Korban Pohon Roboh Akhirnya Meninggal
Dua hari pasca musibah, korban tertimpa pohon roboh di jalan raya rute Du-sun Losan-Dusun Lepang, Desa Takmung, Kecamatan Banjarangkan, Klung-kung, I Putu Gede Saptawan, 44, akhirnya meninggal dunia, Jumat (18/1) dinihari.
SEMARAPURA, NusaBali
Koki (ahli masak) restoran asal Lingkungan Lebah, Kelurahan Semarapura Kangin, Kecamatan Klungkung ini menghembuskan napas terakhir dalam perawatan di RSUD Klungkung.
Direktur RSUD Klungkung, dr Nyoman Kesuma, menyatakan tim medis sudah berupaya menangani korban tertimpa pohon ini dengan maksimal. Namun, karena kondisinya cukup parah, nyawa korban berusia 44 tahun itu tidak bisa diselamatkan. “Pasien (Wayan Saptawan, Red) meninggal dunia dinihari tadi (kemarin) sekitar pukul 01.00 Wita,” ungkap dr Kesuma saat dikonfirmasi NusaBali di Semarapura, Jumat kemarin.
Sebelum akhirnya meninggal dunia, korban Putu Gede Saptawan sempat selama dua hari dua malam dirawat di RSUD Klungkung. Korban dilarikan ke RSUD Klungkung di Semarapura, Rabu (16/1) pagi sekitar pukul 07.30 Wita, setelah tertimpa pohon roboh di jalur Dusun Losan-Dusun Lepang, Desa Takmung. Korban dilarikan ke rumah sakit dalam kondisi luka berat di bagian kepala, serta patah lengan kanan, pergelangan tangan kiri, dan paha kiri.
Saat tertimpa pohon Santen perindang jalan setinggi 15 meter dengan diameter 80 cm tumbang, Rabu pagi pukul 07.00 Wita, korban Putu Saptawan melintas di lokasi naik motor Yamaha Vixion DK 3354 MN, melaju dari arah utara (Kota Semarapura) menuju Jalan Bypass Prof Dr IB Mantra. Korban dalam perjalanan dari rumahnya di dingkungan Lebah, Kelurahan Semarapura Kangin hendak berangkat kerja ke restoran kawasan wisata Kuta, Badung. Korban Putu Saptawan memang berprofesi sebagai koki yang kerap mengajar memasak tamu asing di Kuta.
Korban Putu Saptawan sempat selama 30 menit terperangkap tak berdaya di bawah timbunan ranting dan dahan pohon roboh. Pasalnya, petugas gabungan dari BPBD Klungkung, kepolisian, dan TNI baru tiba di lokasi TKP sekitar 10 menit setelah dilaporkan warga. Kemudian, petugas gabungan membutuhkan waktu 20 menit untuk mengevakuasi korban. Petugas lebih dulu harus memotong-motong batang, dahan, dan ranting pohon roboh menggunakan pemotong mesin untuk bisa evakuasi korban.
Setelah menjalani perawatan selama dua hari, korban Putu Saptawan akhirnya dinyatakan meninggal. Almarhum Putu Saptawan berpulang buat selamanya dengan meningalkan istri tercinta Komang Sri Wirayani, 40, serta dua anak. Hingga Jumat sore, jenazah korban tertimpa pohon ini masih dititip di Ruang Jenazah RSUD Klungkung, karena rencananya akan langsung dikremasi.
Menurut Lurah Semarapura Kangin, Wayan Sudarma, jenazah Putu Saptawan rencananya akan dikremasi keluarganya di Krematorium Taman Mumbul, Nusa Dua, Kecamatan Kuta Selatan, Badung pada Saniscara Wage Medangsia, Sabtu (19/1) ini. “Pertimbangan dari keluarga kenapa dilakukan kremasi, karena tidak memungkinkan dilaksanakan upacara pengabenan dalam waktu dekat, merujuk keputusan Pesamuhan Madya Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Bali tentang Panca Balikrama di Pura Agung Besakih,” jelas Wayan Sudarma kepada NusaBali di Semarapura, Jumat kemarin.
Wayan Sudarma mengatakan, dalam poin ketiga putusan Pesamuhan Madya PHDI Bali disebutkan, umat sedharma tidak diperkenankan melakukan upacara atiwa-tiwa atau ngaben dari 20 Januari 2019 sampai 4 April 2019.
