60 Krama Lanang Saling Serang dengan Bambu 3 Meter
Atraksi sakral Tari Mabetok digelar setahun sekali di dua pura berbeda di Desa Seraya Timur, sebagai tanda dimulainya dewasa ayu bertanam jagung, kacang tanah, ketela, dan sejenisnya di wewidangan Desa Pakraman Seraya
Krama Seraya Timur Gelar Atraksi Sakral Tari Mabetok di Pura Tinjalas
AMLAPURA, NusaBali
Atraksi sakral Tari Mabetok dipentaskan saat piodalan di Pura Tinjalas, Desa Seraya Timur, Kecamatan Karangasem pada Anggara Kliwon Medangsia, Selasa (15/1) sore. Atraksi sakral ini dipentaskan sebagai isyarat awal tanda dewasa ayu (hari baik) memasuki musim tanam hortikultura.
Selain sakral, Tari Mabetok ini terbilang langka. Penarinya berjumlah 60 orang yang semuanya kaum lanang (laki-laki). Uniknya, tiap penari membawa senjata berupa bambu batangan dengan panjang minimal 3 meter. Mereka saling serang dengan membenturkan senjata bambu yang dibawanya. Senjata bambu yang digunakan mesti baru, tidak diperkenankan memakai bambu bekas. Jenis bambu tidak ditentukan secara khusus.
Mereka beratraksi di Nista Mandala Pura Tinjalas, Selasa sore mulai pukul 17.00 Wita. Saat pementasan atraksi sakral ini, penari yang berjumlah 60 orang dan semuanya mengenakan busana adat sembahyang dibagi menjadi dua kelompok, masing-masing beranggotakan 30 orang. Pertama, Kelompok Dulu (hulu) yang terdiri dari krama asal Banjar Tukad Buah, Desa Seraya Timur. Kedua, Kelompk Teben (hilir) yang terdiri dari krama asal Banjar Tukad Tiis, Desa Seraya Timur.
Sebelum menari, Kelompok Dulu terlebih dahulu menggelar upacara masucian di Pura Maspahit dan Pura Majapahit, yang lokasinya tidak terlalu jauh dari Pura Tinjalas. Sedangkan Kelompok Teben terlebih dulu menggelar upacara masucian di Pura Segara.
Selanjutnya, dua kelompok penari ini bertemu di Nista Mandala Pura Tinjalas. Mereka dibatasi bertemu dalam jarak minimal 3 meter. Nah, di antara dua kelompok Penari Botek ini ditempatkan banten barisan. Selanjutnya, banten barisan diayab oleg Pamaku Pura Tinjalas, Jro Mangku Komang Jaya.
Setelah pamangku menggelar ritual ngayab banten barisan, barulah kedua kelompok penari dibolehkan melakukan atraksi saling serang menggunakan senjata bambu batangan yang poanjangnya masing-masing minimal 3 meter. Dalam atraksi Tari Botek ini, penari hanya membenturkan senjata batang bambu sambil masuryak (bersorak sorai). Atraksi penuh kegirangan ini berlangsung sekitar 10 menit.
Perlu dicatat, di antara dua kelompok penari sakral, dibatasi dengan genangan air, karena areal Pura Tinjalas dan sekitarnya seharian diguyur hujan. Usai pementasan atraksi sakral Tari Mabetok, seluruh penari bersama segenap krama pangempon langsung menuju Utama Mandala Pura Tinjalas, untuk menggelar piodalan dan yang diakhiri dengan pamuspaan.
"Atraksi sakral Tari Mabetok ini kami warisi turun temurun, sebagai tanda memulainya dewasa ayu bertanam jagung, kacang tanah, ketela, dan sejenisnya di wilayah Desa Pakraman Seraya. Kami meyakini dengan diawali tarian sakral, maka seluruh tanaman akan tumbuh subur," jelas Baga Pelemahan Pangempon Pura Tinjalas, I Wayan Direng, saat ditemui NusaBali di kediamannya, Rabu (16/1).
Menurut Wayan Direng, atraksi sakral tari Mabetok digelar setahun sekali, secara bergilir di dua pura berbeda. Jika kali ini dipentaskan di Pura Tinjalas (nberlokasi di Banjar Tinjalas, Desa Seraya Timur), maka tahun depan atraksi sakral dilaksanakan di Pura Gili Selang, Banjar Gili Selang, Desa Seraya Timur.
“Saat piodalan berlangsung, pangempon Pura Tinjalas dari lima banjar adat di Dsa Seraya Timur hadir. Rincianyanya, Banjar Tinjalas, Banjar Bukit Catu, Banjar Tukad Tiis, Banjar Tukad Buah, dan Banjar Tukad Item,” papar Wayan Direng yang juga menjabat Kelian Banjar Tinjalas, Desa Seraya Timur. *k16
Komentar