Membangun Kemitraan untuk Kota yang Berkelanjutan
Acara The East Asia Summit – High Level Seminar (HLS)on Sustainable Cities yang ke-10 digelar pada 21-22 Januari 2019 di Bali.
MANGUPURA, NusaBali
Diawali dengan sambutan dari Dr. Vann Monyneath, Chair of ASEAN Working Group on Environmentally Sustainable Cities. Acara dibuka secara resmi oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Berbahaya Beracun (PSLB3) KLHK, Rosa Vivien Ratnawati yang mewakili Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia.
Turut hadir dalam acara tersebut Wakil Gubernur Bali, Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati yang dalam sambutannya mewakili Gubernur Bali mengatakan bahwa Pemerintah Provinsi Bali berkomitmen memerangi sampah plastik, yang dibuktikan dengan Peraturan Gubernur No. 97 Tahun 2018 pembatasan timbulan sampah plastik sekali pakai.
Rosa Vivien Ratnawati menyampaikan bahwa Indonesia telah berkomitmen untuk menangani sampah dan limbah. Hal ini tercermin pada dari Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga.
Indonesia telah menetapkan target pengelolaan limbah padat, termasuk pengurangan 30% dan penanganan yang tepat 70% pada tahun 2025. Target ini juga diterapkan pada limbah plastik.
Rencana Aksi Regional perlu dibuat untuk memberi program nyata, serta kumpulan inovasi, dengan melibatkan tidak hanya Pemerintah tetapi juga pemangku kepentingan lainnya, seperti Ilmuwan, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan Sektor Swasta.
HLS menjadi suatu wadah bagi pembuat kebijakan, para ahli dan praktisi di bidang pengembangan kota berkelanjutan di regional Asia Timur dan Tenggara untuk berbagi ide, pengetahuan dan pengalaman serta mengembangkan kerjasama.
Conservation International (CI) Indonesia hadir sebagai salah satu LSM dalam sesi Tematik 3 yang berjudul “Partnership Building to Promote SDG’s in Cities (SDG 17)”. Hadir sebagai pembicara adalah Made Iwan Dewantama, Bali Island Program Manager CI Indonesia yang mempresentasikan tentang “Sustainable Landscape & Seascape in Karangasem Regency”.
Sebagai upaya untuk mewujudkan bentang alam dan bentang laut yang berkelanjutan, CI Indonesia Program Bali telah melakukan sejumlah upaya diantaranya Kajian Cepat Kondisi Kelautan Bali, Bali Geodatabase, harmonisasi tata ruang darat dan laut hingga restorasi hutan untuk perlindungan terumbu karang di Karangasem sebagai implementasi dari pendekatan hulu-hilir (Ridge to Reef).
Menurut Iwan menjalin kerjasama yang baik dengan pemerintah dari tingkat pusat hingga desa penting dilakukan untuk mendorong kebijakan pemerintah dalam mendukung mata pencaharian berbasis masyarakat (community-based livelihood).
“Membangun kemitraan sesuai dengan SDG ke-17 membutuhkan platform yang kuat di tingkat lokal seperti pendekatan hulu-hilir (Nyegara Gunung) di Bali untuk mencapai kota yang berkelanjutan (sustainable cities),” ujar Iwan Dewantama.
Dalam pelaksanaan program di Bali, CI Indonesia menjadikan konsep Nyegara Gunung sebagai model bahwa laut dan gunung sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan termasuk dalam menangani permasalahan sampah di Pulau Bali. Konsep ini mendorong adanya integrasi antara hulu yakni gunung dan hilir atau laut dalam mengatasi masalah sampah dan lingkungan. *
Komentar