Kerajinan Bali Jajaki Pasar Luar AS
India dan Vietnam diincar sebagai pasar melapis kejenuhan pada pasar tradisional di Amerika, Australia dan Eropa.
DENPASAR, NusaBali
Bali menjajaki India dan Vietnam serta negara-negara lain di Asia untuk melebarkan pasar ekspor produk industri kerajinan (handicraft). Pencarian pasar-pasar baru tersebut, menyusul antisipasi jenuhnya pasar- pasar tradisonal handicraft Bali. Di antaranya Amerika Serikat, Australia dan beberapa negara di Eropa.
Antisipasi pasar-pasar baru di luar negeri tersebut, mengingat industri kerajinan merupakan salah satu produk atau komoditas, yang diharap menjadi penunjang utama perekonomian Bali. Apalagi kenyataannya industri kerajinan menyerap tenaga kerja tidak sedikit, utamanya di sentra-sentra industri kerajinan. “Sebagaimana diketahui kerajinan salah sumber mata pencaharian dan perekomian masyarakat,” ujar Anak Agung Ngurah Bagawinata, Kepala Bidang Perdagangan Luar Negeri, Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Bali.
Karena itu kontinuitas pasar baik domestik maupun pasar luar negeri harus terjaga. “Karenanya perlu pasar-pasar baru. Itu yang diupayakan pemerintah bersama pelaku industri kerajinan,” jelas Gung Baga, sapaan lelaki yang pernah lama bertugas di Dinas Pendidikan.
Dikatakan Gung Baga, setidaknya dua negara yakni India dan Vietnam yang dijajagi lebih dalam untuk perluasan pasar ekspor handicraft Bali. “Keduanya diperkirakan potensial untuk pasar kerajinan Bali, “ tambahnya.
Penjajakan tersebut dilakukan bersama dengan Kementerian Perdagangan. Sedang pasar lain, seperti negara-negara di kawasan Timur Tengah, masih belum ada perkembangan untuk penjajagan.
Sementara itu kalangan pelaku usaha industri kerajinan tak menampik gejala kejenuhan tersebut. “Terutama untuk produk-produk kerajinan art school,” ujar I Dewa Gede Wirayuda, Sekretaris ASEPHI (Asosiasi Pelaku Usaha Handicraft Indonesia) Bali, Jumat (11/1).
Namun Dewa Wirayuda tak secara spesifik menyebut negara-negara tujuan ekspor yang terancam jenuh itu. Dia hanya menyebut, konsumen beralih kepada produk-produk handicraft yang pop art, yang cenderung untuk home dekorasi. “Lebih untuk experience, ketimbang koleksi,” jelasnya. Contohnya mozaik cermin untuk dekorasi ruangan, handle tissue dan yang lainnya.
Jenis handicraft pop art ini yang lebih banyak dicari, dibanding misalnya seni ukir patung garuda. “Konsumennya bukan saja luar negeri, tetapi banyak dari dalam negeri dari berbagai kota. Ini yang kami sukai,” ujar Dewa Wirayuda.
Artinya pasar industri kerajinan tak semata-mata mengandalkan pasar ekspor, namun juga perkembangan pasar domestic potensial. “Orang - orang kita juga menyukai produk kerajinan, walau secara ritel,” kata Dewa Wirayuda.
Sebelumnya BPS Provinsi Bali mencatat komoditas/produk Kayu, barang dari Kayu, dimana produk industri kerajinan kayu termasuk di dalamnya, merupakan 10 komoditas utama ekspor Bali pada November 2018. Produk kayu dan barang dari kayu, memberi kontribusi 6,11 persen terhadap nilai ekspor Bali 61 juta dollar. AS merupakan tujuan utama terbesar komoditas ekspor Bali, termasuk kayu dan barang dari kayu, yakni 34,56 persen. *k17
Antisipasi pasar-pasar baru di luar negeri tersebut, mengingat industri kerajinan merupakan salah satu produk atau komoditas, yang diharap menjadi penunjang utama perekonomian Bali. Apalagi kenyataannya industri kerajinan menyerap tenaga kerja tidak sedikit, utamanya di sentra-sentra industri kerajinan. “Sebagaimana diketahui kerajinan salah sumber mata pencaharian dan perekomian masyarakat,” ujar Anak Agung Ngurah Bagawinata, Kepala Bidang Perdagangan Luar Negeri, Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Bali.
Karena itu kontinuitas pasar baik domestik maupun pasar luar negeri harus terjaga. “Karenanya perlu pasar-pasar baru. Itu yang diupayakan pemerintah bersama pelaku industri kerajinan,” jelas Gung Baga, sapaan lelaki yang pernah lama bertugas di Dinas Pendidikan.
Dikatakan Gung Baga, setidaknya dua negara yakni India dan Vietnam yang dijajagi lebih dalam untuk perluasan pasar ekspor handicraft Bali. “Keduanya diperkirakan potensial untuk pasar kerajinan Bali, “ tambahnya.
Penjajakan tersebut dilakukan bersama dengan Kementerian Perdagangan. Sedang pasar lain, seperti negara-negara di kawasan Timur Tengah, masih belum ada perkembangan untuk penjajagan.
Sementara itu kalangan pelaku usaha industri kerajinan tak menampik gejala kejenuhan tersebut. “Terutama untuk produk-produk kerajinan art school,” ujar I Dewa Gede Wirayuda, Sekretaris ASEPHI (Asosiasi Pelaku Usaha Handicraft Indonesia) Bali, Jumat (11/1).
Namun Dewa Wirayuda tak secara spesifik menyebut negara-negara tujuan ekspor yang terancam jenuh itu. Dia hanya menyebut, konsumen beralih kepada produk-produk handicraft yang pop art, yang cenderung untuk home dekorasi. “Lebih untuk experience, ketimbang koleksi,” jelasnya. Contohnya mozaik cermin untuk dekorasi ruangan, handle tissue dan yang lainnya.
Jenis handicraft pop art ini yang lebih banyak dicari, dibanding misalnya seni ukir patung garuda. “Konsumennya bukan saja luar negeri, tetapi banyak dari dalam negeri dari berbagai kota. Ini yang kami sukai,” ujar Dewa Wirayuda.
Artinya pasar industri kerajinan tak semata-mata mengandalkan pasar ekspor, namun juga perkembangan pasar domestic potensial. “Orang - orang kita juga menyukai produk kerajinan, walau secara ritel,” kata Dewa Wirayuda.
Sebelumnya BPS Provinsi Bali mencatat komoditas/produk Kayu, barang dari Kayu, dimana produk industri kerajinan kayu termasuk di dalamnya, merupakan 10 komoditas utama ekspor Bali pada November 2018. Produk kayu dan barang dari kayu, memberi kontribusi 6,11 persen terhadap nilai ekspor Bali 61 juta dollar. AS merupakan tujuan utama terbesar komoditas ekspor Bali, termasuk kayu dan barang dari kayu, yakni 34,56 persen. *k17
Komentar