Kredit Bermasalah Diharap Turun di 2019
Kredit bermasalah di Bali yang melebihi nasional diharapkan bisa turun ditunjang jalannya Pemilu yang lancar.
DENPASAR, NusaBali
Kalangan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) berharap, hajatan demokrasi Pileg dan Pilpres pada April 2019, berlangsung tanpa ekses yang berimbas gejolak perekonomian. Pemilu digadang-gadang dapat merangsang pertumbuhan ekonomi, sehingga bisnis perbankan berlangsung kondusif.Hal tersebut disampaikan kalangan BPR menanggapi prospek bisnis perbankan 2019 ini.
“Karena bagaimana pun bisnis perbankan tidak bisa dilepaskan dari kondisi perekonomian secara umum,” ujar Direktur BPR Kanti, Made Arya Amitaba, Jumat (18/1).
Jika kondisi perekonomian secara keseluruhan positif, bisnis perbankan otomatis juga mengikuti. Amitaba menyatakan, tahun 2019 ini, BPR tentu akan lebih fokus lagi, khususnya dalam upaya menekan non performing loan (NPL/kredit bermasalah). Hal itu mengingat angka NPL BPR di Bali pada akhir 2018 lalu sebesar 9,24 persen dari sebelumnya 7,82 persen. “Itu nanti upaya perbankan agar bisa diturunkan,” ujarnya.
Karena diakui NPL tersebut sudah menjadi catatan diawal tahun 2019. Selain tentunya tetap bekerja keras, menangani jasa bisnis perbankan lainnya.
Karena itulah, syaratnya hal-hal di luar bisnis perbankan harus mendukung, sekalipun dalam suasana pesta demokrasi.
Pihaknya tidak menampik, pelaksanaan Pemilu berdampak pada aktivitas perekonomian. Namun kata Amitaba, imbas itu sebatas wajar jangan sampai dalam kategori mengganggu kinerja perekonomian. “Kami di perbankan tentu kerja keras. Seperti prinsip kehatian-hatian dan prudent dalam penyaluran kredit,” ujarnya.
Sebelumnya Ketua Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat (Perbarindo) Bali Ketut Wiratjana, menyatakan hal senada. Khusus terhadap NPL, Wiratjana menyatakan akan diupayakan mencari cara-cara atau solusi yang win-win solution. Salah satu dari usaha tersebut adalah melakukan restrukturisasi kredit, dengan perpanjangan waktu pengembalian.
Atau kalau memang terpaksa, setelah upaya-upaya lain dilakukan tak membuahkan hasil, jalan terakhir tentu dengan penjualan agunan yang diambil alih (AYDA). “Namun tetap upaya lain yang bersifat saling menguntungkan antara bank dan debitur akan diupayakan,” tandasnya.
Karena itulah, Wiratjana berharap perekonomian Bali khususnya tidak stagnan, meskipun jelang pelaksanaan Pemilu. “Karena NPL itu, bukan kredit macet, tetapi keterlambatan pembayaran,” tandasnya.
Sebagaimana diberitakan, dalam evaluasi kinerja BPR se Bali 4 Desember 2018, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kanwil Regional 8 Bali-Nusra, mencatat NPL merupakan salah satu persoalan utama yang dihadapi kalangan BPR di Bali.
Hal itu disebabkan angka NPL yang semakin tinggi. Dari 7,82 menjadi 9,24 persen. NPL BPR di Bali lebih tinggi dari NPL nasional sebesar 7,16 persen. *k17
Kalangan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) berharap, hajatan demokrasi Pileg dan Pilpres pada April 2019, berlangsung tanpa ekses yang berimbas gejolak perekonomian. Pemilu digadang-gadang dapat merangsang pertumbuhan ekonomi, sehingga bisnis perbankan berlangsung kondusif.Hal tersebut disampaikan kalangan BPR menanggapi prospek bisnis perbankan 2019 ini.
“Karena bagaimana pun bisnis perbankan tidak bisa dilepaskan dari kondisi perekonomian secara umum,” ujar Direktur BPR Kanti, Made Arya Amitaba, Jumat (18/1).
Jika kondisi perekonomian secara keseluruhan positif, bisnis perbankan otomatis juga mengikuti. Amitaba menyatakan, tahun 2019 ini, BPR tentu akan lebih fokus lagi, khususnya dalam upaya menekan non performing loan (NPL/kredit bermasalah). Hal itu mengingat angka NPL BPR di Bali pada akhir 2018 lalu sebesar 9,24 persen dari sebelumnya 7,82 persen. “Itu nanti upaya perbankan agar bisa diturunkan,” ujarnya.
Karena diakui NPL tersebut sudah menjadi catatan diawal tahun 2019. Selain tentunya tetap bekerja keras, menangani jasa bisnis perbankan lainnya.
Karena itulah, syaratnya hal-hal di luar bisnis perbankan harus mendukung, sekalipun dalam suasana pesta demokrasi.
Pihaknya tidak menampik, pelaksanaan Pemilu berdampak pada aktivitas perekonomian. Namun kata Amitaba, imbas itu sebatas wajar jangan sampai dalam kategori mengganggu kinerja perekonomian. “Kami di perbankan tentu kerja keras. Seperti prinsip kehatian-hatian dan prudent dalam penyaluran kredit,” ujarnya.
Sebelumnya Ketua Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat (Perbarindo) Bali Ketut Wiratjana, menyatakan hal senada. Khusus terhadap NPL, Wiratjana menyatakan akan diupayakan mencari cara-cara atau solusi yang win-win solution. Salah satu dari usaha tersebut adalah melakukan restrukturisasi kredit, dengan perpanjangan waktu pengembalian.
Atau kalau memang terpaksa, setelah upaya-upaya lain dilakukan tak membuahkan hasil, jalan terakhir tentu dengan penjualan agunan yang diambil alih (AYDA). “Namun tetap upaya lain yang bersifat saling menguntungkan antara bank dan debitur akan diupayakan,” tandasnya.
Karena itulah, Wiratjana berharap perekonomian Bali khususnya tidak stagnan, meskipun jelang pelaksanaan Pemilu. “Karena NPL itu, bukan kredit macet, tetapi keterlambatan pembayaran,” tandasnya.
Sebagaimana diberitakan, dalam evaluasi kinerja BPR se Bali 4 Desember 2018, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kanwil Regional 8 Bali-Nusra, mencatat NPL merupakan salah satu persoalan utama yang dihadapi kalangan BPR di Bali.
Hal itu disebabkan angka NPL yang semakin tinggi. Dari 7,82 menjadi 9,24 persen. NPL BPR di Bali lebih tinggi dari NPL nasional sebesar 7,16 persen. *k17
Komentar