasus hoax 7 kontainer surat suara tercoblos ini. Tim tersebut bertugas untuk menganalisa dan memanggil saksi terkait kasus yang membuat geger jagat perpolitikan ini. "Tim penyidik baru dibentuk hari ini (kemarin),” katanya.
Kasus hoax 7 kontainer surat suara tercoblos ini sebelumnya dilaporkan oleh KPU RI ke Bareskrim Mabes Polri di Jakarta, Kamis (3/1). KPU menganggap hoax ini berlebihan. Selain KPU, pada hari yang sama Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf Amin (Capres-Cawapres yang diusung PDIP-Golkar-PKB-PPP-NasDem-Hanura-PKPI-Perindo-PSI) juga ikut melaporkan kasus tersebut ke Bareskrim Polri. Yang dilaporkan TKN Jokowi-Ma’ruf adalah Wakil Sekjen DPP Demokrat, Andi Arief.
Kasus ini bermula dari rekaman suara yang menyebar di WhatsApp yang menyebutkan ada 7 kontainer berisi surat suara yang sudah dicoblos untuk pasangan Capres-Cawapres nomor urut 01, Jokowi-Ma'ruf. Wasekjen DPP Demokrat, Andi Arief, lantas mencuit dalam akun Twitter-nya soal kabar itu. Dalam cuitannya, Andi Arief meminta agar kabar 7 kontainer surat suara yang sudah dicoblos itu dicek kebenarannya. Namun, cuitan tersebut kemudian dihapus dari Twitter Andi Arief. Dalam Pilpres 2018, Andi Arief mendukung pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Capres-Cawapres nomor urut 02 yang diusung Gerindra-Demokrat-PAN-PKS-Partai Berkarya.
Sementara itu, Andi Arief beraksi pasca dilaporkan TKN Jokowi-Ma’ruf ke Bareskrim Polri. Menurut Andi, dirinya bukanlah penyebar hoax 7 kontainer suarat suara tercoblos dalam kasus ini. Dia berpatokan pada sikap KPU yang tidak melaporkan cuitannya ke Bareskrim Polri.
"KPU tidak melaporkan saya ke Bareskrim. Berbekal ini, saya sebenarnya bisa saja melaporkan balik Guntur Romli, Ali Mochtar Ngabalin, Arya Sinulinga, dan sejumlah orang di TKN (Jokowi-Ma’ruf, Red)," ujar Andi Arief dilansir detikcom di Jakarta, Jumat kemarin. “Tapi, kawan-kawan di Demokrat melarang saya (melapor balik), karena demokrasi itu bukanlah kejahatan," imbuhnya.
Di sisi lain, KPU menyebut Andi telah mendesain pilihan kata dalam cuitan itu agar tidak dituduh sebagai penyebar hoax. "Ya, kalau menurut saya, itu bagian dari strategi dia untuk menghindar dari tanggung jawab," ujar Komisioner KPU, Pramono Ubaid Tanthowi, di Jakarta kemarin.
Menurut Pramono, Andi sengaja memilih kalimat dalam cuitannya agar tidak menjadi pihak tertuduh menyebarkan hoax. Pramono juga menduga Andi telah menyiapkan kalimat dalam cuitannya secara matang. "Memang pilihan katanya sudah didesain, sudah dipikirkan secara matang, agar dia tidak dituduh menyebarkan hoax," tegas Pramono. "Jadi, itu memang sudah dia pikirkan secara matang pilihan kata-katanya. Ada katanya, ada 'minta tolong', itu bagian dari strategi saja."
Sementara, Andi Arief mengaku rumahnya di Lampung digeruduk dua mobil Polda. Andi pun meminta Presiden Jokowi menghentikannya. "Rumah saya di Lampung digeruduk dua mobil Polda mengaku cyber. Pak Kapolri, apa salah saya? Saya akan hadir secara baik-baik kalau saya diperlukan," kata Andi via Twitter.