Sementara itu, sejumlah rekan kerja korban Putu Saptawan melayat ke rumah duka kawasan Banjar Besang Kangin, Kelurahan Semarapura Kaja, Kecamatan Klungkung, Jumat kemarin. Menurut Sudarma, korban memang beralamat (KTP) di Banjar Lebah, Kelurahan Semarapura Kangin. Namun, rumah asal korban berada di Banjar Besang Kangin, Semarapura Kaja. “Malam ini (tadi malam) krama setempat akan magebagan (begadang secara bergilir, Red) di rumah duka,” papar Sudarma. *wan
Direktur RSUD Klungkung, dr Nyoman Kesuma, menyatakan tim medis sudah berupaya menangani korban tertimpa pohon ini dengan maksimal. Namun, karena kondisinya cukup parah, nyawa korban berusia 44 tahun itu tidak bisa diselamatkan. “Pasien (Wayan Saptawan, Red) meninggal dunia dinihari tadi (kemarin) sekitar pukul 01.00 Wita,” ungkap dr Kesuma saat dikonfirmasi NusaBali di Semarapura, Jumat kemarin.
Sebelum akhirnya meninggal dunia, korban Putu Gede Saptawan sempat selama dua hari dua malam dirawat di RSUD Klungkung. Korban dilarikan ke RSUD Klungkung di Semarapura, Rabu (16/1) pagi sekitar pukul 07.30 Wita, setelah tertimpa pohon roboh di jalur Dusun Losan-Dusun Lepang, Desa Takmung. Korban dilarikan ke rumah sakit dalam kondisi luka berat di bagian kepala, serta patah lengan kanan, pergelangan tangan kiri, dan paha kiri.
Saat tertimpa pohon Santen perindang jalan setinggi 15 meter dengan diameter 80 cm tumbang, Rabu pagi pukul 07.00 Wita, korban Putu Saptawan melintas di lokasi naik motor Yamaha Vixion DK 3354 MN, melaju dari arah utara (Kota Semarapura) menuju Jalan Bypass Prof Dr IB Mantra. Korban dalam perjalanan dari rumahnya di dingkungan Lebah, Kelurahan Semarapura Kangin hendak berangkat kerja ke restoran kawasan wisata Kuta, Badung. Korban Putu Saptawan memang berprofesi sebagai koki yang kerap mengajar memasak tamu asing di Kuta.
Korban Putu Saptawan sempat selama 30 menit terperangkap tak berdaya di bawah timbunan ranting dan dahan pohon roboh. Pasalnya, petugas gabungan dari BPBD Klungkung, kepolisian, dan TNI baru tiba di lokasi TKP sekitar 10 menit setelah dilaporkan warga. Kemudian, petugas gabungan membutuhkan waktu 20 menit untuk mengevakuasi korban. Petugas lebih dulu harus memotong-motong batang, dahan, dan ranting pohon roboh menggunakan pemotong mesin untuk bisa evakuasi korban.
Setelah menjalani perawatan selama dua hari, korban Putu Saptawan akhirnya dinyatakan meninggal. Almarhum Putu Saptawan berpulang buat selamanya dengan meningalkan istri tercinta Komang Sri Wirayani, 40, serta dua anak. Hingga Jumat sore, jenazah korban tertimpa pohon ini masih dititip di Ruang Jenazah RSUD Klungkung, karena rencananya akan langsung dikremasi.
Menurut Lurah Semarapura Kangin, Wayan Sudarma, jenazah Putu Saptawan rencananya akan dikremasi keluarganya di Krematorium Taman Mumbul, Nusa Dua, Kecamatan Kuta Selatan, Badung pada Saniscara Wage Medangsia, Sabtu (19/1) ini. “Pertimbangan dari keluarga kenapa dilakukan kremasi, karena tidak memungkinkan dilaksanakan upacara pengabenan dalam waktu dekat, merujuk keputusan Pesamuhan Madya Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Bali tentang Panca Balikrama di Pura Agung Besakih,” jelas Wayan Sudarma kepada NusaBali di Semarapura, Jumat kemarin.
Wayan Sudarma mengatakan, dalam poin ketiga putusan Pesamuhan Madya PHDI Bali disebutkan, umat sedharma tidak diperkenankan melakukan upacara atiwa-tiwa atau ngaben dari 20 Januari 2019 sampai 4 April 2019.
Sementara itu, sejumlah rekan kerja korban Putu Saptawan melayat ke rumah duka kawasan Banjar Besang Kangin, Kelurahan Semarapura Kaja, Kecamatan Klungkung, Jumat kemarin. Menurut Sudarma, korban memang beralamat (KTP) di Banjar Lebah, Kelurahan Semarapura Kangin. Namun, rumah asal korban berada di Banjar Besang Kangin, Semarapura Kaja. “Malam ini (tadi malam) krama setempat akan magebagan (begadang secara bergilir, Red) di rumah duka,” papar Sudarma. *wan
Komentar