Gunakan 5 Kebo, Dipuput 25 Sulinggih, dan Ada Prosesi Brahmantaka Ngelanyud Bumi
Untuk prosesi Brahmantaka Ngelanyud Bumi, seluruh krama Desa Pakraman Sukawati diminta mengambil tanah di 4 sudut pekarangan rumah masing-masing. Seluruh tanah itu dikumpulkan di pantai saat prosesi Segara Kertih untuk dihanyutkan ke laut.
Karya Agung Pura Kahyangan Jagat Er Jeruk Desa Pakraman Sukawati, Gianyar
GIANYAR, NusaBali
Karya Padudusan Agung, Segara Kertih, Tawur Balik Sumpah Agung, dan Mupuk Pedagingan digelar di Pura Kahyangan Jagat Er Jeruk yang berlokasi dekat Pantai Purnama Desa Pakraman Sukawati, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar. Karya ini digelar kembali setelah prosesi yang sama 30 tahun silam tepatnya pada Budha Kliwon Pahang, 1 Oktober 1989. Puncak karya akan berlangsung pada Budha Kliwon Pahang, Rabu (30/1).
Hal ini diungkapkan Manggala Prawartaka Karya Drs I Made Suka Idep ditemui saat prosesi Nyambut Karya, Nanceb, Nagiang, dan Pengrajeg di Pura Er Jeruk pada Saniscara Kliwon Kuningan, Sabtu (5/1). Karya mengambil tingkatan Madyaning Utama dengan menggunakan lima ekor kebo dan dipuput sebanyak 25 Sulinggih. Tujuan karya ini tiada lain untuk mohon kerahayuan jagadhita. “Agar jagat Bali pada umumnya mendapatkan suatu keselamatan,” ujarnya.
Sementara menurut Manggala Karya Bidang Upakara I Nyoman Oka, ada tiga prosesi utama serangkaian Karya Agung ini. Ketiganya adalah Melasti lan Segara Kertih pada Saniscara Umanis Pujut, Sabtu (26/1). Kemudian Tawur Agung pada Soma Pon Pahang, Senin (28/1), dan puncak karya pada Budha Kliwon Pahang, Rabu (30/1) mendatang.
Menariknya, karya agung Pura Er Jeruk yang diempon oleh sekitar 250 kepala keluarga (KK) krama Subak Gede Sukawati ini juga digarap secara gotong royong oleh ribuan krama Desa Pakraman Sukawati.
“Seluruh krama dari 13 banjar adat gotong royong membuat sarana upakara banten. Satu banjar lagi, khusus membidangi tapini dan serati banten,” kata Ngoman Oka.
Caranya, tiap banjar dapat bagian membuat jenis banten berbeda yang dibuat di balai banjar masing-masing. “Karena karya ini sangat besar. Patokannya menggunakan lima ekor kebo,” ucap Nyoman Oka yang mantan Bendesa Pakraman Sukawati. Penggunaan lima ekor kebo ini terbagi pada tiga acara besar tersebut. Pada prosesi upacara Segara Kertih digunakan Kebo Yus Merana, Banteng, dengan Pakelem Kebo Ireng. Dua ekor lagi berupa Kebo Brutuk dan Kebo Anggrek Wulan yang digunakan pada saat Tawur Agung. Untuk mendapatkan lima ekor kebo yang bisa dikatakan cukup sulit ini, panitia justru mendapat kemudahan. Bahkan sumbangan atau punia berupa kebo berdatangan mencapai 11 ekor kebo. “Yang kami butuhkan lima ekor, tapi yang kami dapatkan 11 ekor. Bahkan kebo ini tidak membeli, alias didonasikan. Maka sisanya enam ekor, disepakati untuk diuangkan,” ungkap pria asal Banjar Dlodtangluk, ini.
Selain Kebo Ireng, pada pakelem nanti juga akan menenggelamkan Bebek Ireng, Kambing Ireng, dan sarana upakara terkait. Bertepatan dengan prosesi Segara Kertih ini, juga digelar upacara Brahmantaka Ngelanyud Bumi. Prosesi ini diyakini sebagai upaya buang sial terhadap kejadian-kejadian bencana alam maupun bencana kemanusiaan yang terjadi di wilayah Desa Pakraman Sukawati. Seperti misalnya peristiwa kebakaran, pembunuhan, dan kejadian lain yang membuat leteh. Untuk prosesi ini, seluruh krama diminta untuk mengambil tanah di empat sudut pekarangan rumah masing-masing.
“Tanah pekarangan diambil di setiap sudut dan tengah-tengah pekarangan. Dialasi daun dapdap diikat dengan daun sente. Seluruh tanah pekarangan krama lalu dikumpulkan di pantai saat prosesi Segara Kertih untuk dihanyutkan ke laut,” jelas Nyoman Oka didampingi Manggala Karya Bidang Pembangunan I Made Sarwa. Diperkirakan, karya agung ini menelan biaya sekitar Rp 3,5 miliar lebih.