Sedangkan Wasekjen DPP Demokrat lainnya, Rachland Nashidik, menyebut Andi hendak dijemput paksa pihak kepolisian di Lampung. "Kami mendesak Kapolri Jenderal Tito Karnavian segera memberi penjelasan ihwal percobaan penjemputan paksa terhadap Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Andi Arief ke rumah yang disangka sebagai rumah beliau di Lampung," kata Rachland dalam keterangan tertulis kepada wartawan, Jumat kemarin.
Rachland, menyatakan polisi belum bisa menjemput paksa Andi. Sebab, Andi belum pernah sekali pun dipanggil polisi dalam kasus apa pun. "Apabila Andi menjadi target operasi polisi, maka kami menilai polisi telah melakukan excessive use of power yang sepenuhnya tidak bisa diterima," sebut Rachland. *
JAKARTA, NusaBali
"Sudah diketahui (identitas pembuat hoax, Red), sudah di-profile. Makanya penyidik sedang mendalami yang membuat dan memviralkan voice tersebut maupun yang memviralkan narasi-narasi," ungkap Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Mabes Polri, Brigjen Dedi Prasetyo, di Jakarta, Jumat (4/1).
Menurut Brigjen Dedi, polisi sudah mengamankan dua orang yang diduga menerima dan menyebarluaskan hoax 7 kontainer surat suara tercoblos. Kedua orang itu masing-masing berinisial HY dan LS. Mereka diamankan dua dua lokasi terpisah, yakni Bogor (Jawa Barat) dan Balikpapan (Kalimantan Timur).
"Yang diamankan di Bogor inisialnya HY. Dia perannya menerima konten, kemudian ikut memviralkan. Yang kedua berinisial LS, diamankan Balikpapan. Dia sama, menerima konten, tidak dicek, langsung diviralkan," tandas Brigjen Dedi.
Sejauh ini, HY dan LS belum ditetapkan sebagai tersangka, mereka menjalani pemeriksaan 1x24 jam. "Kepada dua orang tersebut, dari penyidik Siber Bareskrim Polri tidak dilakukan penahanan, tapi melakukan pendalaman terhadap keterangan-keterangan yang yang disampaikannya," jelas Brigjen Dedi.
Dari pengembangan dua orang yang diamankan ini, polisi kemudian mengidentifikasi pembuat berita bohong suap suarat suara Pilpres 2019 sebanyak 7 kontainer di Pelabuhan Tanjung Priok. "Dalam waktu dekat penyidik akan memanggil beberapa saksi ahli, saksi ahli hukum pidana, saksi ahli bahasa, dan saksi ahli ITE, biar lebih mengerucut dalam rangka menemukan siapa tersangka yang membuat dan kemudian memviralkan ke media sosial," katanya.
Brigjen Dedi menegaskan, polisi tetap akan menindak siapa pun yang ikut menyebarluaskan hoax 7 kontainer suarat suara tercoblos itu. "Demikian juga apabila ditemukan para pihak yang ikut aktif dalam memviralkan video hoax tersebut, akan ditangani oleh penyidik."
Mabes Polri telah membentuk tim penyidik untuk menyelidiki kasus hoax 7 kontainer surat suara tercoblos ini. Tim tersebut bertugas untuk menganalisa dan memanggil saksi terkait kasus yang membuat geger jagat perpolitikan ini. "Tim penyidik baru dibentuk hari ini (kemarin),” katanya.
Kasus hoax 7 kontainer surat suara tercoblos ini sebelumnya dilaporkan oleh KPU RI ke Bareskrim Mabes Polri di Jakarta, Kamis (3/1). KPU menganggap hoax ini berlebihan. Selain KPU, pada hari yang sama Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf Amin (Capres-Cawapres yang diusung PDIP-Golkar-PKB-PPP-NasDem-Hanura-PKPI-Perindo-PSI) juga ikut melaporkan kasus tersebut ke Bareskrim Polri. Yang dilaporkan TKN Jokowi-Ma’ruf adalah Wakil Sekjen DPP Demokrat, Andi Arief.