Ditambahkan Manggala Karya Bidang Kesenian I Wayan Nabda, selama 11 hari pelaksanaan karya agung akan diiringi tari Wali, Wewalian, dan Balih-balihan. Tercatat, sebanyak 14 sanggar telah terdaftar sebagai pengisi acara. Baik berupa kesenian topeng, wayang maupun pentas hiburan. *nvi
GIANYAR, NusaBali
Karya Padudusan Agung, Segara Kertih, Tawur Balik Sumpah Agung, dan Mupuk Pedagingan digelar di Pura Kahyangan Jagat Er Jeruk yang berlokasi dekat Pantai Purnama Desa Pakraman Sukawati, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar. Karya ini digelar kembali setelah prosesi yang sama 30 tahun silam tepatnya pada Budha Kliwon Pahang, 1 Oktober 1989. Puncak karya akan berlangsung pada Budha Kliwon Pahang, Rabu (30/1).
Hal ini diungkapkan Manggala Prawartaka Karya Drs I Made Suka Idep ditemui saat prosesi Nyambut Karya, Nanceb, Nagiang, dan Pengrajeg di Pura Er Jeruk pada Saniscara Kliwon Kuningan, Sabtu (5/1). Karya mengambil tingkatan Madyaning Utama dengan menggunakan lima ekor kebo dan dipuput sebanyak 25 Sulinggih. Tujuan karya ini tiada lain untuk mohon kerahayuan jagadhita. “Agar jagat Bali pada umumnya mendapatkan suatu keselamatan,” ujarnya.
Sementara menurut Manggala Karya Bidang Upakara I Nyoman Oka, ada tiga prosesi utama serangkaian Karya Agung ini. Ketiganya adalah Melasti lan Segara Kertih pada Saniscara Umanis Pujut, Sabtu (26/1). Kemudian Tawur Agung pada Soma Pon Pahang, Senin (28/1), dan puncak karya pada Budha Kliwon Pahang, Rabu (30/1) mendatang.
Menariknya, karya agung Pura Er Jeruk yang diempon oleh sekitar 250 kepala keluarga (KK) krama Subak Gede Sukawati ini juga digarap secara gotong royong oleh ribuan krama Desa Pakraman Sukawati.
“Seluruh krama dari 13 banjar adat gotong royong membuat sarana upakara banten. Satu banjar lagi, khusus membidangi tapini dan serati banten,” kata Ngoman Oka.
Caranya, tiap banjar dapat bagian membuat jenis banten berbeda yang dibuat di balai banjar masing-masing. “Karena karya ini sangat besar. Patokannya menggunakan lima ekor kebo,” ucap Nyoman Oka yang mantan Bendesa Pakraman Sukawati. Penggunaan lima ekor kebo ini terbagi pada tiga acara besar tersebut. Pada prosesi upacara Segara Kertih digunakan Kebo Yus Merana, Banteng, dengan Pakelem Kebo Ireng. Dua ekor lagi berupa Kebo Brutuk dan Kebo Anggrek Wulan yang digunakan pada saat Tawur Agung. Untuk mendapatkan lima ekor kebo yang bisa dikatakan cukup sulit ini, panitia justru mendapat kemudahan. Bahkan sumbangan atau punia berupa kebo berdatangan mencapai 11 ekor kebo. “Yang kami butuhkan lima ekor, tapi yang kami dapatkan 11 ekor. Bahkan kebo ini tidak membeli, alias didonasikan. Maka sisanya enam ekor, disepakati untuk diuangkan,” ungkap pria asal Banjar Dlodtangluk, ini.
Selain Kebo Ireng, pada pakelem nanti juga akan menenggelamkan Bebek Ireng, Kambing Ireng, dan sarana upakara terkait. Bertepatan dengan prosesi Segara Kertih ini, juga digelar upacara Brahmantaka Ngelanyud Bumi. Prosesi ini diyakini sebagai upaya buang sial terhadap kejadian-kejadian bencana alam maupun bencana kemanusiaan yang terjadi di wilayah Desa Pakraman Sukawati. Seperti misalnya peristiwa kebakaran, pembunuhan, dan kejadian lain yang membuat leteh. Untuk prosesi ini, seluruh krama diminta untuk mengambil tanah di empat sudut pekarangan rumah masing-masing.
“Tanah pekarangan diambil di setiap sudut dan tengah-tengah pekarangan. Dialasi daun dapdap diikat dengan daun sente. Seluruh tanah pekarangan krama lalu dikumpulkan di pantai saat prosesi Segara Kertih untuk dihanyutkan ke laut,” jelas Nyoman Oka didampingi Manggala Karya Bidang Pembangunan I Made Sarwa. Diperkirakan, karya agung ini menelan biaya sekitar Rp 3,5 miliar lebih.
Ditambahkan Manggala Karya Bidang Kesenian I Wayan Nabda, selama 11 hari pelaksanaan karya agung akan diiringi tari Wali, Wewalian, dan Balih-balihan. Tercatat, sebanyak 14 sanggar telah terdaftar sebagai pengisi acara. Baik berupa kesenian topeng, wayang maupun pentas hiburan. *nvi
1
Komentar