Kasus ini bermula dari rekaman suara yang menyebar di WhatsApp yang menyebutkan ada 7 kontainer berisi surat suara yang sudah dicoblos untuk pasangan Capres-Cawapres nomor urut 01, Jokowi-Ma'ruf. Wasekjen DPP Demokrat, Andi Arief, lantas mencuit dalam akun Twitter-nya soal kabar itu. Dalam cuitannya, Andi Arief meminta agar kabar 7 kontainer surat suara yang sudah dicoblos itu dicek kebenarannya. Namun, cuitan tersebut kemudian dihapus dari Twitter Andi Arief. Dalam Pilpres 2018, Andi Arief mendukung pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Capres-Cawapres nomor urut 02 yang diusung Gerindra-Demokrat-PAN-PKS-Partai Berkarya.
Sementara itu, Andi Arief beraksi pasca dilaporkan TKN Jokowi-Ma’ruf ke Bareskrim Polri. Menurut Andi, dirinya bukanlah penyebar hoax 7 kontainer suarat suara tercoblos dalam kasus ini. Dia berpatokan pada sikap KPU yang tidak melaporkan cuitannya ke Bareskrim Polri.
"KPU tidak melaporkan saya ke Bareskrim. Berbekal ini, saya sebenarnya bisa saja melaporkan balik Guntur Romli, Ali Mochtar Ngabalin, Arya Sinulinga, dan sejumlah orang di TKN (Jokowi-Ma’ruf, Red)," ujar Andi Arief dilansir detikcom di Jakarta, Jumat kemarin. “Tapi, kawan-kawan di Demokrat melarang saya (melapor balik), karena demokrasi itu bukanlah kejahatan," imbuhnya.
Di sisi lain, KPU menyebut Andi telah mendesain pilihan kata dalam cuitan itu agar tidak dituduh sebagai penyebar hoax. "Ya, kalau menurut saya, itu bagian dari strategi dia untuk menghindar dari tanggung jawab," ujar Komisioner KPU, Pramono Ubaid Tanthowi, di Jakarta kemarin.
Menurut Pramono, Andi sengaja memilih kalimat dalam cuitannya agar tidak menjadi pihak tertuduh menyebarkan hoax. Pramono juga menduga Andi telah menyiapkan kalimat dalam cuitannya secara matang. "Memang pilihan katanya sudah didesain, sudah dipikirkan secara matang, agar dia tidak dituduh menyebarkan hoax," tegas Pramono. "Jadi, itu memang sudah dia pikirkan secara matang pilihan kata-katanya. Ada katanya, ada 'minta tolong', itu bagian dari strategi saja."
Sementara, Andi Arief mengaku rumahnya di Lampung digeruduk dua mobil Polda. Andi pun meminta Presiden Jokowi menghentikannya. "Rumah saya di Lampung digeruduk dua mobil Polda mengaku cyber. Pak Kapolri, apa salah saya? Saya akan hadir secara baik-baik kalau saya diperlukan," kata Andi via Twitter.
Sedangkan Wasekjen DPP Demokrat lainnya, Rachland Nashidik, menyebut Andi hendak dijemput paksa pihak kepolisian di Lampung. "Kami mendesak Kapolri Jenderal Tito Karnavian segera memberi penjelasan ihwal percobaan penjemputan paksa terhadap Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Andi Arief ke rumah yang disangka sebagai rumah beliau di Lampung," kata Rachland dalam keterangan tertulis kepada wartawan, Jumat kemarin.
Rachland, menyatakan polisi belum bisa menjemput paksa Andi. Sebab, Andi belum pernah sekali pun dipanggil polisi dalam kasus apa pun. "Apabila Andi menjadi target operasi polisi, maka kami menilai polisi telah melakukan excessive use of power yang sepenuhnya tidak bisa diterima," sebut Rachland. *
1
Komentar